Sukses

IDI Sentil Problem Bullying pada Dokter, Itu Bukan Tradisi

Penegasan IDI soal bullying pada dokter itu bukan disebut sebagai 'tradisi' meski sudah bertahun-tahun terjadi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemberitaan kasus bullying pada dokter dalam sepekan terakhir terus menjadi perbincangan hangat.  Bullying atau perundungan di dunia pendidikan kedokteran pun kerap disebut sebagai ‘tradisi’ yang turun temurun menjerat calon dokter yang sedang menempuh pendidikan.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh. Adib Khumaidi menegaskan, tidak ada yang namanya disebut ‘tradisi’ berkaitan dengan bullying di dunia pendidikan kedokteran. Sebab, hal itu jelas tidak tertulis dalam kode etik.

“Problem bullying adalah bukan problem ‘tradisi.’ Kemudian kita bicara itu ‘tradisi’ dalam tradisi profesi (kedokteran), tidak ada di dalam aturan kode etik yang kemudian membenarkan sebuah bullying,” tegasnya saat sesi 'Media Group Interview mengenai Bullying di Pendidikan Kedokteran' ditulis Minggu (30/7/2023).

“Temukan hal-hal yang berkaitan dengan bullying yang harus kita tindak adalah oknum. Oknum inilah yang mesti diproses untuk melindungi rekan sejawat dokter karena sudah berkaitan dengan pelanggaran etika, berkaitan dengan permasalahan kriminal.”

Tindak Tegas Oknum

Adanya oknum bullying terhadap dokter, Adib menekankan, organisasi profesi akan menindak tegas jika perundungan itu benar terjadi. 

“Kami sangat tegas untuk kemudian menindak jika oknum yang melakukan bullying dan kami akan menindaklanjuti dengan tegas jika memang betul informasi yang disampaikan oleh teman-teman sejawat kami,” terangnya.

“Saya kira itu sebuah hal yang benar-benar bisa melanggar etik dan bahkan juga bisa pada pidana umum karena kriminal.”

2 dari 3 halaman

Melindungi Sejawat Dokter

Persoalan perundungan, menurut Moh. Adib Khumaidi adalah sebuah hal yang berkaitan dengan corporate, kesejawatan yang ada di dalam profesi dokter. Artinya, peran-peran yang dilakukan dalam konteks haruslah sesuai tertuang pada kode etik kedokteran dan ada di dalam sumpah dokter.

“Kami, sebagai organisasi profesi untuk kemudian juga melindungi sejawatnya. Kalau kita merujuk pada kasus-kasus yang sudah pernah terjadi, jadi ada hal-hal yang kepentingan etika, berkaitan juga dengan disiplin, yang kemudian kita teruskan kepada majelis kehormatan konsil kedokteran Indonesia,” lanjutnya.

“Dan juga ada kasus yang pernah sampai masuk di tingkat pengadilan umum dan kami pada saat itu juga menjadi satu bagian untuk menjadi melindungi anggota kami. Pada saat itu bisa terbebas ya dan bebas dalam konteks karena dia adalah korban sebenarnya.”

3 dari 3 halaman

Tetap Bisa Melanjutkan Pendidikan

Dalam upaya menangani bullying, IDI turut menjadi saksi ahli yang pada akhirnya keterlibatan korban tetap bisa melanjutkan pendidikan.

“Yang ini pada kasus yang masuk kepada pengadilan umum,” kata Moh. Adib Khumaidi.

Upaya Pencegahan Bullying

Demi melawan tindak perundungan di dunia kedokteran, Adib mengatakan, harus ada kerja sama antara fakultas kedokteran di bawah Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai pengelola pendidikan berkoordinasi dengan organisasi profesi.

“Selain itu juga bersama-sama dengan Kementerian Kesehatan untuk melakukan suatu upaya bersama untuk melakukan pencegahan. Bagian pertama adalah pencegahan,” katanya.

“Yang kedua adalah membuka hotline termasuk juga yang harus kita lakukan untuk perlindungan kepada teman sejawat yang melakukan perlindungan, ini concern (perhatian) kami.”