Liputan6.com, Jakarta - Militan Hamas menembakkan ribuan roket dan puluhan pejuang ke kota-kota di Israel yang berada di Jalur Gaza dalam serangan mendadak pada Sabtu (7/10). Serangan tersebut menewaskan ratusan orang dan mengejutkan Israel.
Israel pun menyatakan kini pihaknya berperang dengan Hamas dan melancarkan serangan udara di Gaza. Bahkan, Israel bersumpah akan menimbulkan "akibat yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Baca Juga
Secara mendadak, kelompok militan Hamas menyerang Israel dari darat, laut, dan udara pada Sabtu ketika sebagian besar warganya masih terlelap.
Advertisement
Sirine serangan udara meraung-raung hingga ke bagian utara jauh hingga Tel Aviv. Alat pencegat anti-roket Israel pun bergemuruh di Yerusalem.
Dalam eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, pejuang bersenjata Hamas meledakkan bagian dari pagar pembatas Israel yang dijaga ketat dan menyerbu komunitas Israel di sepanjang perbatasan Gaza dan baku tembak dengan tentara Israel.
Pemerintah Israel Berusaha Keras Merespons Serangan
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sekutu sayap kanannya berusaha keras untuk merespons peristiwa yang berubah dengan cepat. Seiring berlalunya hari, jumlah korban dengan cepat bertambah.
Kelompok Israel Rescue Zaka mengatakan, setidaknya 200 orang tewas di Israel selatan dan 1.100 orang terluka.
Lalu, setidaknya 198 orang di Jalur Gaza tewas dan sedikitnya 1.610 orang terluka di tengah serangan balasan Isreael.
Berikut fakta terkait serangan Hamas yang tiba-tiba terhadap Israel.
Seperti Serangan pada 1973
Serangan mendadak yang mengejutkan warga Israel pada Sabtu, 7 Oktober 2023, jatuh pada hari libur kalender Yahudi, Simchat Torah. Kejutan serupa pernah terjadi pada 1973 yang kemudian jadi perang Timur Tengah. Kala itu, terjadi serangan besar-besaran Mesir-Suriah pada suatu hari raya Yahudi. Serangan pun dengan cepat berubah menjadi bencana bagi militer Israel yang tidak siap.
Seperti sekarang, Israel saat itu menduga badan intelijennya akan mampu memperingatkan tentaranya jika akan terjadi serangan atau invasi besar jauh sebelum waktunya.
Kegagalan besar tersebut menghantui pemerintahan Perdana Menteri kala itu, Golda Meir, dan membantu meruntuhkan kekuasaan lama Partai Buruh yang dulunya dominan.
Netanyahu Diperkirakan Ambil Sikap Agresif
Para pendukung pemerintah memperkirakan Netanyahu dan para menteri garis keras yang memiliki sejarah retorika anti-Arab seperti Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir akan mengambil sikap yang sangat agresif terhadap Palestina dan menanggapi ancaman dari militan di Gaza dengan lebih tegas.
Ketika para analis politik mengecam Netanyahu atas kegagalan tersebut, dan jumlah korban meningkat, Netanyahu berisiko kehilangan kendali atas pemerintahannya dan negaranya.
Advertisement
Dipicu Sumber Konflik Lama
Para pejabat Hamas mengutip sumber-sumber ketegangan yang sudah lama ada antara Israel dan Palestina, termasuk perselisihan di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa yang sensitif, yang merupakan tempat suci bagi umat Islam dan Yahudi dan tetap menjadi jantung emosional konflik Israel-Palestina.
Klaim yang saling bersaing atas situs tersebut, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Bukit Bait Suci, telah berkembang menjadi kekerasan sebelumnya, termasuk perang berdarah 11 hari antara Israel dan Hamas pada tahun 2021.
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok agama nasionalis Israel – seperti Ben-Gvir, menteri keamanan nasional – telah meningkatkan kunjungan mereka ke kompleks tersebut. Pekan lalu, saat festival panen Yahudi di Sukkot, ratusan Yahudi ultra-Ortodoks dan aktivis Israel mengunjungi lokasi tersebut, memicu kecaman dari Hamas dan tuduhan bahwa orang-orang Yahudi berdoa di sana dan melanggar perjanjian status quo.
Pernyataan Hamas juga mengutip perluasan pemukiman Yahudi di tanah yang diklaim Palestina sebagai negara masa depan mereka dan upaya Ben-Gvir untuk memperketat pembatasan terhadap tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Ketegangan Meningkat
Baru-baru ini, ketegangan meningkat seiring dengan protes keras warga Palestina di sepanjang perbatasan Gaza. Dalam negosiasi dengan Qatar, Mesir dan PBB, Hamas telah mendorong konsesi Israel yang dapat melonggarkan blokade yang telah berlangsung selama 17 tahun di wilayah tersebut dan membantu menghentikan krisis keuangan yang semakin parah yang telah mempertajam kritik publik terhadap pemerintahan Hamas.
Beberapa analis politik menghubungkan serangan Hamas dengan perundingan yang ditengahi AS mengenai normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi. Sejauh ini, laporan mengenai kemungkinan konsesi kepada Palestina dalam perundingan hanya melibatkan warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki, bukan Gaza.
“Kami selalu mengatakan bahwa normalisasi tidak akan mencapai keamanan, stabilitas, atau ketenangan,” kata Bassem Naim, seorang pejabat senior Hamas, kepada AP.
Serangan Terjadi Saat Warga Israel Terpecah
Letusan kekerasan terjadi pada saat yang sulit bagi Israel, yang menghadapi protes terbesar dalam sejarahnya atas usulan Netanyahu untuk melemahkan Mahkamah Agung saat ia diadili karena korupsi.
Gerakan protes tersebut, yang menuduh Netanyahu melakukan perebutan kekuasaan, telah memecah belah masyarakat Israel dan menimbulkan kekacauan di dalam militer Israel. Ratusan tentara cadangan mengancam akan berhenti menjadi sukarelawan untuk bertugas sebagai protes atas perombakan sistem peradilan.
Dilansir AP, pasukan cadangan adalah tulang punggung angkatan bersenjata negara ini, dan protes di dalam jajaran angkatan bersenjata telah meningkatkan kekhawatiran mengenai kekompakan militer, kesiapan operasional, dan kekuatan pencegahan ketika mereka menghadapi ancaman di berbagai bidang. Netanyahu
Advertisement