Sukses

Kemenkes Ungkap Bahaya Komplikasi jika ISPA Akibat Polusi Udara Terus Dialami

Bahaya komplikasi jika Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat polusi udara terus menerus terjadi.

Liputan6.com, Jakarta - Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akibat polusi udara yang terus menerus dialami dapat berakibat fatal terhadap kesehatan. Utamanya, akan memperburuk sistem pernapasan sehingga menimbulkan penyakit lain.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahril menerangkan, ISPA yang terjadi dalam jangka panjang dapat berubah menjadi kondisi kronis.

Pada tahap berat, dapat menimbulkan pneumonia.

"Tapi kalau itu (ISPA) dalam jangka lama, kemudian terus menerus. Lalu, numpuk dalam tubuh ya bisa jadi infeksi saluran napasnya, bisa jadi lebih kronis, bukan akut lagi," terang Syahril saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Selasa, 15 Agustus 2023.

"Kalau dia berat, apalagi dia punya komorbid, itu bisa menyebabkan pneumonia. Jadi, ISPA itu dapat menyebabkan kondisi berat yang namanya pneumonia."

Infeksi Campuran Makin Banyak

Ketika sudah terjadi pneumonia, berarti infeksi campuran masuk, baik polutan maupun infeksi virus karena bakteri, virus atau jamur di udara.

"Jadi -- kalau dia pneumonia -- sudah ada infeksi campurannya, karena polusi udara ditambah infeksi yang terus menerus. Ada infeksi lain, bisa kuman atau virus lainnya," lanjut Syahril.

2 dari 4 halaman

Pneumonia dapat Menyerang Siapa Saja

Pneumonia termasuk infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian bawah (alveoli). Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, dari usia balita hingga usia tua.

Pneumonia adalah radang jaringan paru yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan juga parasit. Ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi dan bersifat serius dan berhubungan dengan angka kesakitan dan angka kematian, khususnya pada populasi usia lanjut dan pasien dengan komorbid.

Umumnya, gejala pneumonia yang timbul berupa batuk berdahak, demam, nyeri dada, sesak napas, myalgia, dan sakit kepala.

Mengutip informasi laman Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, pada pasien usia lanjut dan pada kelompok immunocompromise sering didapatkan gejala dan tanda yang tidak khas, sehingga diagnosis pasti pneumonia ditegakkan berdasarkan foto toraks yang menunjukkan gambaran infiltrate/air bronchogram.

3 dari 4 halaman

638 Ribu Kasus ISPA di DKI Jakarta

Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat, ada lebih dari 638.000 kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Jakarta selama periode Januari hingga Juni 2023.

Rinciannya, pada Januari 2023 ada sebanyak 102.609 kasus ISPA di DK Jakarta, Februari 2023 sebanyak 104.638 kasus, Maret 2023 ada 119.734 kasus.

Lalu, ada sebanyak 109.705 kasus ISPA pada April 2023, tercatat ada 99.130 kasus ISPA pada Mei 2023 dan 102.475 kasus pada Juni 2023. Sehingga totalnya berdasarkan data laporan ISPA DKI Jakarta 2023 sebanyak 638.291 kasus.

"Hanya 0,9 persen warga DKI Jakarta terkena batuk pilek ISPA atau pneumonia setiap bulannya, rata-rata 100 ribu kasus dari 11 juta penduduk,” kata Kepala Seksi Surveilans, Epidemiologi, dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama dalam keterangannya, Jumat (11/8/2023).

4 dari 4 halaman

ISPA di Jakarta karena Pancaroba

Ngabila Salama menuturkan, tidak ada kenaikan yang signifikan dalam kasus ISPA di DKI Jakarta. Pergerakan trennya dinilai masih tetap.

“Kasus ISPA polanya akan sama dari tahun ke tahun, akan mulai meningkat pada September, lalu puncak di Oktober-November. Dan mulai kembali turun sesudah bulan Maret,” ujar dia.

Ketika ditanya penyebab adanya ratusan ribu warga yang terkena penyakit ISPA di Jakarta, Ngabila menyatakan, hal itu lebih karena kondisi pancaroba atau peralihan cuaca, bukan masalah polusi udara, yang belakangan ini kembali ramai diperbincangkan publik.

“Iya benar (penyebabnya bukan polusi udara), lebih pengaruh ke iklim,” tutur Ngabila.

Video Terkini