Sukses

Hip Dysplasia, Gangguan Panggul yang Bisa Hambat Pertumbuhan Bayi

Hip dysplasia adalah sebuah gangguan pada panggul yang terjadi cukup umum pada bayi. Hip dysplasia dikenal pula dengan istilah bayi lepas panggul.

Liputan6.com, Jakarta - Kemampuan bayi dalam mengangkat kepala, merangkak, hingga berjalan secara aktif dimulai pada umur satu hingga dua tahun.

Proses ini berjalan secara bertahap hingga bayi benar-benar bisa berjalan sendiri dengan tegap. Sayangnya, proses ini bisa saja terhambat jika mereka mengalami hip dysplasia.

Hip dysplasia adalah sebuah gangguan pada panggul yang terjadi cukup umum pada bayi. Hip dysplasia dikenal pula dengan istilah bayi lepas panggul.

Gangguan ini menyebabkan sendi panggul yang berbentuk seperti soket tidak memegang bagian bola tulang paha atas sepenuhnya. Hal ini memungkinkan sendi panggul mengalami dislokasi sebagian atau seluruhnya.

“Kondisi ini sebaiknya jangan disepelekan karena bisa berdampak pada proses pertumbuhan dan juga kenyamanan si kecil,” kata dokter spesialis ortopedi konsultan ortopedi anak Eka Hospital BSD Patar Parmonangan Oppusunggu dalam keterangan pers dikutip Rabu (4/10/2023).

Penyebab Hip Dysplasia

Belum diketahui secara pasti apa yang bisa menyebabkan seorang anak mengalami panggul lepas. Namun, biasanya kondisi ini dapat berkembang pasca kelahiran (developmental dysplasia).

Developmental dysplasia adalah gangguan perkembangan panggul pada bayi yang dapat terjadi karena beberapa faktor. Meski bisa dialami oleh semua anak, ada beberapa faktor yang dipercaya dapat meningkatkan risiko developmental dysplasia pada si kecil.

2 dari 4 halaman

Faktor Risiko Developmental Dysplasia pada Bayi

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko developmental dysplasia pada bayi yakni:

Berjenis kelamin perempuan, anak perempuan diketahui memiliki risiko hip dysplasia empat hingga lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Pasalnya, secara biologis perempuan memiliki ukuran panggul yang lebih besar daripada laki-laki.

Anak sulung atau anak pertama diketahui juga memiliki risiko hip dysplasia yang lebih tinggi karena kondisi rahim ibu yang masih ketat dan kencang saat pertama kali mengandung.

Kehamilan bayi sungsang, ketika bayi dalam posisi terbalik di dalam rahim di mana pantat yang menghadap ke bawah dan bukan kepala.

Pengaruh faktor genetik, seperti memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami hip dysplasia sebelumnya.

3 dari 4 halaman

Kebiasaan Bedong yang Kurang Baik

Selain itu, hip dysplasia juga diketahui dapat terjadi karena kebiasaan membedong yang kurang baik pada si kecil.

“Membedong adalah teknik membalut tubuh si kecil dengan kain untuk menjaga suhu dan posisinya tetap terjaga. Membedong memiliki manfaatnya tersendiri untuk bayi dan juga orangtua, tapi apabila teknik yang dilakukan kurang tepat, membedong bisa menyebabkan panggul lepas pada bayi,” kata Patar.

Gejala Hip Dysplasia

Melihat gejala hip dysplasia terbilang sulit. Pasalnya, kebanyakan kasus developmental dysplasia tidak menyebabkan sakit pada anak. Sehingga, anak bisa terlihat baik-baik saja karena tidak rewel.

“Oleh sebab itu sebagai orangtua, Anda harus lebih waspada akan gejala-gejala dari hip dysplasia pada si kecil.”

Beberapa gejala yang bisa diwaspadai adalah:

  • Sendi panggul mengeluarkan bunyi ketika digerakkan.
  • Panjang kaki kanan dan kaki kiri berbeda.
  • Adanya keterbatasan rentang gerak pada salah satu sendi panggul.
  • Anak terlihat pincang ketika sudah mulai bisa berjalan.
4 dari 4 halaman

Penanganan Hip Dysplasia

Kabar baiknya, hip dysplasia dapat ditangani dengan metode pengobatan dan terapi yang benar dari dokter spesialis ortopedi pediatri.

Dokter dapat melakukan pemeriksaan awal dengan melakukan imaging test atau pencitraan dengan beberapa metode, seperti:

  • Ultrasound.
  • Sinar-X.

Penggunaan tes tersebut ditujukan untuk melihat posisi sendi panggul sehingga dokter bisa menentukan metode penanganan yang tepat dan apakah operasi perlu dilakukan. Penanganan hip dysplasia bervariasi berdasarkan dari umur, kondisi, dan tingkat keparahan tulang.

Dalam beberapa kasus, ada bayi yang bisa sembuh dengan sendirinya hanya dengan penyesuaian perawatan dan gaya hidup. Namun dalam beberapa kasus, si kecil akan membutuhkan penanganan secara medis, misalnya:

  • Penggunaan penyangga panggul (Pavlik Harness).
  • Closed reduction and casting atau tindakan non operatif untuk memindahkan sendi secara manual dengan bantuan alat pencitraan.
  • Open reduction and casting atau tindakan pembedahan untuk memperbaiki posisi panggul.