Liputan6.com, Jakarta Cemaran Bisphenol A (BPA) pada kemasan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sudah menjadi isu global. Bahkan, beberapa negara pun sudah menerapkan regulasi, seperti pelabelan BPA pada produk kemasan AMDK galon guna ulang.
Berkaitan dengan itu, pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono mengingatkan kepada pemerintah untuk tidak tunduk pada keinginan industri. Ia juga meminta kepada pemerintah untuk segera menerapkan aturan pelabelan BPA pada galon guna ulang mengingat urgensinya pada kesehatan masyarakat luas.
Baca Juga
“Negara harus segera menerapkan regulasi pelabelan BPA. Penundaan pemberlakuan aturan pelabelan hanya akan menjadikan masalah kesehatan publik terus terakumulasi dan memunculkan kesan adanya pembiaran oleh negara," ujarnya.
Advertisement
Pandu mengungkapkan, regulasi pelabelan risiko BPA bakal menjadi wahana efektif untuk memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat terkait risiko BPA dalam galon guna ulang. Menurutnya, bukan zamannya lagi industri hadir di tengah masyarakat hanya untuk mengejar keuntungan.
"Industri air kemasan mengembang tanggung jawab yang juga besar terkait pelabelan tersebut," ungkapnya.
“Mereka juga punya tanggung jawab mendidik masyarakat serta menjamin setiap produknya aman untuk kesehatan,” jelas Pandu.
Risiko Kontaminasi BPA
Direktur Standardisasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Aisyah menjelaskan terkait risiko kontaminasi BPA adalah sesuatu yang nyata. Untuk itu, pemerintah menyiapkan rancangan pada pelabelan galon guna ulang.
"Hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia tersebut pada galon guna ulang di sejumlah kota menunjukkan “kecenderungan yang mengkhawatirkan”," jelasnya.
“Datanya memang cenderung mengkhawatirkan, migrasi BPA ada di kisaran 0,06 ppm sampai 0,6 ppm dan bahkan ada yang di atas 0,6 ppm,” tambah Aisyah.
Sebelumnya, dilansir dari kanal Health Liputan6.com, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan bahwa kandungan BPA dalam Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di beberapa daerah sudah melebihi ambang batas.
Menurut temuan lapangan sepanjang 2021-2022, setidaknya ada enam daerah yang menunjukkan kandungan BPA dalam AMDK galon guna ulang melebihi ambang batas yang ditentukan, yakni 0,6 ppm per liter.
Keenam kota itu adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara. Bahkan di Medan, ditemukan bahwa kandungan BPA dalam air di galon bisa mencapai 0,9 ppm per liter.
Advertisement
Perketat Ambang Batas Aman
Berkaitan dengan temuan di tahun 2022 tersebut, Aisyah mengungkapkan bahwa pemerintah berencana memperketat ambang batas aman migrasi serta toleransi asupan BPA yang bersumber dari air minum galon guna ulang, sumber air minum rutin bagi sedikitnya 85 juta warga Indonesia.
"Uni Eropa, otoritas keamanan pangan menetapkan ambang batas migrasi BPA sebesar 0,06 ppm dari sebelumnya 0,6 ppm. Masih di Eropa, otoritas keamanan pangan EFSA merevisi batas asupan harian (Total Daily Intake) BPA menjadi 20.000 kali menjadi 0,2 nanogram/kilogram berat badan pada April 2023," ungkapnya.
Untuk itu, sembari menunggu pengesahan rancangan regulasi pelabelan BPA, Aisyah pun menyarankan agar masyarakat lebih berhati-hati sebelum mengkonsumsi galon air minum bermerek yang beredar di pasar masih dengan kemasan plastik keras polikarbonat.
“Pastikan galonnya masih bersih, baru, kondisinya masih baik, tidak tergores, tidak kusam, tidak buram,” ujar Aisyah.
"Masyarakat perlu pula memperhatikan cara penyimpanan galon yang bakal mereka beli," jelansya.
Dirinya juga meminta kepada masyarakat agar lebih memperhatikan cara kerja distributor galon guna ulang. Aisyah mengatakan, masyarakat perlu menghindari membeli galon guna ulang yang kerap “dibanting dan dilempar” saat didistribusikan karena galon tersebut dijamin bakal tergores dan rawan terjadi pelepasan BPA.
“Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat,” katanya.
(*)