Â
Liputan6.com, Jakarta Baby blues menjadi kondisi yang rentan dialami oleh ibu usai melahirkan. Sekitar 80 persen ibu baru melahirkan mengalami kondisi tersebut.
Baca Juga
"Ternyata sekitar 80 persen wanita hamil dan melahirkan itu justru menghadapi kondisi baby blues yang lebih banyak," kata psikolog klinis dewasa Nuran Abdat Management yang berpraktik di Brawijaya Clinic Kemang & RS UMMI Bogor, Nuran Abdat.
Advertisement
Penyebab baby blues umumnya lantaran ada perubahan fisiologis setelah melahirkan. Kondisi baby blues muncul dua sampai tiga hari setelah melahirkan dengan durasi sekitar dua minggu setelah melahirkan.
Dalam fase itu, ibu mungkin akan mengalami perasaan yang naik turun.
"Perubahan emosinya tetap ada tentunya. Naik turunnya emosi yang cukup jelas yaitu mood swing, rasa sedih yang luar biasa, mudah lupa, sulit konsentrasi, ada rasa sensitif yang tinggi, sering menangis, tidur yang tidak cukup berkualitas, dan rasa cemas karena takut tidak mampu merawat bayi dengan seutuhnya atau dengan baik," kata Nuran.
Berdasarkan pemaparan Nuran, jika ibu mengalami baby blues maka kemungkinan alami post partum depression (PPD) tiga kali lebih besar.Â
"PPD sendiri ternyata paling banyak dialami sekitar 20 persen dari wanita hamil dan melahirkan. Hanya, perhatikan nih, jangan sampai terlena dengan kata 20 hanya persen, yang terlihat hanya 20 persen. Berpotensi lagi untuk berkembang kelak jadi gangguan mental yang lebih dalam lagi," ujar Nuran.
Ibu Baby Blues Ingin Sakiti Bayi, Bisa Lakukan Ini
Rasa-rasa tidak nyaman pada fase awal memiliki bayi tak jarang membuat sebagian ibu merasa dan memiliki banyak pikiran negatif. Salah satunya yang berisiko muncul berkaitan dengan keinginan untuk menyakiti bayi secara fisik.
Psikolog klinis dewasa Nuran Abdat Management yang berpraktik di Brawijaya Clinic Kemang & RS UMMI Bogor, Nuran Abdat mengungkapkan bahwa hal penting yang bisa dilakukan adalah dengan menginformasikan pikiran itu pada orang terdekat.
Namun jika tidak ada orang, sebaiknya ibu menjaga jarak dulu dengan bayi.
"Pertama, jika pikiran (ingin menyakiti bayi) itu muncul, akan sangat bijak untuk mengomunikasikan dengan orang yang paling dekat," kata Nuran saat media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Ada enggak orangnya terlebih dahulu? Apabila tidak ada orang terdekat, please (misalnya) anak kita bisa kita taruh box lebih dulu, taruh kasur lebih dulu," sambungnya.
Advertisement
Emosi Tak Terkendali, Ibu Tenangkan Diri Dulu
Nuran menjelaskan, ibu dapat melakukan teknik relaksasi agar ibu dapat memproses perasaan negatif yang muncul sehingga bisa dikendalikan.
"Kitanya agak mundur. Cari posisi yang lebih nyaman dan lakukan kemungkinan teknik relaksasi apa pun yang bisa kita lakukan saat itu," kata Nuran.
Nuran mengungkapkan bahwa teknik relaksasi yang dilakukan bisa jadi berupa cara-cara sederhana. Seperti menarik napas atau bersandar.
"Walaupun teknik yang saat itu baru bisa dilakukan mungkin bersandar sebentar, baru bisa menarik napasnya saja. Enggak apa-apa," ujar Nuran.
Saat Muncul Pikiran Negatif, Jaga Jarak dengan Bayi
Nuran menuturkan bahwa penting untuk menjaga jarak lebih dulu dengan bayi saat ada pikiran negatif seperti ingin menyakiti. Hal itu biasanya dapat diterapkan saat ibu tidak memiliki orang lain di sekitarnya yang bisa dimintai pertolongan.
"Kenapa baby-nya kita minggirkan sebentar? Karena seringkali ibu tidak sedang bersama pendamping tertentu. Jadi saya enggak bisa pastikan ibu bisa langsung meminta pertolongan atau tidak," kata Nuran.
Selain itu, Nuran mengungkapkan bahwa saat mengambil jarak dengan bayi, ibu perlu meluruskan pikiran negatif yang muncul.
"Setidaknya menenangkan pikiran sesaat, karena kita memang perlu meluruskan dulu pemikiran tadi. Ini pemikiran yang wajar atau tidak wajar, benar atau tidak benar. Kita mau ambil realita kita lagi, kita realistis enggak nih, tepat atau tidak," kata Nuran.
Advertisement