Liputan6.com, Jakarta - Ibu-ibu mungkin cemas bila ingin menjemur bayi di tengah risiko paparan polutan PM2.5 polusi udara. Ada rasa takut bila polutan PM2.5 terhirup masuk ke tubuh sang buah hati, yang dapat membahayakan kesehatan.
Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin, menjemur bayi yang biasa dilakukan di pagi hari boleh saja dilakukan. Meski begitu, sebaiknya tidak perlu berlama-lama.
Baca Juga
Cukup beberapa menit saja sampai tubuh bayi sudah dirasakan hangat. Namun, Budi Gunadi tak menyebut secara pasti, lama waktu untuk menjemur bayi.
Advertisement
"Setahu saya, kalau enggak salah penyinaran bayi (menjemur bayi) itu enggak usah lama-lama sih. Cuma berapa menit aja, abis itu kemudian bisa dikembalikan (selesai menjemur bayi)," ucap Budi Gunadi usai Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Cek Kondisi PM2.5
Sebelum menjemur bayi, orangtua dapat mengecek kondisi kadar polutan PM2.5 di tempat tinggal masing-masing. Pengecekan polusi udara dapat terpantau lewat beberapa aplikasi monitoring polusi udara yang mudah diakses lewat smartphone.
Sebut saja IQAir AirVisual, BreezoMeter, Plume Labs, Nafas, dan Air Matters.
"Kan matahari pagi bagus ya (buat menjemur bayi), tinggal dilihat aja berapa kondisi PM2.5-nya saat itu dan banyak alat-alat (aplikasi) monitoring juga," imbuh Budi Gunadi.
Bayi Perlu Terpapar Radiasi Ultraviolet B
Sinar matahari sangat penting untuk sintesis vitamin D pada kulit, bayi perlu terpapar radiasi ultraviolet B (UVB) tingkat rendah untuk dapat memproduksi vitamin D.
Oleh sebab itu, paparan sinar matahari pada bayi masih menjadi pilihan dengan beberapa rekomendasi perlindungan seperti menggunakan pakaian dan tabir surya.
Sintesis vintamin D dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti umur, pigmentasi kulit, luas permukaan kulit yang terpapar dan waktu terpapar sinar matahari. Untuk meningkatkan konsentrasi vitamin D, dibutuhkan setidaknya 20 persen dari luas permukaan kulit terpapar sinar matahari.
Lama Waktu Paparan Sinar Matahari
Merujuk informasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), beberapa penulis menganjurkan sensible sun exposure untuk menjaga konsentrasi vitamin D yang memadai, yaitu paparan kedua tangan dan kaki terhadap sinar matahari selama 5-30 menit, (tergantung waktu, musim, garis lintang dan pigmentasi kulit) sebanyak 2 kali sehari.
Advertisement
Hindari Jam 10 Pagi sampai 4 Sore
Rekomendasi perlindungan terhadap sinar matahari untuk bayi antara lain, menggunakan pakaian, memberikan tabir surya (minimal SPF 15) 15-20 menit sebelum paparan, ulangi pemakaiannya setiap 2 jam.
Perlu dicatat, hindari paparan sinar matahari pada pukul 10 pagi sampai 4 sore, karena jumlah radiasi sinar UVB paling tinggi pada periode waktu tersebut.
Rekomendasi menurut IDAI untuk menjemur bayi yang tepat, sebagai berikut:
- Para dokter sebaiknya menganjurkan orangtua untuk memakaikan baju, topi dan tabir surya selama menjemur bayinya. Ketika berada di luar, minimalisasi paparan cahaya matahari.
- Pakai tabir surya dengan SPF 15 atau lebih, dan ulang pemakaian setiap 2 jam atau setelah berkeringat.
- Orangtua dengan anak berisiko tinggi terkena melanoma harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang paparan sinar matahari yang aman. Anak dengan risiko tinggi antara lain kulit putih, muka berbintik (freckels) dan riwayat keluarga dengan melanoma.
- Paparan sinar matahari harus dihindari bagi bayi berusia kurang dari 6 bulan dan bayi harus selalu menggunakan pakaian dan topi untuk melindungi kulit. Orangtua boleh memberikan tabir surya saat sinar matahari tidak bisa dihindari dan hanya diberikan pada kulit yang terpapar saja. Pemakaian tabir surya pada bayi prematur dibatasi karena stratum korneumnya yang lebih tipis dapat mengabsorbsi bahan tabir surya lebih banyak.