Sukses

Gregorius Ronald Tannur Tersangka Aniaya Kekasih, KemenPPPA Minta Pelaku Dihukum Maksimal

Kementerian PPPA meminta agar aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman maksimal pada pelaku Gregorius Ronald Tannur.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan hingga berujung kematian yang menimpa DSA turut mendapat perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). KemenPPPA meminta agar aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman maksimal pada pelaku Gregorius Ronald Tannur.

"Kami mendorong aparat penegak hukum agar dapat menjatuhkan hukuman maksimal kepada pelaku karena telah dengan sengaja melakukan kekerasan hingga menyebabkan kematian pada korban," ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati, dilansir Antara.

Ratna menegaskan, Kementerian PPPA mengecam keras dan akan terus mengawal proses hukum kasus DSA sehingga pelaku bisa dijatuhi hukuman maksimal.

"Kementerian PPPA mengecam keras tindakan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa perempuan. Kami juga menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas meninggalnya korban perempuan DSA di Surabaya, yang meninggal karena tindakan kekerasan oleh pasangannya," tutur Ratna.

Pihak KemenPPPA pun mengapresiasi gerak cepat penyidik Polrestabes Surabaya dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan serta memproses lebih lanjut. Dengan upaya tersebut, pelaku dengan cepat bisa ditetapkan sebagai tersangka.

Atas tindak penganiayaan yang dilakukannya, pelaku dijerat dengan Pasal 351 Ayat 3 atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.

Sebelumnya, Polrestabes Surabaya menetapkan Gregorius Ronald Tannur (31), anak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Edward Tannur sebagai tersangka kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian. Korban adalah seorang perempuan berinisial DSA (29) yang telah menjalin hubungan selama lima bulan dengan tersangka.

 

2 dari 4 halaman

Psikolog Forensik: Perilaku Kekerasan GRT Terindikasi Bereskalasi

Sementara itu secara terpisah, pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mendorong penyidik Polrestabes Surabaya untuk menerapkan Pasal 338 terhadap Gregorius Ronald Tannur.

Reza Indragiri menjelaskan, bila mencermati rangkaian kronologis perilaku kekerasan yang dilakukan GRT pada DSA sangat bengis dan bereskalasi.

Berdasarkan urutan kronologis, Reza memaparkan bahwa terindikasi perilaku kekerasan GRT bereskalasi. Dari menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki) ke organ tubuh bagian atas (kepala).

"Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil)," papar Reza.

 

 

3 dari 4 halaman

GRT Terindikasi Menaikkan Kekerasan Alih-Alih Menghentikan Tindakan

Menurut dia, eskalasi kekerasan sedemikian rupa, ditambah lagi karena tidak ada yang meleset dari organ vital korban serta terdapat jeda antara menabrak dan episode kekerasan sebelumnya, yang mengindikasikan GRT sebenarnya berada dalam tingkat kesadaran yang memadai baginya untuk meredam atau bahkan menghentikan perbuatannya.

Namun, lanjut dia, alih-alih menghentikan tindakannya, dalam kondisi kesadaran tersebut GRT justru menaikkan intensitas kekerasan terhadap sasaran.

Reza menilai hal itu menjadi penanda bahwa GRT sengaja tidak memfungsikan kontrol dirinya untuk menahan atau bahkan menghentikan serangan atau penganiayaan.

"Tapi justru memfungsikan kontrol dirinya untuk meneruskan dan bahkan memperberat perilaku kekerasannya," papar Reza.

4 dari 4 halaman

Kontrol Diri Tersangka Perlu Diselidiki

Dengan kondisi kesadaran dan aktivasi kontrol sedemikian rupa, patut diduga bahwa GRT pun mampu untuk sampai pada pemikiran bahwa ia akan melakukan perbuatan yang dapat menewaskan korban. Dengan kata lain, diperkirakan bahwa pada waktu itu di kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban.

Berdasarkan kronologis di atas, kata Reza, sepatutnya Polrestabes Surabaya mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP terhadap tersangka.

Karena, kalau hanya menerapkan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Itu berarti, GRT sebatas ditersangkakan sebagai pelaku penganiayaan dan atau kelalaian yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia.

Untuk menerapkan Pasal 338 itu, kata Reza, yang perlu diselidiki oleh penyidik adalah ada tidaknya kontrol diri pada tersangka.