Liputan6.com, Jakarta - Dalam dua dekade terakhir konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) meningkat 15 kali lipat. Data ini diungkap oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI).
Tingginya konsumsi MBDK termasuk di kalangan anak-anak sejalan dengan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular. Seperti risiko obesitas, diabetes, hingga penyakit kardiovaskular.
Baca Juga
Dokter spesialis anak, Natharina Yolanda menjelaskan bahaya konsumsi gula berlebih sejak dini sangat erat kaitannya dengan penyakit tidak menular.
Advertisement
“Konsumsi gula berlebih, baik dari makanan atau minuman, berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan seperti peningkatan berat badan, risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dan tekanan darah tinggi, serta mempercepat mengalami masalah pikun dan penuaan dini,” kata Natharina dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Sabtu (22/7/2023).
Bukan Hanya Tanggung Jawab Pribadi
Dalam keterangan yang sama, project lead for food policy CISDI, Calista Segalita menjelaskan upaya hidup sehat dan mengurangi konsumsi gula harian bukan hanya tanggung jawab pribadi.
Lingkungan sangat dipengaruhi kebijakan dan industri turut membentuk kebiasaan masyarakat dalam memilih makanan atau minuman.
Menurut CISDI, industri sebenarnya ikut berperan membentuk gaya hidup masyarakat atau disebut dengan istilah commercial determinant of health (CDoH).
CDoH merujuk bagaimana swasta memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung, termasuk meningkatkan faktor risiko penyakit tidak menular. Seperti polusi udara dari proses produksi, obesitas melalui produk MBDK, atau berkurangnya aktivitas fisik akibat penggunaan produk berlebih seperti gawai.
Kemudahan Menjangkau MBDK Membentuk Kebiasaan Konsumsi Masyarakat
Calista memberi contoh peran industri dalam membentuk kebiasaan konsumsi minuman manis di masyarakat.
“Misalnya saja, perusahaan sengaja memilih influencer muda mempromosikan MBDK, harganya dibuat murah dan mudah dijangkau. Coba Anda cek di lapak pedagang asongan, kulkas mini market, dan warung, pasti didominasi minuman manis,” kata Calista.
Kemudahan-kemudahan ini akhirnya membentuk kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi minuman manis.
“Jadi enggak heran juga kalau dalam dua dekade ini, konsumsi minuman manis di Indonesia meningkat sampai 15 kali lipat,” jelas Calista.
Advertisement
MBDK Seperti Rokok
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sri Wahyuni, menambahkan, industri minuman saat ini didominasi minuman berpemanis.
Padahal, konsumsi gula berlebih mirip seperti rokok, bersifat adiktif dan membuat ketagihan. Hal ini membuat anak muda dan remaja akan terus mengkonsumsi minuman manis.
“Adanya iklan penawaran penurunan harga terutama produk MBDK, diduga menunjukan upaya industri mendorong masyarakat untuk lebih banyak mengonsumsi produk MBDK yang menurut YLKI masih berpotensi membahayakan kesehatan,” kata Sri.
Belum ada aturan yang lebih jelas terutama untuk produk susu yang selalu dipersepsikan produk sehat. Dan tidak ada petunjuk atau panduan berapa kemasan yang boleh dikonsumsi per hari, mengingat anak-anak cenderung atau kemungkinan mengkonsumsi lebih dari satu kemasan per hari.
Perlu Cukai MBDK
Di sisi lain, Ketua Umum Forum Warga Kota (FAKTA), Ari Subagyo mengatakan pihaknya kini mendampingi salah satu anak yang sedang menjalani terapi akibat konsumsi minuman susu kotak berperasa.
Advokasi bahaya MBDK di akar rumput tidak selalu berbuah positif. FAKTA pernah membuat survei di wilayah pendampingan mereka di Jakarta Timur.
Hasilnya, 77 persen responden menganggap MBDK tidak bertujuan menjaga kesehatan. Namun, survei serupa menunjukkan 58 persen responden menganggap MBDK berguna mengatasi rasa lelah, sebagai pengganti ASI, mengurangi rasa kantuk, dan menyegarkan tubuh.
Atas dasar inilah Ari menilai instrumen cukai MBDK sangat diperlukan untuk mengontrol konsumsi minuman manis.
Menurut Calista, penerapan cukai MBDK terbukti efektif menurunkan tingkat pembelian minuman berpemanisnya serta mendorong formulasi ulang produk menjadi lebih sehat (lebih rendah gula).
“Dalam jangka panjang, penerapan cukai MBDK berperan menurunkan obesitas, diabetes, dan risiko kesehatan lainnya di lebih dari 40 negara,” kata Calista.
Advertisement