Sukses

Miris! Ibu di Jambi Setrika Anaknya dan Orang Tua di Boyolali Ikat Anak di Pohon Pisang

Sorotan kasus ibu setrika anak di Jambi dan orangtua di Boyolali yang ikat anaknya di pohon pisang.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus ibu setrika anak di Jambi dan anak yang diikat orangtuanya di pohon pisang di Boyolali menyorot perhatian publik belakangan ini. Kasus kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak sendiri masih terus terjadi.

Padahal, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 1 ayat 11 telah dengan jelas menyebutkan:

kuasa asuh atau kewajiban para orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI Nahar prihatin atas maraknya kedua kasus kekerasan terhadap anak di atas.

Ia menegaskan, orangtua adalah panutan pertama, contoh hidup pertama untuk anak, pendidik, pelindung, sehingga anak bisa bertumbuh dengan baik. Sebagai unit masyarakat terkecil, keluarga seharusnya menjadi tempat yang aman untuk anak.

“Orangtua seharusnya menjadi pelindung bagi anak, bukan pelaku kekerasan. Bisa jadi orangtua yang melakukan kekerasan dulunya adalah korban. Ini harus diputus mata rantai kekerasan. Tidak boleh berulang turun-temurun," tegas Nahar dalam pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com baru-baru ini.

Trauma Mendalam bagi Anak

Nahar juga menyebut dampak dari kekerasan terhadap anak yang dilakukan orangtuanya sendiri.

"Dua kasus kekerasan anak seperti di Boyolali dan di Jambi sangat memprihatinkan. Kejadian itu memiliki dampak trauma mendalam bagi anak seperti munculnya perasaan malu/menyalahkan diri sendiri, cemas atau depresi, kehilangan minat untuk bersekolah," jelasnya.

"Bisa juga stres pasca-trauma seperti terus-menerus memikirkan peristiwa traumatis yang dialaminya, dan dapat pula tumbuh sebagai anak yang mengisolasi diri sendiri dari lingkungan di sekitarnya."

2 dari 3 halaman

Aniaya Anak dengan Setrika Panas

Seorang ibu bernama N (31) diduga menganiaya anak tirinya yang berusia 10 tahun dengan setrika panas. Peristiwa ini terjadi di Dusun Suka Makmur, Kecamatan Bathin II Babeko, Kabupaten Bungo, Jambi, Senin (4/9/2023) pukul 6.30 WIB.

Menurut Kasat Reskrim Polres Bungo AKP Septa Badoyo pada keterangan Senin (4/9/2023), N tersulut emosi lantaran menganggap uang belanja yang diberikan suaminya tak cukup untuk membayar kebutuhan. Ia lalu melampiaskan emosinya pada anak tirinya.

Badoyo mengungkapkan, N tersulut emosi saat sedang menyetrika pakaian di kamar. lalu, anak tirinya masuk ke dalam kamar hendak mengganti pakaian sekolah. Secara tiba tiba N langsung menempelkan setrika panas ke tubuh korban. Sehingga bagian lengan kanan, dan lengan kiri serta kaki kanan mengalami luka serius.

Balita 4 Tahun Diikat di Pohon Pisang

Sementara itu, pada kasus kekerasan yang dilakukan seorang ibu ikat anak kandung di pohon pisang terjadi di Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak ini masih didalami Polres Boyolali.

Meski ada banyak saksi yang melihat balita 4 tahun itu diikat di bawah pohon pisang, Satreskrim Polres Boyolali tak bisa langsung menetapkan AT (27) ibu kandung balita itu sebagai tersangka.

Pada Rabu (6/9/2023), warga melihat bocah itu tersiksa kemudian melakukan penyelamatan. Warga menghubungi petugas agar anak itu ada yang mengasuh di tempat yang aman.

Warga juga menyempatkan diri membuka baju belakang untuk melihat kondisi punggungnya. Punggung bocah lugu itu banyak yang membiru, seperti bekas pukulan atau benturan benda tumpul.

3 dari 3 halaman

Hukuman bagi Orang yang Lakukan Kekerasan pada Anak

Dalam dua kasus tersebut, menurut Nahar, para terlapor diduga telah melakukan kekerasan terhadap anak yang melanggar pasal 76C, pasal 80 ayat (1) dan ayat (4) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah) dapat ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orangtuanya.

Selain melanggar UU Perlindungan Anak, para terlapor juga dapat dikenakan pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga:

 

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)."

Apabila dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) sesuai pasal 44 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

 

Video Terkini