Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Hari Kesehatan Mental Sedunia (World Mental Health Day) tahun 2023 menyerukan tentang Mental Health is a Universal Human Right (Kesehatan Mental adalah Hak Asasi Manusia Universal).
WHO Regional Director for South-East Asia, Dr Poonam Khetrapal Singh menulis bahwa fokus hak asasi manusia secara historis adalah pada kebutuhan seperti makanan, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan.
Baca Juga
Namun, kesehatan mental atau kesehatan jiwa merupakan pilar penting bagi kesejahteraan manusia. Mengakui kesehatan mental adalah hak asasi manusia yang universal, berarti mengakui hubungan antara kesehatan mental dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Advertisement
Kebebasan Jalani Kehidupan yang Memuaskan
Kesehatan mental, seperti yang didefinisikan WHO, adalah suatu kondisi kesejahteraan di mana seseorang menyadari kemampuannya dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, bekerja secara produktif, dan memberikan kontribusi kepada komunitasnya.
Hal ini bukan semata-mata tidak adanya gangguan mental, melainkan suatu kondisi positif dari kesejahteraan mental dan emosional. Definisi ini sejalan dengan konsepsi hak asasi manusia yang lebih luas, bukan hanya kebebasan dari bahaya, tetapi juga kebebasan untuk menjalani kehidupan yang memuaskan, kata Poonam Khetrapal dalam rilis resmi WHO, Selasa (10/10/2023).
Setiap individu berhak mendapat perlindungan dari risiko kesehatan mental, akses terhadap perawatan kesehatan mental yang tersedia, mudah diakses, dan berkualitas tinggi, serta hak mendapatkan kebebasan dan keterlibatan dalam komunitas.
Kesehatan Mental Terlindungi
Dr Poonam Khetrapal Singh menekankan, kesehatan mental bersinggungan dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, dan partisipasi sosial.
Kesejahteraan mental seseorang berdampak terhadap kemampuannya menggunakan hak-hak lainnya, misal hak atas pendidikan dan hak untuk bekerja. Ketika kesehatan mental terlindungi, individu akan lebih siap untuk terlibat secara bermakna dalam masyarakat.
Â
Perlu ada kesadaran dan pendidikan untuk mendestigmatisasi masalah kesehatan mental. Diskriminasi dan stigma merupakan hambatan utama yang menghalangi individu untuk mencari bantuan dan dukungan, lanjut Poonam Khetrapal dalam tulisannya.
Selain itu, layanan dan fasilitas kesehatan jiwa harus dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang status sosial ekonomi, lokasi, atau keadaan lainnya.
Â
Advertisement
Gangguan Kecemasan dan Depresi
Meskipun kesehatan mental sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan, satu dari tujuh orang hidup dengan kondisi kesehatan mental di negara-negara di kawasan WHO South-East Asia Region (WHO SEARO/Asia Tenggara).
Gangguan kecemasan dan depresi merupakan kondisi yang paling umum terjadi pada pria dan wanita, berkontribusi hampir 50 persen dari total jumlah orang yang hidup dengan gangguan mental di Wilayah Asia Tenggara WHO.
WHO South-East Asia Region terus bekerja sama dengan para mitranya untuk memastikan bahwa kesehatan mental dihargai, dipromosikan, dan dilindungi.
Perbarui UU Kesehatan Jiwa
Kesepakatan di Kolombo, Sri Lanka, 20-22 Juni 2023, beberapa Negara Anggota WHO SEARO telah memperbarui kebijakan dan undang-undang kesehatan jiwa mereka untuk memasukkan komponen instrumen hak asasi manusia internasional.
Negara Anggota WHO lainnya sedang dalam proses memasukkan komponen-komponen ini.
Telah ada kemajuan yang signifikan dalam menyediakan akses ke layanan kesehatan jiwa melalui penguatan layanan kesehatan jiwa primer dan layanan kesehatan jiwa berbasis komunitas di beberapa negara. WHO akan terus mendukung negara-negara untuk lebih memperkuat layanan tersebut, lanjut Dr Poonam Khetrapal Singh.
Pantau Situasi Kesehatan Jiwa
Pada tahun 2023 WHO SEARO menerbitkan dashboard interaktif yang berisi data epidemiologi untuk memantau situasi kesehatan jiwa di wilayah Asia Tenggara dengan lebih baik.
Upaya tersebut untuk mempercepat dan memperkuat tindakan untuk mengoperasionalkan aspek-aspek hak asasi manusia dan kesehatan jiwa.
Â
Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah mendukung negara-negara dalam upaya mereka menuju deinstitusionalisasi, menjauhi rumah sakit jiwa, dan mengalihkan fokus utama pengobatan dan perawatan kesehatan jiwa di tingkat komunitas, jelas Dr Poonam Khetrapal Singh.
Pendekatan lain yang dilakukan adalah menyediakan wadah bagi mereka yang memiliki pengalaman hidup dengan kondisi kesehatan jiwa, keluarga dan pengasuh untuk berkumpul dan mendiskusikan perspektif mereka dengan para perencana program kesehatan jiwa dan perawatan sosial serta menyetujui jalan ke depan dan menyusun piagam tentang hak-hak mereka.
Â
Dr Poonam Khetrapal menyimpulkan, kesehatan mental adalah hak asasi manusia yang universal. Sama seperti hak atas kesehatan fisik yang merupakan aspek fundamental dari martabat manusia, hak atas kesehatan mental juga sama pentingnya.
Advertisement