Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara yang melanda Jakarta dan sekitarnya berpotensi meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti gangguan jantung.
Hingga kini, penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global threat) akibat perannya sebagai penyebab kematian nomor satu. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.
Baca Juga
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 telah menunjukkan tren peningkatan kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di kalangan masyarakat Indonesia. Setidaknya, 15 dari 1.000 orang atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia mengidap penyakit jantung.
Advertisement
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, Teuku Istia Muda Perdan, menyampaikan bahwa polusi udara bertanggung jawab atas 25 persen kematian akibat kardiovaskular. Hal ini berarti individu yang tinggal atau beraktivitas di perkotaan berisiko lebih besar mengalami gangguan kardiovaskular.
“Emisi karbon menyebabkan terjadinya pencampuran udara dengan partikel amonia, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida sehingga menjadi udara yang tidak layak untuk dihirup karena berbahaya terhadap kesehatan,” kata Teuku dalam keterangan pers dikutip Senin (11/9/2023).
Polutan mikroskopis di udara dengan ukuran PM2.5 meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung. Pasalnya ketika terhirup, ukurannya yang sangat kecil mampu menembus pembuluh darah dan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah.
Polutan Picu Plak pada Dinding Pembuluh Darah
Pada kondisi aterosklerosis atau adanya penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah arteri, polutan dalam tubuh dapat memicu terbentuknya zat radikal bebas. Zat ini berperan dalam proses pembentukan plak pada dinding pembuluh darah.
“Jika plak tersebut pecah, maka dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, dan kematian,” jelas Teuku.
Masalah ini bukan hanya berdampak terhadap individu, tetapi juga kelompok masyarakat. Untuk memastikan kualitas hidup yang lebih baik dan menurunkan beban ekonomi negara, pencegahan penyakit jantung menjadi hal yang utama.
“Diperlukan komitmen bersama antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat untuk menurunkan angka risiko penyakit kardiovaskular.”
Advertisement
Kesiapan Layanan Medis Indonesia dalam Menangani Gangguan Jantung
Teuku menambahkan, penanganan yang serius untuk kasus gangguan kardiovaskular dibuktikan dengan sikap dan intervensi ahli medis untuk mengatasi berbagai faktor risiko penyakit jantung. Penanganan ini sesuai dengan rekomendasi yang berlaku secara internasional.
Kesiapan teknologi penunjang pemeriksaan dan tenaga medis yang kompeten turut meningkatkan keberhasilan proses pengobatan pasien.
Kesadaran masyarakat Indonesia untuk melakukan deteksi dini penyakit jantung juga diperlukan untuk mencegah kondisi semakin parah.
Medical check-up atau pemeriksaan kesehatan secara rutin menjadi salah satu cara untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyakit, tak terkecuali penyakit jantung.
Beragam Penyakit Jantung Perlu Tes dan Deteksi yang Sesuai
Beragam jenis penyakit jantung memerlukan tes dan cara deteksi yang berbeda karena memiliki karakteristik masing-masing.
Pada kasus deteksi sumbatan jantung koroner, pemeriksaan dimulai dari treadmill stress test hingga CT-scan jantung. Sedangkan, untuk screening sudden cardiac death atau henti jantung mendadak yang disebabkan oleh aritmia membutuhkan pemeriksaan mulai dari rekam jantung atau EKG hingga holter monitoring.
Ada pula pemeriksaan USG jantung atau echocardiography yang merupakan standar pemeriksaan untuk memeriksa struktur ruang-ruang jantung dan mendeteksi katup serta dinding jantung yang bocor, penebalan, dan pembengkakan pada jantung.
Advertisement