Sukses

Cegah Perubahan Iklim Kian Parah, Gaya Hidup Minimalis Bantu Wujudkan Bumi yang Lebih Sehat

Gaya hidup minimalis mencegah terjadinya perubahan iklim yang lebih parah

Liputan6.com, Jakarta - Mengatasi perubahan iklim juga menjadi tanggung jawab dan peran aktif masyarakat. Beragam cara bisa dilakukan masing-masing individu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

Dijelaskan Dosen Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr I Gusti Ayu Andani, perubahan iklim bisa terjadi karena dipicu aktivitas manusia. Sebut saja kebakaran hutan, transportasi, hingga sektor tambang dan industri.

Tidak mengherankan apabila dampak krisis iklim merembet ke beragam lini karena bumi saling terkoneksi.

Perubahan Iklim dan Dampaknya

Misalnya saja, kata Ayu, kekeringan menyebabkan gagal panen yang ujung-ujungnya harga bahan pangan jadi naik. Dampaknya masyarakat tak bisa mengakses makanan bernutrisi.

Guna mencegah agar perubahan iklim tidak semakin parah, Ayu mengimbau agar mengubah gaya hidup sehari-hari.

"Contoh sederhananya adalah mengurangi penggunaan plastik. Kita juga bisa menyediakan tempat sampah yang bisa didaur ulang dan tidak. Juga menggunakan tumbler atau yang lagi hits menggunakan sendok garpu stainless yang bisa dibawa ke mana-mana," kata Ayu dalam diskusi 'Akselerasi Transisi Menuju Nol Emisi untuk Sektor Kesehatan yang Berkelanjutan' bersama AstraZeneca Indonesia belum lama ini.

"Kemudian, kalau misalnya lagi bangun rumah, sirkulasinya bisa diperbaiki sehingga kita tidak harus pakai AC terus menerus. Meski memang kalau sekarang justru masuk polusi," dia menambahkan.

Dengan kata lain, lanjut Ayu, menerapkan gaya hidup minimalis membantu mewujudkan bumi yang lebih sehat.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kurangi Kebiasaan Konsumtif Juga Bantu Mencegah Perubahan Iklim yang Lebih Ekstrem

Dijelaskannya bahwa produksi-produksi pakaian juga menghasilkan emisi yang luar biasa. Juga berdampak pada kegiatan peternakan. Dengan menerapkan hidup yang hemat, kebiasaan ini bisa dikurangi.

"Bukannya tidak boleh tapi lebih bijak saja dalam mengatur pengeluar. Selain bermanfaat buat kita dan keluarga, ternyata juga bermanfaat untuk bumi," katanya.

Hal berikutnya yang berkontribusi terhadap emisi adalah transportasi. Sehingga ada baiknya juga bijak dalam melakukan pergerakan.

"Sekarang ini orang tidak melakukan pergerakan tapi pesan makanan selalu secara online. Bolak balik pesan online terus, emisinya lebih tinggi dan bertambah. Mending masak sendiri," ujarnya.

Perubahan Iklim Jadi Rentan Sakit

Dalam kesempatan itu Ayu juga mengingatkan bahwa kondisi perubahan iklim sering kali membawa berbagai organisme bersama bermacam penyakit.

Dia mencontohkan badai dan banjir yang dapat menyebabkan perpindahan yang membawa manusia ke dalam kontak erat dengan patogen, seperti kolera.

Ditambahkan Head of Corporate Affairs AstraZeneca Indonesia, Hoerry Satrio, pemanasan suhu dan curah hujan dapat memperluas jangkauan patogen.

Juga memperluas risiko penyakit yang ditularkan melalui serangga kayak demam beradarah dengue (DBD) dan malaria.

Lebih lanjut Hoerry, mengatakan, berkurangnya lahan hijau termasuk hutan pun berdampak pada meningkatnya penyakit pernapasan seperti asma.

Menurutnya, sebesar 15 persen penyakit respirasi disebabkan oleh polusi. Itu mengapa anak-anak sekarang rentan dan gampang sekali sakit.

"Karena tadi, cuaca yang tidak jelas polanya," katanya.

 

 

3 dari 3 halaman

Penghijauan untuk Selamatkan Bumi dari Dampak Perubahan Iklim

Menyikapi permasalahan ini, AstraZeneca menyadari hubungan yang erat antara kesehatan manusia dan kesehatan bumi. Terlebih perubahan iklim sudah mulai terasa, seperti:

  • Mempengaruhi pasokan pangan, kualitas dan ketersediaan air
  • Kebakaran hutan
  • Kenaikan permukaan air laut
  • Banjir
  • Pencairan es di kutub
  • Badai besar, dan
  • Mempercepat laju kepunahan keanekaragaman hayati.

Dikatakan Hoerry, AstraZeneca Indonesia menghargai komitmen pemerintah dalam upaya mengurangi emisi dan memulihkan alam, serta kemitraan kolaboratif dengan AstraZeneca guna mencapai tujuan yang dicanangkan dalam Persetujuan Paris dalam mengurangi emisi GRK di negara ini. 

AstraZeneca, kata Hoerry, mengusung misi yang sama dengan pemerintah dan berkomitmen untuk berperan serta dalam mendorong transisi menuju emisi nol, dengan mengambil tindakan melalui program Ambition Zero Carbon.

Melalui AZ Forest, AstraZeneca juga berkomitmen menginvestasikan US$400 juta untuk menanam dan memelihara 200 juta pohon di seluruh dunia hingga tahun 2030, menggandakan komitmen kami pada tahun 2020 sebesar 50 juta pohon hingga akhir tahun 2025 sebanyak empat kali lipat

"Melalui AZ Forest, kami bekerja dengan komunitas lokal dan pakar ekologi dalam upaya penghijauan skala besar, pelestarian keanekaragaman hayati dan mendukung mata pencaharian yang berkelanjutan," katanya.

"Sejak awal kemitraan, program AZ Forest telah menanam lebih dari 4 juta pohon di Indonesia dan memberikan dampak pada sekitar 20.000 keluarga petani pada 240 desa di Jawa Barat," dia menekankan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini