Liputan6.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal suasana politik yang sedang terjadi dalam 'Pidato Kenegaraan' di Sidang Tahunan MPR RI 2023.
Jokowi yang hadir dengan mengenakan baju adat Tanimbar Maluku menggambarkan suasananya sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren di kalangan politisi dan partai politik (parpol).
Baca Juga
Selain itu, Jokowi juga menyinggung soal sosok 'Pak Lurah' yang kerap dijadikan patokan setiap kali ditanya soal siapa Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).
Advertisement
"Setiap ditanya soal siapa Capres dan Cawapres-nya, jawabannya 'Belum ada arahan Pak Lurah'. Saya sempat mikir 'Siapa Pak Lurah ini?'. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah," kata Jokowi.
"Belakangan saya tahu, yang dimaksud Pak Lurah itu ternyata saya. Ya, saya jawab saja 'Saya bukan lurah, saya Presiden Republik Indonesia'," Jokowi menambahkan.
Jokowi Sadar Pak Lurah Sebutan Buatnya
Pada akhirnya Jokowi menyadari bahwa sebutan Pak Lurah mengarah kepada dirinya. Oleh sebab itu, Jokowi pun menegaskan bahwa dirinya bukan Ketua Umum Parpol, bukan juga Ketua Koalisi Partai.
"Dan sesuai ketentuan Undang-Undang yang menentukan Capres dan Cawapres itu parpol dan koalisi parpol," ujarnya.
Lebih lanjut Jokowi, mengatakan,"Jadi, saya mau bilang itu bukan wewenang saya, bukan wewenang Pak Lurah.".
Jokowi : Sudah Nasib jadi Presiden
Jokowi menyadari bahwa sudah nasib seorang presiden untuk dijadikan 'paten-patenan', dijadikan alibi, dan dijadikan tameng.
Bahkan, meski kampanye belum mulai, foto dirinya banyak dipasang di mana-mana.
"Saya ke provinsi A, eh, ada. Ke kota B, eh, ada. Ke Kabupaten C, ada. Sampai ke tikungan-tikungan di desa ada juga,"Â kata Joko Widodo.
"Tapi bukan foto saya sendirian. Ada yang di sebelahnya bareng Capres. Ya, ndak apa, boleh-boleh saja," Jokowi menekankan.
Â
Â
Jokowi : Posisi Presiden Tidak Senyaman Itu
Kemudian Jokowi menyinggung soal posisi presiden yang ternyata tidak senyaman yang dipersepsikan.
Jokowi, mengatakan, ada tanggung jawab besar yang harus diemban. Sebab, banyak permasalahan rakyat yang harus diselesaikan.
"Dan dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun, apapun bisa sampai ke presiden," ujarnya.
"Mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, ejekan, bahkan makian hingga fitnahan bisa dengan mudah disampaikan," dia menambahkan.
Â
Â
Advertisement
Jokowi pun Tahu Ada yang Menyebutnya Bodoh
Lebih lanjut, Jokowi, mengatakan, dirinya juga tahu ada yang mengatakan dirinya bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Fir'aun tolol.
"Ya nda apa, sebagai pribadi saya menerima saja. Tapi yang membuat saya sedih budaya santun budi pekerti luhur bangsa ini, kok kelihatannya mulai hilang? Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah," Katanya.
"Polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia. Memang tidak semua seperti itu. Saya melihat mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut," ujarnya.
Kemudian, Jokowi, menambahkan,"Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik. Bersatu menjaga mentalitas masyarakat sehingga kita bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa.".Â