Sukses

Stunting Bukan Cuma Bikin Anak Tumbuh Tak Optimal, Bonus Demografi Juga Terancam

Bonus demografi tidak dapat dinikmati secara maksimal jika berbagai kendala seperti stunting tidak ditangani dengan baik.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia tengah mendambakan bonus demografi yang akan dipetik pada puncaknya di 2030. Bonus demografi adalah situasi di mana sebuah negara mendapatkan keuntungan ekonomi karena jumlah penduduk usia produktifnya lebih banyak.

Sayangnya, bonus ini tidak dapat dinikmati secara maksimal jika berbagai kendala seperti stunting tidak ditangani dengan baik.

Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, bonus demografi yang dinikmati Indonesia akan menjadi sia-sia kalau stunting tidak ditangani dengan baik. Ini karena stunting akan menghasilkan generasi yang serba kekurangan.

“Kenapa stunting sangat berbahaya? Kalau anak sudah stunting hingga usia dua tahun, ia tidak bisa disembuhkan. Kondisi ini dapat mengganggu bukan hanya menghambat perkembangan fisik tapi juga intelektualitas dari anak tersebut,” kata Nihayatul dalam keterangan pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dikutip Selasa (5/9/2023).

Kondisi stunting dikhawatirkan akan membuat generasi berikutnya menjadi tidak berkualitas dan tidak mampu memimpin negara.

"Bayangkan di Indonesia kalau terdapat sekitar 20 persen bayi dengan kondisi stunting saat ini, maka 30 tahun lagi 20 persen anak mudanya tidak bisa memimpin negeri ini karena tidak berkualitas akibat stunting. Mari, kita bersama bahu membahu untuk memerangi stunting di Indonesia,” ucap perempuan yang karib disapa Neng Niek.

2 dari 4 halaman

Stunting Ancam Bonus Demografi

Neng Niek pun menjelaskan bagaimana ancaman yang diberikan stunting pada tercapainya bonus demografi.

“Indonesia sampai tahun 2035 akan mengalami bonus demografi di mana umur 16-60 tahun lebih banyak dari pada usia 65 tahun ke atas. Generasi produktifnya lebih banyak daripada non produktif.”

“Bila generasi produktif ini tidak berkualitas, bisa kita bayangkan bagaimana bangsa ini bisa mendapat manfaat dari bonus demografi," katanya.

3 dari 4 halaman

Faktor Penyebab Stunting

Ia juga menyoroti faktor-faktor penyebab stunting. Menurutnya, stunting tidak hanya karena faktor kekurangan asupan gizi, tapi juga bisa terjadi karena faktor pendidikan, faktor pengetahuan, dan faktor budaya.

Faktor pendidikan ini mencakup:

  • Pendidikan bagi orangtua tentang pemberian asupan gizi yang baik bagi anak.
  • Pengetahuan pada saat ibu mengandung seperti minum vitamin dan obat penambah darah.
  • Pengetahuan soal budaya pernikahan dini yang bisa memicu stunting.

“Pada pernikahan usia di bawah 20 tahun, organ tubuh perempuan belum sempurna. Ini akan berakibat pada jumlah asupan nutrisi bayi yang ada di dalam kandungan," ujarnya.

Pernikahan dini, lanjutnya, juga dapat memicu tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia.

4 dari 4 halaman

Upaya Pencegahan Stunting

Sementara itu, Pembina Program Pengendalian Penduduk BKKBN, Uni Hidayati, menambahkan soal upaya pencegahan stunting yang bisa dilakukan. 

Ia menyampaikan bahwa stunting bukan penyakit. Stunting bisa dicegah dengan cara memperhatikan pola pengasuhan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau selama 270 hari pada masa kehamilan. 

Selain itu, asupan gizi bagi ibu hamil harus diperhatikan karena di dalam kandungan ada bayi. Jangan pula lupa mengonsumi tablet tambah darah, dan memberikan ASI eksklusif selama enam bulan bagi bayi. 

Setelah itu, pemberian makanan pendamping ASI selama dua tahun, dan ibu harus rutin membawa bayi ke posyandu.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana, Kabupaten Banyuwangi, Henik Setyorini, mengajak masyarakat saling kerja sama dalam menurunkan angka stunting.

"Bantu pemerintah dengan mensukseskan program tambah darah bagi siswa SMP dan SMA agar tidak anemia. Juga mencegah pernikahan usia anak, karena banyak remaja putri menjadi janda dan berisiko melahirkan anak-anak stunting,” ujarnya.