Liputan6.com, Jakarta - Postpartum depression atau depresi pascamelahirkan adalah kondisi depresi berat yang terjadi pada 4-6 minggu setelah melahirkan. Bahkan dapat terjadi hingga satu tahun setelah melahirkan. Kondisi ini berbeda dengan baby blues yang terjadi sekitar dua minggu usai melahirkan.
Kondisi postpartum depression memiliki gejala perasaan depresi, menangis tanpa sebab, kecemasan berlebihan, menarik diri, perubahan berat badan entah itu naik atau turun.
Baca Juga
Secara global, pospartum depression terjadi pada 10-15 persen ibu yang baru melahirkan. Namun, angka kejadian di Asia di atas 25 persen seperti dituliskan dalam 168 Jurnal Kesehatan Volume 11 Nomor 1 Tahun 2020.
Advertisement
Bahkan, pada kehamilan yang sudah direncanakan risiko seseorang mengalami postpartum depression masih ada seperti disampaikan psikolog klinis dewasa Nuran Abdat.
"Baik kehamilan terencana dan tidak terencana punya kemungkinan alami postpartum depression," kata Nuran Abdat dalam diskusi bersama PB IDI pada Kamis, 3 Agustus 2023.
Pada kehamilan yang direncanakan biasanya sudah dipersiapkan kondisi fisik dan nutrisi ibu, finansial, lalu sederet persiapan persalinan. Namun, apakah mental sudah dipersiapkan juga? Apakah sudah ditinjau mental sudah aman atau belum?
"Kalau ada bagian-bagian yang belum dipersiapkan itu, jadi masih ada celah untuk alami postpartum depression," kata Nuran.
Beda Gejala Baby Blues dengan Postpartum Depression
Banyak yang mungkin bingung perbedaan baby blues dengan postpartum depression. Berikut perbedaannya seperti disampaikan Nuran.
Baby Blues
80 persen wanita mengalami baby blues. Muncul 2-3 hari setelah melahirkan. Durasi gejala terjadi dua minggu setelah melahirkan.
"Penyebab baby blues diyakini karena perubahan fisiologis yang dialami ibu setelah melahirkan," kata Nuran.
Gejala:
- Perubahan emosi yang signifikan/emosi naik turun
- Rasa sedih
- Mudah lupa
- Mudah tersinggung dan stres ketika bayi lahir
- Menangis
- Tidur tidak berkualitas
- Cemas karena takut tidak merawat bayi dengan baik
Â
Â
Advertisement
Gejala Postpartum Depression
Biasanya muncul pada bulan kedua atau ketiga setelah melahirkan. Menurut DSM, gejala PPD bahkan dapat muncul sejak ibu masih hamil.
"Postpartum depression lebih dipengaruhi faktor psikososial seperti stres berlebih yang dialami ibu. Stres tersebut ditambahah perubahan hormon membuat situasi kehidpan jadi menantang," kata Nuran.
Gejala Postpartum Depression:
- Perasaan sedih dan putus asa berlebihan
- Menangis berlebihan karena perasaan sedih dan putus asa. "Ibu juga sendiri dengan peraaan yang dialami," kata Nuran.
- Mengalami perubahan suasana hati ekstrem
- Tidak memiliki harapan atau putus asa
- Merasa tidak berguna
- Merasa penurunan harga diri dan takut tidak mampu menjadi ibu yang baik. Rasa malu, bersalah atau tidak cakap sebagai ibu
- Cemas berlebihan atau merasakan panic attack
- Pola makan tidak berkualitas seperti kehilangan nafsu makan atau malah berlebihan
- Marah berlebihan
- Rasa lelah dan tidak berenergi berkepanjangan
- Tidak melakukan ketertarikan untuk melakukan kegiatan dan tidak mampu merasa bahagia atas kelahiran bayi
- Kesulitan membangun ikatan dengan bayi sehingga merasa tidak mampu menjadi ibu yang baik
- Ada keinginan menyakit diri atau bayi
- Ada keinginan bunuh diri atau membunuh bayi
Nuran mengatakan penting untuk mendiskusikan gejala yang dialami dengan psikolog maupun psikiater untuk menegakkan diagnosis.Â
Bila Muncul Pikiran Menyakiti Diri atau Bayi
Psikolog klinis yang berpraktik di Brawijaya Clinic Kemang & RS UMMI Bogor mengungkapkan bahwa dalam menghadapinya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh ibu.
Termasuk, lebih dulu menenangkan diri sendiri dan menghubungi orang terdekat yang bisa diandalkan.
"Sekadar anak sudah ditaruh, kita minum dulu deh. Minum sebentar, sudah minum, tarik napas. Baru kita tanya (ke diri sendiri), 'Barusan kenapa sih? Apa yang tiba-tiba membuatmu seperti itu? Coba yuk sekarang kita minta bantuan'," katanya.
Hubungi Suami atau Sahabat
Nuran menyarankan untuk segera menghubungi siapa pun yang bisa dihubungi, terutama jika tidak ada orang di sekitar Anda saat kondisi berlangsung.
"Telepon siapa? Telepon suami mungkin di kantor. Telepon orangtua, telepon sahabat. Siapa pun orang terpercaya yang bisa kita telpon, telepon kalau enggak ada orang di rumah," kata Nuran.
Menurut Nuran, yang penting adalah mencari pertolongan pertama. Perihal tindakan yang perlu dilakukan sebaiknya diurus nantinya sesuai anjuran psikolog atau psikiater.
"Enggak masalah, yang penting pertolongan pertama dulu. Lebih butuhnya ke mana itu urusan nanti," kata Nuran.
Jika hal ini sudah terasa mengganggu, berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk membantu.
Advertisement