Sukses

Obesitas Picu Mikropenis, Dokter: Kalau Hormon Terganggu Bisa Ganggu Reproduksi

Menurut dokter spesialis anak Novitria Dwinanda, micropenis akibat obesitas adalah kondisi tenggelamnya penis akibat tubuh yang terlampau besar.

Liputan6.com, Jakarta Obesitas dapat memicu berbagai masalah kesehatan dan keluhan pada tubuh salah satunya micropenis (mikropenis).

Menurut dokter spesialis anak subspesialis kesehatan anak, nutrisi, dan penyakit metabolik RS Pondok Indah - Puri Indah Novitria Dwinanda, micropenis akibat obesitas adalah kondisi tenggelamnya penis akibat tubuh yang terlampau besar.

“Salah satu gejala obesitas adalah mikropenis, jadi banyak yang datang ke saya, awalnya anak mau disunat tapi kata dokter sunatnya ‘enggak bisa, enggak kelihatan kurusin dulu’,” kata Novitria menjawab pertanyaan Health Liputan6.com dalam temu media di Jakarta Selatan, Selasa (8/8/2023).

“Dia menjadi micropenis bukan karena pada dasarnya dia penisnya kecil, tapi karena tenggelam di dalam lemaknya. Jadi perutnya gede, lemak pahanya gede, semuanya gede jadi penis tenggelam kesannya,” tambanya.

Masalah ini dapat ditangani dengan penatalaksanaan pada obesitas yang dialami anak.

“Jadi gimana, apa bisa normal? Ya kalau dia kurus akan biasa lagi (penisnya).”

Novitria mengaminkan bahwa penanganan micropenis pada anak cukup dengan menangani obesitasnya saja. Dengan catatan tidak ada gangguan hormon.

Tidak Serta-merta Ganggu Reproduksi

Novitria menambahkan, micropenis pada anak dengan obesitas tidak serta-merta mengganggu kemampuan reproduksi di masa depan.

Secara fisik, penis dapat terlihat baik jika tubuh sudah tidak kelebihan berat badan. Namun, secara reproduksi, ini kaitannya dengan hormon.

Obesitas sendiri bisa berpengaruh pada hormon. Jika hormon terganggu, maka reproduksi pun terganggu. Demikian pula sebaliknya.

Micropenis tidak mengganggu reproduksi, kalau hormonnya tidak terganggu. Obesitas memang bisa memengaruhi hormon, kalau hormon terganggu maka akan mengganggu reproduksi.”   

2 dari 4 halaman

Penanganan Obesitas Lebih Sulit dari Gizi Buruk

Lebih lanjut, Novitria mengatakan, micropenis memang bisa diatasi dengan menangani obesitasnya. Namun, penanganan obesitas sendiri lebih sulit ketimbang penanganan pada gizi buruk.

“Menurut saya, menatalaksana obesitas itu lebih susah loh. Kalau gizi buruk itu (penanganannya) antara saya, pasien dan orangtua, selesai. Tapi kalau obesitas, oke kita atur makannya, saya dampingi, saya temani, ada komorbid kita obatin, semuanya kita obatin.”

Sayangnya, penanganan dari dokter saja tidak cukup lantaran ada faktor lingkungan yang bisa membuat pasien obesitas sulit menjauh dari penyakitnya.

“Ada (faktor) lingkungan, di situ susahnya. Lingkungan di luar sana yang tidak bisa ditangani oleh dokter seorang diri. Harus ada kesadaran dari orangtua dan anaknya.”

3 dari 4 halaman

Obesitas Akibat Faktor Lingkungan

Sebelumnya, Novitria menjelaskan kaitan antara obesitas dan faktor lingkungan. Ada beberapa hal sederhana di lingkungan yang bisa berkontribusi pada kenaikan angka obesitas pada anak.

Salah satu hal sederhana itu adalah kembalian permen. Saat belanja, jika pemilik warung tidak memiliki uang receh atau uang kecil, maka opsi yang dipilih adalah memberi kembalian uang dalam bentuk permen.

"Kalau permen kan biasanya anak yang makan. Kembalian pakai permen adalah hal sepele yang sumbang permasalahan obesitas," ujar Novitria.

4 dari 4 halaman

Jajanan Kantin Sekolah

Selain kebiasaan konsumsi permen dari kembalian uang di lingkungan masyarakat sekitar, kebiasaan tidak baik yang memicu obesitas juga terjadi di lingkungan sekolah.

Setiap sekolah biasanya memiliki kantin dengan berbagai jajanan yang mengandung gula dan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik anak-anak untuk membelinya.

Makanan-makanan itu bisa berupa keripik, makanan ringan dalam kemasan, minuman manis, minuman berwarna, dan jenis makanan lain yang dijual dengan harga murah.

"Di lingkungan kantin itu makanannya chips (keripik), minuman berwarna, coklat. Karena kalau jual air putih aja enggak laku, kalau jual rujak pada anak-anak itu enggak laku," kata Novitria.

Konsumsi jajanan sehari-hari ini juga ikut berkontribusi dalam menaikkan angka obesitas pada anak.