Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) Penny K Lukito menegaskan bahwa pemanis buatan aspartam (aspartame) masih diperbolehkan digunakan dalam produk makanan dan minuman. Namun, yang perlu diperhatikan adalah jumlah pemakaiannya.
Pernyataan Penny ini merespons laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 14 Juli 2023 terkait kajian dampak kesehatan pemanis buatan aspartam (Aspartame Hazard and Risk Assesment) oleh Joint WHO/FAO Expert Committee on Food Additive (JECFA) dan International Agency for Research on Cancer (IARC).
Baca Juga
"Sampai dengan saat ini, belum ada perubahan (regulasi). Sementara sekarang ikuti aturan yang ada terutama adalah jumlah pemakaiannya, intensitas pemakaian,"Â ujar Penny saat diwawancarai Health Liputan6.com di Hotel JW Marriott Jakarta pada Rabu, 26 Juli 2023.
Advertisement
"Itu yang mungkin harus diperhitungkan saja dulu," Penny menambahkan.
Perlu Pendalaman Bukti Aspartam Sebabkan Kanker
Hasil kajian dari Joint WHO/FAO Expert Committee on Food Additive (JECFA) dan International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa ada potensi zat karsinogenik yang dapat memicu kanker akibat penggunaan aspartam.
Walau begitu, Penny menekankan bahwa hal itu belumlah pasti dan perlu ada pendalaman bukti.
"Jadi, belum ada kesimpulan bahwa itu adalah penyebab. Saya kira Badan POM RI sudah mengeluarkan penjelasan ke publik dan (regulasi) yang ada sekarang tetap diikuti," katanya.
"Ini terutama karena masih perlu ada pendalaman untuk mencari bukti bahwa itu adalah penyebab kanker yang sangat signifikan," Kepala BPOM RI menekankan.
BPOM RI Ikuti Standar Codex
Dijelaskan Penny bahwa BPOM RI turut mengikuti acuan standar dari Codex General Standard for Food Additives (Codex GSFA) dalam meregulasi soal pemanis buatan.
Dia menekankan bahwa pemanis buatan aspartam masih diizinkan untuk digunakan pada produk pangan.
"Intinya masih pendalaman lagi (soal potensi kanker). Tentunya, regulatornya belum berubah dan Badan POM kan bersama dengan regulatory authority lainnya secara global kan mengikuti Codex,"Â Penny menjelaskan.
"Itu adalah standar yang telah ditetapkan dan itu bagian dari WHO kan untuk standar pangan," ujarnya.
Advertisement
Pemanis Buatan Aspartam Masih Aman
Sampai saat ini, Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah FAO/WHO masih merekomendasikan penggunaan aspartam pada pangan olahan dan berdasarkan hal tersebut, aspartam masih dikategorikan aman.
Regulasi di Indonesia mengacu pada Codex General Standard for Food Additives (Codex GSFA) dan saat ini masih mengizinkan aspartam sebagai pemanis buatan dalam produk pangan.
BPOM Monitor Perkembangan Aspartam
Pada pernyataan resmi BPOM, Selasa (25/7/2023), regulasi untuk bahan tambahan pangan pemanis buatan aspartam masih tetap sesuai batas maksimum yang ditetapkan dalam Peraturan BPOM Nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan.
BPOM belum perlu melakukan perubahan regulasi penggunaan aspartam pada pangan olahan. Namun, tetap memonitor perkembangan lebih lanjut mengenai kajian keamanan aspartam oleh IARC dan JECFA.
Batasan Asupan Harian yang dapat Diterima
Head of the Standards and Scientific Advice, Food and Nutrition Unit WHO, Dr. Moez Sanaa menyatakan, tetap diperlukan kajian lebih lanjut soal aspartam.
Hal ini melihat bahwa JECFA menyimpulkan, data yang dievaluasi menunjukkan tidak ada cukup alasan untuk mengubah asupan harian yang dapat diterima yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0–40 mg/kg berat badan untuk aspartam.
Â
Maka, komite ini menegaskan kembali, seseorang aman jika mengonsumsi dalam batas tersebut per hari. Misalnya, dengan sekaleng minuman ringan diet yang mengandung 200 atau 300 mg aspartam.
Orang dewasa dengan berat 70 kg perlu mengonsumsi lebih dari 9–14 kaleng per hari untuk melebihi asupan harian yang dapat diterima, dengan asumsi tidak ada asupan tambahan dari sumber makanan lain, tulis WHO dalam rilis resmi yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (17/7/2023).
Â
Advertisement