Sukses

Menkes Budi Sebut Polusi Udara Jabodetabek Tak Penuhi Standar WHO

Polusi udara Jabodetabek tak pernah memenuhi standar WHO dalam dua tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta Polusi udara Jabodetabek ternyata tak pernah memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam dua tahun terakhir. Bahwa kualitas udara Jabodetabek rentang tahun 2021 - 2023 melebihi batas aman WHO, yakni kadar PM2.5 lebih dari 15 μg/m3.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, WHO telah memperbarui standar batas aman PM2.5, yaitu rerata 24 jam di angka 15 μg/m3 dan rerata satu tahun di angka 5 μg/m3. 

"PM2.5 ini yang biasa diukur di semua negara, polusinya tinggi. Nah, kadarnya tuh baru diperketat sama WHO, yaitu rata-rata perhari 15 mikrogram dan rata-rata satu tahun itu 5 mikrogram," ujar Budi Gunadi saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, ditulis Senin (4/9/2023).

"Di Indonesia, kita belum perbarui itu. Baru China aja yang perbarui."

Tak Penuhi Standar WHO, ISPA Naik

Walau sudah ada pembaruan kadar PM2.5 oleh WHO, lanjut Budi Gunadi, polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) dinilai melebihi standar aman WHO dari tahun 2021 - 2023.

"Nah, ini datanya dibandingkan dengan WHO. Kita enggak pernah memenuhi standar WHO. Relasinya itu mulai Januari 2023, ada kenaikan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) d Jakarta, dari 50.000 naik 200.000, naiknya 3 kali, 4 kali lipat," katanya.

2 dari 4 halaman

Keputusan Standar PM2.5, Tupoksi di KLHK

Terkait dengan perubahan standar kadar aman PM2.5 WHO, Menkes Budi Gunadi Sadikin sudah menyampaikan hal itu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat rapat terbatas beberapa hari lalu.

"Kalau ini berubah akan sangat sensitif ke semua orang. Jadi saya bilang ke Bapak Presiden, ya pakai batas  kuning aja lah Pak 25 15 μg/m3 dan 10 15 μg/m3. Tapi akhirnya diputuskan, kita ngikutin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," lanjutnya.

"Ya karena itu tupoksinya KLHK."

3 dari 4 halaman

Tidak Harus 100 Persen Ikuti Standar WHO

Sehubungan dengan standar polusi udara Jabodetabek belum sesuai batas aman WHO, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama memberikan komentar.

"Secara umum, baik untuk polusi udara maupun masalah kesehatan lain, maka setiap negara tidak harus 100 persen mengikuti WHO," tulis Tjandra melalui pesan singkat kepada Health Liputan6.com, Minggu (3/9/2023).

"Masing-masing negara dapat menentukan kriteria sendiri, demikian juga kebijakan kesehatan lain. Kebijakan kesehatan kita juga tidak semua sama persis dengan rekomendasi WHO."

90 Persen Anak di Dunia Terpapar Polusi

Khusus tentang kadar PM2.5 versi WHO, kata Tjandra, adalah angka baru. Adanya angka ini, sekitar 90 persen anak-anak di dunia dapat dikatakan terpapar dengan polusi di atas ambang batas WHO.

4 dari 4 halaman

Dampak Penurunan Rentang Usia

Adapun negara lain juga punya ambang batas aman PM2.5 yang berbeda. Publikasi AQLI tentang India menyebutkan, tingginya kadar polusi udara 2021 itu ternyata memberi dampak penurunan rentang usia (life span). Penduduk New Delhi menjadi lebih pendek 11,9 tahun.

"Kalau digunakan batas aman menurut WHO. Analisa lain, kalau menggunakan data standar polusi nasional India, maka penduduk New Delhi dapat kehilangan usia harapan hidup selama 8,5 tahun," jelas Tjandra Yoga Aditama.

"Tetapi bagaimanapun, jelas sekarang kita dalam situasi polusi udara yang sangat serius, mau kita pakai standar apapun juga, jauh lebih penting sekarang melakukan upaya terobosan out of the box agar polusi dapat segera terkendali."