Sukses

Parkinson Lebih Rentan Serang Pria, Usia Belasan Tahun Juga Bisa Kena Penyakit Saraf Ini

Parkinson lebih dominan menyerang pria daripada wanita. Bukan cuma usia tua, dokter di Indonesia pernah mendapati kasus Parkinson pada anak usia 18.

Liputan6.com, Jakarta Rentan menyerang usia lanjut atau lanjut usia (lansia), ternyata Parkinson lebih dominan menyerang pria. Disamping itu, usia muda pun juga bisa terserang penyakit gangguan neurologis tersebut.

Lalu, apa yang terjadi bila menyerang usia muda?

Dokter spesialis saraf Rumah Sakit Siloam, Dr. dr. Rocksy Fransisca V Situmeang, menjelaskan bila di dunia ini, ada 5 juta kasus penyandang Parkinson. Tiap tahun ada penambahan 60 ribu kasus baru.

Penderita Parkinson sampai saat ini sekitar 200 sampai 400 ribu orang di Indonesia. Meski tidak setinggi peningkatan pada penderita stroke dan jantung, beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penderita Parkinson.

“Trennya pun relatif meningkat, tapi tidak sesignifikan stroke atau jantung,” ujar Rocksy dalam diskusi bersama wartawan di Tangerang.

Pria Lebih Berisiko Kena Parkinson

Dari ratusan ribu kasus Parkinson di Indonesia dan jutaan di dunia, ternyata pria lebih berisiko terhadap penyakit ini. Rocksy pun mengatakan ada kemungkinan, selain memang faktor genetik, lingkungan yang dijalani tiap hari, seperti tempat kerja dan asupan yang dikonsumsi, terkontaminasi dengan logam berat.

“Selain memang karena ada faktor genetik, ada pengaruh dari logam berat juga. Misalnya, tempat kerjanya bersentuhan dengan logam berat, kemudian kualitas air minum yang ada logam beratnya, terpapar pestisida,” katanya.

Bila kita berkaca dengan kasus petinju dunia, Muhammad Ali diakhir pensiunnya terkena Parkinson, hal tersebut berkaitan dengan cedera kepala yang beberapa kali diterimanya semasa berkarier sebagai petinju.

Sehingga, waspada bila pernah mengalami kecelakaan atau cedera pada kepala, bisa kemungkinan beberapa tahun kemudian jadi faktor munculnya Parkinson.

2 dari 4 halaman

Bisa Serang Usia Muda

Dari beberapa kasus Parkinson yang ditangani Rumah Sakit Siloam, ada yang serang usia muda. Bahkan ada pasien Parkinson yang berusia 18 tahun.

Ternyata saat diselidiki, pasien tersebut sudah bekerja di sebuah pabrik yang berbahan logam berat sejak usianya 15 tahun atau setelah lulus dari SMP.

“Jadi dia dari lulus SMP sudah bekerja di pabrik tersebut, efeknya ketika berusia 18 tahun. Setelah sudah tegak diagnosanya Parkinson, maka pasien tersebut langsung menjalani rangkaian pengobatan,”kata Rocksy.

Awalnya, pasien tersebut hanya merasakan gejala pada satu sisi tubuh saja, seperti gemeteran atau tremor, hingga sulit melangkahkan kaki. Namun, semakin lama, gejala yang dirasakan bisa bertambah. Sebab, Parkinson merupakan penyakit yang kompleks dengan berbagai gejala yang berubah.

“Awal misalnya hanya tangan, lalu merambat ke kaki susah melangkah, bisa kemana-mana lagi. Maka, pengobatan tiap pasien berbeda-beda,” kata Rocksy. 

3 dari 4 halaman

Gejala Bisa Dikurangi dengan Operasi DBS

Selain pengobatan, ada metode lain yang bisa mengurangi keluhan gejala Parkinson. Dokter Spesialis Bedah Saraf Siloam Hospital, Dr. Dr. Made Agus Mahendra Inggas Sp.BS menjelaskan, bila ada metode operasi Deep Brain Stimulation (DBS). Dimana, metode yang dipakai adalah elektroda mengantarkan stimulasi listrik frekuensi tinggi ke target.

“DBS menghasilkan efek fisiologis yang aman dan sepenuhnya refesible tanpa merusak jaringan otak. Diduga DBS frekuensi tinggi menekan aktifitas neuronal dan mengaktivasi jalur serabut eferen dan meninggalkan target,” kata Made.

Langkah pertama dalam pemasangan elektroda DBS adalah dengan melakukan pemeriksaan MRI, yaitu sebuah prosedur pemindaian tubuh yang menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan gambaran detail dari otak. Ini membantu dokter untuk menentukan area yang akan diberikan stimulasi.

Prosedur berikutnya adalah memasang frame penyangga kepala. Frame ini akan membantu mengamankan kepala pasien agar dapat dilakukan pemetaan otak yang lebih tepat.

Setelah frame dipasang, dokter akan melakukan pemetaan otak, hal ini dilakukan dengan menggunakan teknologi yang disebut dengan trajectories.

Trajectories digunakan dalam menentukan rute yang tepat untuk memasukkan elektroda ke otak sehingga dapat melakukan stimulasi.

“Dokter akan memasukkan elektroda DBS ke otak melalui lubang kecil pada tengkorak. Elektroda kemudian dipasang melalui sebuah tabung khusus yang memungkinkan dokter untuk memasang elektroda tersebut dengan tepat dan terkendali,”katanya.

Selanjutnya setelah elektroda dipasang, dokter akan mengaktifkan stimulator. Stimulator ini berperan untuk mengirimkan sinyal elektrik yang melalui elektroda ke otak dan memengaruhi sistem saraf yang mengendalikan gerakan. Dokter akan menentukan frekuensi optimal dan arus listrik yang diperlukan untuk mengendalikan gejala Parkinson.

“Selama prosedur dijalankan, pasien dalam keadaan sadar. Nanti ada dokter saraf yang mendampingi untuk mengintruksikan pasien agar menggerakan tangan, ngobrol, seperti itu,”ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Pasca-Operasi Pasien Tetap Diawasi Tim Dokter

Ketika prosedur selesai, pasien akan masuk ke ruang pemulihan untuk dipantau oleh dokter dan tim medis. Pasien akan menjalani beberapa sesi pemrograman dan disarankan untuk melakukan beberapa aktivitas fisik saat tangan dan kaki distimulasi oleh DBS.

“Selama beberapa hari setelah operasi, pasien akan tetap dalam pengawasan tim medis. Hal ini dilakukan untuk memantau kemajuan pasien serta memeriksa adanya komplikasi yang mungkin muncul.  Selain itu, pasien diharuskan untuk menjalani sesi pemrograman ulang ketika dibutuhkan,” katanya.

Sebab, alat yang terpasang, kabelnya akan tertanam yang menghubungkan otak, lalu lurus ke leher, untuk disambungkan ke baterai yang terpasang di bawah kulit yang diletakan di dada. Harga teknik ini memang tidak murah. Alat batrai asal Amerika ini saja seharga Rp 400 juta sampai Rp 600 juta per unit.

Video Terkini