Liputan6.com, Jakarta Rencana vaksinasi berbayar sudah terdengar sejak beberapa bulan lalu. Kini, Indonesia sudah masuk endemi dan rencana itu semakin dekat di depan mata.
Pemerintah merencanakan vaksin COVID-19 akan mulai berbayar pada tahun depan. Di sisi lain, saat inicapaian vaksinasi khususnya booster pertama maupun kedua sebenarnya masih rendah.
Baca Juga
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 25 Juli 2023, capaian vaksin booster pertama masih di bawah 40 persen, tepatnya 38,07 persen. Sedangkan, vaksinasi booster kedua masih sekitar 1,89 persen.
Advertisement
Berkaitan dengan hal itu, Epidemiolog Global Health Security Policy Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa rencana untuk membuat vaksinasi berbayar pun akan menjauhkan target capaian vaksinasi tersebut.
Dicky menyebut, keputusan vaksinasi COVID-19 berbayar tentu tidak aman jika mengacu pada target vaksinasi booster saat ini.
"Tentu tidak aman dan cenderung menjauhkan dari target capaian vaksinasi," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com, Selasa (25/7/2023).
Vaksin Bisa Jadi Modal Imunitas
Terlebih lagi, Dicky mengungkapkan bahwa membiarkan vaksin COVID-19 tetap gratis punya keuntungan. Utamanya dalam menjaga modal imunitas masyarakat.
Bahkan, modal imunitas dari vaksinasi bisa tetap efektif untuk menghalau jika nantinya akan ada gelombang COVID-19 susulan.
"Itu (vaksin COVID-19 gratis) yang akan menjaga modal imunitas di masyarakat tetap kuat, tetap memadai untuk menghalau beragam gelombang atau kehadiran subvarian yang muncul atau varian (baru) yang muncul," kata Dicky.
Soal Vaksinasi COVID-19 di Luar Negeri
Lebih lanjut Dicky mengonfirmasi bahwasanya vaksinasi COVID-19 di luar negeri khususnya Australia sendiri masih gratis.
Hal itu lantaran vaksinasi masuk dalam ranah public health intervention.
"Di Australia khususnya, vaksin COVID-19 itu masih gratis," ujar Dicky.
"Ini sesuai dengan prinsip bahwa vaksin itu masuk kategori public health intervention atau intervensi kesehatan masyarakat yang notabene itu ada dalam kewajiban negara," sambungnya.
Advertisement
Bayar Vaksinasi COVID-19 Lewat BPJS Kesehatan
Dicky mengungkapkan bahwa berkaitan dengan public health intervention jugalah, vaksin COVID-19 kurang tepat jikalau masuk dalam ranah BPJS Kesehatan.
"Masuknya dalam kategori itu (public health intervention). Itu sebabnya vaksin ini tidak bisa masuk ke BPJS, karena BPJS itu bukan public health," kata Dicky.
"(BPJS) bukan suatu institusi yang bergerak atau bertanggung jawab untuk kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat itu ada di Kemenkes dan di negara."
Kelompok yang Perlu Ditanggung Vaksin COVID-19
Menurut Dicky, merujuk pada public health intervention pula, vaksin COVID-19 bayar atau tidaknya harus melihat konteks dan kelompok mana yang disasar.
"Keputusan untuk menerapkan vaksin COVID-19 ini berbayar menjadi harus dilihat konteksnya. Dalam artian, kalau itu untuk kelompok marginal, kelompok berisiko tinggi, vaksin primer, itu harusnya ditanggung oleh pemerintah," ujar Dicky.
Sedangkan, jika memang tidak masuk dalam kategori yang disebutkan, maka menurut Dicky, bisa saja vaksin COVID-19 dibuat berbayar.
"Misalnya masuk kelompok yang tidak berisiko tinggi, bukan juga vaksin primer, bisa saja (berbayar). Tapi tidak bisa dibebankan ke BPJS, dia harus mungkin asuransi lain atau bayar sendiri," kata Dicky.
Menurut Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, bila nanti berbayar, memang bakal ada kelompok yang bisa mendapatkan vaksin COVID-19 gratis. Kelompok masyarakat berisiko tinggi dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan akan dikecualikan dari ketentuan vaksinasi COVID-19 berbayar mulai awal 2024.
"Kebijakan pemerintah arahnya jika ini beresiko tinggi dan dia sudah dicover BPJS Kesehatan, dia masuk ke situ. Kalau belum, masih beli sendiri normal seperti layanan kesehatan lainnya," kata Budi usai menghadiri Rapat Koordinasi Stunting di Balai Kota Jakarta, Senin, 24 Juli 2023.Â
Advertisement