Liputan6.com, Jakarta Polusi udara yang buruk membuat sebagian orangtua khawatir untuk membiarkan anak-anaknya main di luar ruangan.
Di lain sisi, kegiatan di rumah terlalu lama bisa bikin anak bosa. Berujung anak minta screen time atau menonton atau bermain gawai. Baik layar ponsel, komputer, maupun TV. Gimana ya solusinya?
Baca Juga
“Dengan kondisi polusi udara seperti ini tentunya kita khawatir membiarkan anak keluar dari dalam rumah. Paling bagus adalah pengimbangan dengan kegiatan fisik yang harus dia lakukan di dalam rumah,” kata dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang pediatri sosial Ahmad Suryawan dalam temu media secara daring bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rabu (30/8/2023).
Advertisement
Alih-alih memilih main gawai selama di rumah, orangtua perlu mendampingi anak dalam memilih permainan yang menyenangkan tapi tetap melibatkan gerakan fisik.
“Aktivitas yang baik bagi anak di rumah sebenarnya adalah let them play. Jenis atau tipe permainannya biar anak yang menentukan,” ucap pria yang karib disapa Prof Wawan itu.
Contohnya, bermain polisi-polisian. Anak bisa memilihkan peran untuk dirinya dan orangtua. Misalnya, anak jadi polisinya dan orangtua jadi penjahatnya.
Tak sekadar mengikuti keinginan anak, orangtua juga perlu berinteraksi aktif dengan buah hati.
“Anda harus responsif, tanya, ‘Polisi di mana, di Amerika apa di Indonesia?’, ajak dulu interaksi.”
Biarkan anak mengeksplorasi imajinasinya. Agar permainan ini melibatkan gerakan fisik, maka biarkan anak untuk seolah-olah memiliki markasnya sendiri. Misalnya, anak di kamar tamu sedangkan orangtua di kamar lainnya. Ini membuat anak bisa bermain menggunakan fisik.
Hindari Mendikte Anak
Permainan yang melibatkan anak dalam perencanaannya akan lebih baik ketimbang mendikte anak. Misalnya, orangtua menyuruh anak untuk melakukan gerakan-gerakan yang dicontohkan.
“Seakan-akan itu seperti perintah guru olahraga, itu bukan permainan interaktif. Biarkan anak memilih permainan apa dan kita ingin apa, kemudian gabungkan.”
Permainan-permainan fisik juga perlu dipertimbangkan terkait variasinya. Ada bermain menggunting, bermain menempel, hingga bermain air sekalipun.
Dengan kata lain, permainan fisik pun tidak itu-itu saja, tapi perlu ada variasi dan pergantian.
Advertisement
Contoh Kasus
Berdasarkan pengalaman dalam penanganan anak, Prof Wawan juga memberi contoh kasus yang pernah ia tangani.
Saat itu, ada seorang anak yang sangat gemar bermain permainan di gawai dan sangat tidak suka permainan mencoret.
Hal ini perlu diatasi dengan cara-cara kreatif agar sang anak bersedia untuk melakukan permainan mencoret.
“Bagaimana cara kita mensubsidi, agar main game itu di dalamnya ada permainan mencoret? Caranya, minggu pertama, orangtua menjadi orangtua yang aneh karena tidak pernah lagi melarang anak bermain game. Namun, tetap ada di samping anak untuk bermain bersama.”
Selanjutnya, orangtua bisa mulai masuk dengan bermain bersama anak, memainkan game yang anak sukai di minggu kedua. Ajak anak untuk mengadu kemahiran dengan mengadakan lomba kecil.
Sediakan secarik kertas dan beri garis di tengahnya. Namai setiap sisi dengan nama panggilan untuk anak dan panggilan untuk orangtua. Misalnya, di sisi kiri diberi tulisan “Mama” dan di sisi kanan diberi tulisan “Ade”.
Beri satu garis di setiap sisi sebagai tanda perolehan nilai ketika memenangkan permainan. Jika sang ibu menang, maka tulis di kolom “Mama” dan jika anaknya yang menang maka minta dia untuk menulis sendiri satu garis di kolom “Ade”.
Menurut Wawan, dengan cara ini, anak dengan mudahnya bisa bermain mencoret tanpa harus diminta atau dipaksa.
“Itu enggak ada hambatan sama sekali, anaknya mau nyoret, mau nulis. Pelan-pelan tanpa mengurangi kesukaan dia, nanti porsi menulis ini makin lama makin banyak asal dengan satu syarat, jangan Anda melulu yang menang game-nya.”
Orangtua Jangan Mati Gaya
Dalam kasus lain, ada anak yang enggan memakai kaos. Namun, di sisi lain anak itu sangat gemar dengan karakter kartun Donald Bebek.
“Kenapa tidak Anda beli kaos yang ada gambar Donald Bebek, uh langsung mau dia pakai kaosnya.”
Wawan berpesan, di situasi seperti sekarang, orangtua tidak boleh mati gaya dalam mendampingi anak.
“Prinsipnya jangan mati gaya, orangtua itu enggak ada sekolahnya, tapi orangtua itu dituntut kreatif. Ini kan sesuatu yang sangat sulit, tapi Anda adalah orang yang paling bisa mengendalikan anak Anda,” tutupnya.
Advertisement