Sukses

Gara-Gara Anemia Anak Bisa Jadi Korban Bullying, Begini Penjelasan Psikolog

Anemia merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menghambat perkembangan otak anak, ditambah dengan asupan nutrisi yang tidak memadai. Akibatnya, jika penyakit ini tidak segera diatasi, akan berdampak buruk pada kemampuan anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus.

Liputan6.com, Jakarta - Anemia pada anak bukan hanya berdampak pada perkembangan otaknya. Secara tidak langsung, anemia bahkan membuat seorang anak dapat menjadi korban bullying.

Seperti dijelaskan Psikolog Anna Surti Ariani, meski hubungan antara anemia dan bullying terjadi secara tidak langsung namun anak anemia biasnaya memiliki masalah pada emosinya sehingga cenderung bergaul tidak optimal.

"Adanya gangguan psikologis yang disebabkan oleh anemia, ketika sedang bergaul bersama temannya mungkin itulah yang membuat seorang anak dibully oleh teman-temannya," jelas Nina, dalam acara Bersama Cegah Anemia, Optimalkan Kognitif Generasi Maju, ditulis Jumat (1/9/2023).

Anemia Picu Masalah Psikologis Anak

Nina mengatakan, orangtua perlu memahami bahwa anemia tidak hanya berdampak negatif secara fisik, namun juga terhadap kondisi psikologis anak.

"Dalam jangka pendek, secara kognitif anak cenderung kurang konsentrasi, tidak mudah menangkap dan mengingat, serta emosinya ajuga cenderung lebih negatif, lebih mudah sedih/marah dan rentan stres," katanya.

Jika kondisi anemia pada anak tidak segera ditangani, dalam jangka panjang tumbuh kembangnya dapat terhambat, prestasinya cenderung rendah dan tak optimal karena mengalami kesulitan dalam belajar.

Hal tersebut menyebabkan anak mudah stres, yang dapat menimbulkan perubahan tingkah laku dan menyebabkan gangguan proses belajar.

"Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memastikan asupan nutrisi anak baik dan juga selalu melakukan stimulasi yang dibutuhkan oleh anak, juga menjaga hubungan yang hangat dengan anak," katanya.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Anak Indonesia Banyak yang Alami Anemia

Lima negara di Asia Tenggara dengan prevalensi anemia terbesar masih dipegang oleh Indonesia. Karena anemia sering kali timbul tanpa gejala dan terkadang orang tua mengabaikan kemungkinan anaknya menderita anemia dengan memeriksa kadar hemoglobin (Hb) darah, maka banyak sekali kasus anemia.

Faktanya, anemia merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menghambat perkembangan otak anak, ditambah dengan asupan nutrisi yang tidak memadai. Akibatnya, jika penyakit ini tidak segera diatasi, akan berdampak buruk pada kemampuan anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus.

Kondisi ini juga diperparah dengan kurangnya protein hewani masyarakat Indonesia yang hanya mencapai 43% dibandingkan konsumsi protein nabati dengan jumlah 57%.

Padahal kandungan zat besi dalam protein hewani lebih tinggi bandingkan dalam protein nabati, sehingga sangat penting untuk konsumsi protein hewani demi cegah anemia. Saat ini, kasus anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi, yang merupakan komponen penting bagi kesehatan anak.

Presiden Indonesian Nutrition Association Luciana B. Sutanto mengatakan, 1 dari 3 anak Indonesia rentan menderita anemia.

"Anemia dapat disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi harian si Kecil. Saat asupan Zat Besi tidak tercukupi dalam makanan harian si Kecil maka dapat terjadi gangguan perkembangan kognitif atau otak, dan pertumbuhan anak, seperti salah satunya menurunnya kecerdasan, fungsi otak, serta fungsi motorik anak seperti mudah kelelahan. Hal ini tentu tidak dapat dianggap enteng olah orangtua, apalagi di masa-masa sampai usia 5 tahun, dimana perkembangan otak anak masih berkembang pesat," katanya.

3 dari 3 halaman

Upaya Pencegahan Anemia

Tahun ini, Danone Indonesia melalui SGM Eksplor akan menjalankan inisiatif program baru untuk meningkatkan kesadaran para Bunda di Indonesia tentang risiko anemia pada anak di bawah usia 5 tahun, serta pentingnya mengkonsumsi makanan tinggi zat besi dan Vitamin C yang berasal dari protein hewani.

“Pemerintah, tenaga kesehatan, pihak swasta, masyarakat, maupun dari lingkungan terkecil yaitu keluarga dapat memberikan perhatian lebih dalam anemia terutama pada anak di bawah usia 5 tahun, untuk mendukung kemajuan anak Indonesia di masa depan,”  pungkas Medical & Scientific Affairs Director Danone Specialized Nutrition Indonesia Ray Wagiu Basrowi.