Liputan6.com, Jakarta - Film Barbie terbaru yang dibintangi oleh Margot Robbie dan Ryan Gosling telah sukses menarik perhatian pecinta Barbie di seluruh dunia.
Film yang mengisahkan kehidupan sosok wanita bernama Barbie yang tinggal di Barbie Land ini pun laris dan jadi perbincangan hangat netizen di media sosial.
Baca Juga
Sayangnya, meski film satu ini menekankan body positivity dan menentang standar kecantikan boneka Barbie yang tidak realistis, nyatanya masih ada saja orang-orang yang melakukan berbagai macam cara untuk terlihat mirip boneka Barbie.
Advertisement
Tak hanya sekadar berdandan dan berpakaian ala Barbie, tak sedikit yang sampai harus merogoh kocek lebih dalam guna mendapatkan Barbie Botox.
#BarbieBotox adalah tren kosmetik terbaru yang viral di media sosial setelah film Barbie rilis baru-baru ini. Para pengguna TikTok berbondong-bondong mendokumentasikan pengalamannya mendapat suntikan botox untuk mengecilkan leher dan bahu.
Meski botox memang sudah jadi salah satu prosedur kosmetik umum, Dr. Amy Wechsler, dokter kulit sekaligus psikiater di New York City mengatakan bahwa tren satu ini bukanlah ide yang bagus.
Trapezius Botox atau yang sekarang lebih akrab disebut sebagai Barbie Botox ini adalah prosedur yang melibatkan penyuntikan botulinum toxin, atau Botox, di antara leher dan bahu untuk merilekskan sebagian otot trapezius dan menghilangkan rasa sakit, Wechsler menjelaskan.
"Otot trapezius adalah otot yang sangat mudah digunakan secara berlebihan karena beberapa alasan," katanya kepada People.
Trapezius Botox Dilakukan untuk Meredakan Nyeri
"Pertama, ketika seseorang benar-benar stres, ia akan membungkukkan bahunya dan menggunakan otot trapeziusnya secara berlebihan," ujar Wechsler.
Yang kedua, ketika orang-orang sedang duduk di depan komputer, misalnya saat bekerja, ia cenderung membungkuk dan posisi ini biasanya dipertahankan dalam jangka waktu yang lama, hingga berjam-jam, yang berarti Anda jadi terlalu banyak menggunakan otot tersebut.
"Oleh sebab itu, otot yang terlalu sering digunakan menjadi lebih besar dari biasanya dan itu bisa membuat bagian atas bahu, di pangkal leher terlihat lelah dan lebih besar," lanjut Wechsler.
"Ini juga menyebabkan rasa sakit. Otot trapezius yang terlalu sering digunakan akan terasa sakit dan nyeri. Banyak orang merasa tidak nyaman karenanya."
Meskipun trapezius botox biasanya dilakukan untuk meredakan nyeri punggung dan bahu, beberapa pasien melakukannya untuk menciptakan ilusi leher yang lebih panjang dan ramping.
Misalnya seperti yang dilakukan para content creator yang mengikuti tren #BarbieBotox untuk mendapatkan leher dan bahu ramping layaknya boneka Barbie.
Advertisement
Jangan Asal Ikut Tren
Wechsler memperingatkan bahwa ini bukan tren yang harus diikuti kecuali Anda memang membutuhkannya secara medis, menggarisbawahi bahwa bentuk tubuh Barbie tidak realistis dan prosedur kosmetik tidak akan memberikan banyak efek nyata terhadap penampilan kebanyakan orang.
"Bertahun-tahun yang lalu, seseorang telah menjelaskan bahwa jika Anda mengambil boneka Barbie dan melihatnya sebagai wanita dewasa, pengukurannya benar-benar tidak realistis. Jadi saya tidak suka berpartisipasi dalam tren di media sosial karena seringnya hal tersebut tidak didukung sains," jelasnya.
"Saya pikir itu memang sifat manusia yang selalu ingin mengikuti tren, tetapi biasanya apa yang terjadi—yang merupakan hal yang bagus—adalah tren tersebut akan hilang dengan sendirinya jika itu bukan hal yang baik atau jika itu tidak sehat."
"Tren #BarbieBotox lebih tentang melangsingkan," tambah Wechsler. "Jika Anda mengendurkan otot-otot tersebut, itu bisa membuat peningkatan besar dalam hal rasa dan tampilan. Meskipun demikian jika seseorang tidak terlalu sering menggunakan otot tersebut, saya rasa itu tidak terlalu berpengaruh."
Berkonsultasilah terlebih Dahulu
Hasil Botox trapezius biasanya terlihat dua minggu setelah suntikan dan berlangsung selama sekitar tiga sampai empat bulan.
Meski Wechsler mengatakan memar di tempat suntikan adalah satu-satunya efek samping yang umum, dia mengakui bahwa dalam praktiknya sendiri, dia hanya akan menyuntikkan Botox ke otot-otot trapezius ketika otot tersebut benar-benar sudah sangat kelelahan akibat digunakan secara berlebihan atau karena menyebabkan masalah kesehatan. Ini karena tindakan botox trapezius mungkin tidak aman dalam jangka panjang.
"Saya tidak berpikir otot itu harus diinjeksi jika tidak terlalu sering digunakan karena orang melakukannya dalam upaya untuk merampingkan otot, sementara kita membutuhkan otot trapezius," tegasnya.
"Kita membutuhkannya untuk kekuatan punggung atas dan pangkal leher serta untuk postur dan lain sebagainya. Jadi, bukan ide yang baik untuk benar-benar melemaskan otot ini atau membuatnya terlalu lemah. Itu tidak aman."
"Saya selalu menyarankan untuk berkonsultasi dengan profesional. Dengarkan apa yang dikatakan orang tersebut. Biarkan ia memeriksa Anda dan memberi tahu semua plus dan minusnya," Wechsler mengingatkan.
Â
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement