Sukses

Kemenkes RI Review Alat Deteksi Udara Terbaik Tangkal Polusi Udara, Siap Belajar dari China

Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pihaknya tengah fokus untuk mempersiapkan alat deteksi udara di puskesmas.

Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara yang melanda Jakarta dan sekitarnya menjadi perhatian berbagai pihak termasuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Untuk menanggulanginya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pihaknya tengah fokus untuk mempersiapkan alat deteksi udara di puskesmas.

"Di puskesmas sebenarnya ada sanitarian kit, itu yang kita minta untuk fokus. Cuma sanitarian kit ini seringnya dipakai di dalam. Nah, itu yang sekarang kita pelajari," kata Meski Budi usai Launching Nasional Integrasi Layanan Primer dan Penguatan Perencanaan Pembangunan Kesehatan di Jakarta pada Kamis 31 Agustus 2023.

Menkes Budi Soal Alat Deteksi Udara

Budi Gunadi Sadikin menambahkan bahwa sanitarian kit adalah alat lama. Sekarang ada alat baru yang menggunakan teknologi digital yang bisa dipasang di puskesmas.

"Sekarang saya sedang minta review, alat-alat apa sih yang paling bagus untuk dipasang di puskesmas karena toh kita ada dananya. Memang nanti apapun datanya, itu harus terintegrasi dengan data Kementerian Kesehatan," ujarnya.

Menkes Budi, menambahkan, selama ini puskesmas memang memiliki fungsi kesehatan lingkungannya yang dilengkapi dengan alat. Sayangnya, alat tersebut masih menggunakan teknologi lama.

Sementara, terkait alat deteksi yang lebih canggih yakni gas chromatography–mass spectrometry (GC–MS), diperlukan pembelajaran dulu dari China.

"GC-MS kan meniru dari China. Jadi, ketika ini kejadian, saya meminta teman-teman mempelajari dari China," kata Budi.

2 dari 4 halaman

Budi Gunadi Sadikin : PM2.5 Paling Bahaya bagi Kesehatan

Dia pun menyinggung soal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengatur tentang kesehatan lingkungan.

"Kan kesehatan lingkungan tuh ada kesehatan air, kesehatan tanah, dan kesehatan udara. Nah kalau kesehatan udara guideline-nya WHO ada enam yang diukur. Empat dalam bentuk gas, kalau enggak salah ada ozon, co (karbon monoksida), no2 (nitrogen dioksida), dan so2 (sulfur dioksida)," katanya.

"Dua dalam bentuk material, particulate matters (PM) lah mereka bilangnya. Itu yang PM10 sama PM2.5 mikron. Nah yang paling bahaya di kesehatan yang PM2.5 karena bisa masuk ke dalam tuh, kecil sekali, bisa masuk ke paru," dia menambahkan.

3 dari 4 halaman

Sumber PM2.5 Beragam

Maka dari itu, lanjut Budi, PM2.5 lah yang perlu diukur oleh alat. PM2.5 bisa datang dari berbagai macam sumber, biasanya dari pembakaran karbon. Bisa dari sampah, bensin, solar, dan pembakaran lainnya.

Perbedaan sumber ini menjadi penyebab sulitnya intervensi. Pasalnya, dalam melakukan intervensi yang tepat, maka perlu diketahui terlebih dulu sumber masalahnya.

“Kalau satu daerah tinggi PM2.5-nya, kadang-kadang kita sulit mengidentifikasi penyebabnya yang mana. Apa mobil, pabrik, pembangkit listrik. Itu kan susah dan kadang-kadang saling salah-salahan.”

4 dari 4 halaman

Berkaca pada Penanganan Polusi di China

Namun, di Negeri Tirai Bambu, hal seperti ini sudah bisa diketahui dengan alat.

“Di China udah punya alatnya, setiap partikel PM2.5 ini kita perlu ukur dari tiga aspek. Bentuknya, beratnya, sama jenis kimianya. Nah beratnya diukurnya pakai GC-MS, bentuknya diukur pakai X-ray, dan kimianya pakai infrared.”

“Jadi kalau kita punya tiga alat ini, GC-MS, X-ray, dan Infrared, kita bisa tahu beratnya, bentuknya, sama senyawa kimianya. Kalau kita tahu tiga hal ini maka kita bisa tahu asal PM2.5-nya dari mana.”

Budi memberi contoh, jika di Bekasi ditemukan banyak PM2.5 maka bisa diteliti berat, bentuk, dan senyawa kimianya. Misal, jika ternyata PM2.5 berasal dari pembakaran sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, maka yang perlu dibereskan adalah TPA-nya.

“Makanya di China tuh mereka bisa lebih tepat program intervensinya karena mereka tahu sumber polutannya,” tutup Budi.