Sukses

Capaian Angka Stunting Menggembirakan Berkat Dua Telur Sehari ala Menkes Budi Gunadi Sadikin

Menkes Budi Gunadi Sadikin Dukung Percepatan Penurunan Stunting dengan Pemberian Dua Telur

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin, mengupayakan intervensi stunting di antaranya dengan pemberian tablet tambah darah (TTD) dan gerakan dua telur sehari. Upaya ini sekaligus memenuhi gizi anak yang berisiko stunting.

Upaya Menkes Budi Gunadi Sadikin pun dipuji Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo.

Menurut Hasto, capaian pemberian TTD (untuk remaja putri di angka 37,50 persen) dinilai cukup menggembirakan sehingga anak yang akan dilahirkan bisa terhindar dari risiko stunting.

"Terima kasih kepada Pak Menteri Kesehatan karena capaiannya cukup menggembirakan. Kita semua perlu mendukung Pak Menkes untuk tablet tambah darah yang diberikan kepada remaja putri dan juga pemenuhan gizi makanan tambahan dan juga ASI (67,20 persen)," kata Hasto saat ditemui Health Liputan6.com di Istana Wakil Presiden RI Jakarta baru-baru ini.

Dua Telur Sehari Cegah Stunting

Selain itu, upaya sosialisasi dua telur sehari yang menjadi sebuah gerakan ikut diterapkan di daerah untuk pencegahan stunting.

"Kami juga berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Menteri Kesehatan soal cukup dua telur sehari. Para media, Corporate Social Responsibility (CSR) juga mengikuti arahan ini," Hasto melanjutkan.

2 dari 4 halaman

Rapat Koordinasi Masalah Stunting

Selanjutnya, intervensi stunting juga dilakukan edukasi dan padu-padan data dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. 

"Pak Menteri Dalam Negeri setiap hari Senin memberikan rapat koordinasi untuk masalah stunting dan kemiskinan ekstrem," Hasto Wardoyo menerangkan.

Percepatan penurunan stunting juga diupayakan melalui 9 layanan intervensi spesifik dan 11 layanan intervensi sensitif. Intervensi gizi spesifik, yakni intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan.

Sementara intervensi gizi sensitif, yakni intervensi pendukung untuk penurunan percepatan stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.

"Saya kira secara umum capaiannya cukup baik dan 11 layanan sensitif juga secara umum baik, kecuali calon pengantin yang sadar untuk melakukan pemeriksaan sebelum nikah dan sanitasi masih butuh dukungan kita semua," pungkas Hasto.

3 dari 4 halaman

Pantau Calon Pengantin

Hasto Wardoyo memaparkan, selama 2023, BKKBN memantau calon pengantin (catin) sebanyak 1,9 juta per tahun. Dari jumlah itu yang hamil 1,6 juta dan kontribusinya 300.000 yang menjadi stunting.

"Maka, kami pantau sejak awal. Kami temukan bahwa yang anemia masih 22,3 persen, yang usianya terlalu muda masih 13,2 persen dan yang terlalu kurus dengan ukuran lingkar lengan terlalu kecil kurang dari 23,5 sentimeter masih 21,2 persen," paparnya.

"Ini datanya by name, by address ada apabila semua catin mengisi dengan baik."

Masih Harus Tingkatkan Sanitasi

Fokus dari intervensi spesifik, terang Hasto, adalah bagaimana sosialisasi, edukasi dan komunikasi untuk meningkatkan perubahan perilaku. Ini bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan didampingi tim pendamping keluarga.

"Begitu juga perlu dukungan kebijakan khusus untuk ASI eksklusif dan pemberian makanan tambahan atau MPASI dan juga makanan tambahan bagi ibu hamil," ungkapnya.

"Sedangkan, fokus poin untuk pelayanan yang sensitif, memang masih harus kita tingkatkan sanitasi, termasuk jamban dan rumah tidak layak huni. Lalu edukasi perubahan perilaku. Kemudian kesehatan catin dan refocusing bantuan sosial untuk keluarga yang berisiko tinggi stunting."

4 dari 4 halaman

Butuh Peningkatan Alat Pemantauan Status Gizi

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menekankan, intervensi spesifik stunting masih diperlukan peningkatan kapasitas kader dan petugas kesehatan untuk penggunaan alat pemantauan status gizi di Posyandu dan perangkat USG di Puskesmas, sehingga pemantauan status gizi bisa dilakukan secara cepat dan akurat.

"Hal lain yang harus didorong adalah konsumsi Tablet Tambah Darah pada remaja putri dan ibu hamil, pemeriksaan kehamilan minimal 6 kali, pemberian ASI Eksklusif dan makanan pendamping ASI dengan kandungan gizi tepat, serta imunisasi dasar lengkap," tegasnya.

Perbaikan Praktik Pengasuhan

Pada intervensi sensitif, selain isu ketahanan pangan, perbaikan praktik pengasuhan juga perlu menjadi perhatian. Edukasi agar diberikan tidak hanya kepada orang tua, tetapi juga kepada keluarga besar yang melakukan pengasuhan anak.

"Kemudian, aspek lain yang masih harus ditingkatkan adalah pengorganisasian dan peningkatan kapasitas penggerak di lapangan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat," jelas Ma'ruf Amin.

"Melalui mereka, kita harus pastikan bahwa setiap intervensi yang dilakukan betul-betul telah diterima dan dirasakan manfaatnya oleh target sasaran."