Sukses

Cerita Menkes Budi di G20 India, Indonesia Sudah Perbanyak Deteksi Genom

Indonesia sudah mampu meningkatan surveilans deteksi genom atau Whole Genome Sequencing (WGS).

Liputan6.com, Gandhinagar - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 India baru saja selesai pada 10 September 2023. Dalam rangkaian pertemuan tersebut, Indonesia membagikan pengalaman di bidang kesehatan, salah satunya adalah upaya meningkatkan surveilans genomik atau Whole Genome Sequencing (WGS).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menuturkan, percepatan untuk meningkatkan deteksi genom ini mulai gencar dilakukan selama menghadapi pandemi COVID-19

Alhasil, dari 3 provinsi yang awalnya mampu melakukan WGS, sekarang sudah bertambah menjadi 15 provinsi.

Pengalaman Indonesia ini dibagikan Budi Gunadi saat ‘Ministerial Meeting Session 1: Health Emergencies Prevention, Preparedness and Response (HEPPR), The G20 Health Ministers Meeting India’ beberapa waktu lalu.

“Kami telah meningkatkan jumlah provinsi yang mampu melakukan surveilans WGS, dari 3 provinsi sebelum COVID-19, menjadi 15 provinsi setelah COVID-19,” tutur Budi Gunadi di Gandhinagar, India.

514 Kota Mampu Lakukan Tes PCR

Tak hanya dari sisi surveilans genomik, Indonesia juga meningkatkan kapasitas pemeriksaan tes PCR. Kini, 514 kota di Indonesia sudah bisa melakukan tes PCR.

“Kami telah meningkatkan jumlah kota yang mampu melakukan pemeriksaan PCR, dari 20 kota sebelum COVID-19, menjadi 514 kota setelah COVID-19,” sambung Budi Gunadi. 

2 dari 4 halaman

Surveilans One Health Cegah Penyebaran Wabah

Di tingkat nasional juga Indonesia berkomitmen untuk mengoperasionalkan surveilans patogen dengan One Health di wilayah-wilayah yang berisiko tinggi, khususnya wilayah dengan interaksi antara manusia dan satwa liar. 

“Inisiatif ini bertujuan untuk mencegah penyebaran dan mengembangkan penanggulangan medis yang efektif sebelum wabah terjadi,” Budi Gunadi Sadikin melanjutkan.

Wujudkan Aksi Nyata One Health

Pendekatan One Health ini, Menkes kata Budi Gunadi, dapat diimplementasikan secara nyata dan terintegrasi di tingkat global. 

Upaya ini menyoroti pentingnya Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respons Keadaan Darurat Kesehatan (Health Emergencies Prevention, Preparedness and Response/HEPPR)

“Mengenai HEPPR, pertama, adalah kebutuhan mendesak untuk mewujudkan pendekatan One Health ke dalam tindakan nyata,” imbuh Budi Gunadi.

3 dari 4 halaman

Fokus Pengawasan Patogen

Melalui pendekatan One Health, negara-negara di dunia dapat fokus melakukan pengawasan terhadap patogen yang berpotensi pandemi. 

“Kita harus fokus pada pengawasan patogen prioritas yang berpotensi pandemi. Dengan tujuan untuk mencegah penyebaran dan mengembangkan tindakan pencegahan yang diperlukan sebelum wabah terjadi,” tegas Menkes Budi Gunadi Sadikin.

“Dengan panduan yang kita sepakati di G20 Lombok One Health Policy Brief (G20 Indonesia 2022), kita perlu membangun tata kelola One Health dan kerangka kerja koordinasi yang memfasilitasi pertukaran informasi dan kerja sama multisektoral.” 

Di tingkat regional, pada Mei 2023 di bawah kepemimpinan Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023, Negara-negara Anggota ASEAN telah mengadopsi ASEAN Leaders Declaration on One Health Initiative untuk memperkuat kolaborasi multisektoral.

Bangun Kesiapsiagaan yang Lebih Kuat

Negara-negara Anggota G20 juga diharapkan dapat membangun pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons keadaan darurat yang lebih kuat secara global. 

“G20 telah menunjukkan konvergensi antara sektor kesehatan dan keuangan. Ini dibuktikan dengan pembentukan dan operasionalisasi Pandemic Fund (G20 Indonesia) pada November lalu di Bali,” ucap Budi Gunadi.

“Ini menunjukkan tanpa keraguan bahwa menjaga kesehatan masyarakat hanya dapat terjadi secara bahu-membahu.”

4 dari 4 halaman

Atasi Resistensi Antimikroba

Poin lainnya yang disampaikan Budi Gunadi Sadikin, yakni mengatasi 'pandemi senyap' resistensi antimikroba (AMR). Bahwa diperlukan standar terpadu terhadap pengelolaan antimikroba. 

“Perlu ada sistem pemantauan yang komprehensif untuk penggunaan dan resistensi antimikroba sangat penting,” terangnya.

Selanjutnya, Menkes Budi menyoroti risiko perubahan iklim yang akan datang terhadap kesehatan manusia menggarisbawahi perlunya kolaborasi global dalam mitigasi dan adaptasi terhadap dampak kesehatan. 

“Keunggulan kolaborasi multisektoral untuk mengatasi tantangan di zaman kita seperti pandemi, AMR, dan perubahan iklim membutuhkan kepemimpinan yang kuat sehingga dapat terjalin kerja sama di dalam dan lintas negara,” paparnya.

“Semua ini tidak dapat terjadi tanpa dukungan global dalam alokasi sumber daya dan keahlian teknis. Apalagi kebutuhan terbesar biasanya diperlukan di negara-negara berkembang.”