Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Profesor Ikhwan Rinaldi menyampaikan bahwa pusat kanker komprehensif adalah hal penting dalam penanganan kasus kanker.
Ini sejalan dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mendorong setiap negara agar memiliki rencana pengendalian kanker nasional yang berfokus pada ekuitas dan akses.
Baca Juga
Serta mencakup aspek pencegahan, skrining, diagnosis, pengobatan, survivorship, dan perawatan paliatif. Rekomendasi ini dapat dilaksanakan melalui pusat kanker komprehensif.
Advertisement
Pusat Kanker Komprehensif
Pusat kanker komprehensif adalah pusat kekuatan rencana pengendalian kanker nasional dan bertugas untuk mengembangkan pendekatan inovatif dalam pencegahan, diagnosis, dan pengobatan kanker.
Misi utama dari pusat kanker komprehensif adalah mengurangi insiden kanker dan meningkatkan kualitas hidup serta tingkat kelangsungan hidup.
Terdapat tiga area utama dalam perawatan kanker, yaitu:
- Penelitian.
- Perawatan klinis.
- Pendidikan.
"Dalam perawatan klinis, pasien kanker memerlukan perawatan multidisiplin untuk mencapai hasil yang optimal. Perawatan multidisiplin memerlukan peran para klinisi yang tergabung dalam tim multidisiplin onkologi untuk berpartisipasi langsung dalam perawatan pasien," kata Ikhwan dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 16 Oktober 2023.
Ikhwan, menambahkan, tim onkologi akan mengadakan pertemuan rutin yang bisa disebut sebagai tumor board meeting. Tujuannya, mendiskusikan pilihan diagnostik dan/atau terapeutik serta penanganan terbaik untuk setiap pasien.
Pembentukan Tim Multidisiplin dalam Penanganan Kanker
Menurut Ikhwan, pembentukan tim multidisiplin onkologi tidak terlepas dari pendidikan interprofessional.
Pendidikan ini membentuk profesional kesehatan dengan keahlian sesuai bidangnya agar mampu berkolaborasi dengan ahli dari bidang lain. Dengan begitu, tim multidisiplin onkologi dapat menjalankan perannya dengan baik.
Berdasar tinjauan Best Medical Education (BEME) ada beberapa hal yang berperan penting dalam pembelajaran interprofessional yakni:
- Pengembangan fakultas.
- Penyiapan fasilitator.
- Refleksi terhadap praktik peserta didik.
- Pedagogi atau ilmu tentang cara mendidik dan keberlangsungan pembelajaran.
Advertisement
Rekomendasi Peran Layanan Primer untuk Penanganan Kanker
WHO juga merekomendasikan layanan primer dapat melakukan pengendalian kanker melalui pencegahan, skrining, survivorship, serta perawatan paliatif.
Integrasi antara pusat kanker komprehensif dan layanan primer dapat meningkatkan kualitas layanan kanker.
"Mahasiswa fakultas kedokteran yang nantinya akan menjadi dokter umum. Yang bekerja di layanan primer dan residen spesialis penyakit dalam serta residen disiplin lain. Yang berhubungan dengan pelayanan kanker harus bersiap-siap dengan kompetensi yang paripurna menghadapi tantangan beban kanker di masa depan," ujar Ikhwan.
Agar dapat memastikan peserta didik memiliki kompetensi yang cukup, diperlukan instrumen asesmen yang memadai.
Entrustable professional activity/EPA (aktivitas profesional yang dipercayakan) merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi peserta didik.
EPA dapat diartikan sebagai praktik profesional yang dapat dipercayakan pada peserta didik segera setelah peserta didik tersebut dianggap mampu melakukan praktik profesional yang dipercayakan tanpa pengawasan.
"Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan di bidang onkologi melalui penerapan EPA dapat membentuk lulusan yang siap menerapkan upaya preventif, promotif, survivorship, dan paliatif dalam penanganan komprehensif kanker di berbagai tingkat layanan, termasuk di layanan primer," kata Ikhwan.
"Hal ini diharapkan dapat menjawab rekomendasi WHO untuk menguatkan layanan kanker di layanan primer," dia menegaskan.
Angka Kanker Terus Meningkat
Sebelumnya, Ikhwan menjabarkan bahwa angka kejadian dan kematian akibat kanker terus meningkat secara global, termasuk Indonesia.
Data GLOBOCAN 2020 memperkirakan adanya 19,3 juta kasus kanker baru dan hampir 10 juta kematian akibat kanker pada tahun 2020.
Berbagai penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan tren kanker awitan dini atau kanker yang terjadi pada usia kurang dari 50 tahun.
Berbagai faktor risiko terkait transisi gaya hidup seperti merokok dan pola diet mungkin berkontribusi pada peningkatan beban kanker ini.
Dalam penanganan kanker, terdapat berbagai tantangan mulai dari pencegahan hingga paliatif.
Pasien sering kali terlambat dalam menerima pemeriksaan dan baru datang berobat saat stadium lanjut.
Faktor pendidikan yang kurang, rendahnya pendapatan, jauhnya jarak ke tempat pelayanan kesehatan, penggunaan terapi komplementer dan alternatif.
Serta rendahnya cakupan deteksi dini kanker menjadi faktor besar keterlambatan layanan kesehatan yang didapat pasien.
Keterlambatan penanganan kanker tidak hanya berdampak pada kualitas hidup pasien, tapi juga berdampak pada biaya pelayanan kesehatan.
Peningkatan biaya berkaitan dengan pilihan pengobatan pada pasien dengan stadium lanjut. Obat-obat yang diterima bukan lagi dalam golongan kemoterapi.
Namun, sudah menggunakan golongan obat baru seperti terapi target dan imunoterapi yang memerlukan pemeriksaan molekuler khusus (kedokteran presisi) dengan biaya yang tidak sedikit.
"Bila kanker tidak ditangani secara komprehensif, kanker dapat menjadi ancaman bagi Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi pada tahun 2045," katanya.
"Hampir sepertiga hingga setengah kanker di Indonesia dapat dicegah apabila masyarakat mendapat pemahaman yang baik mengenai faktor risiko kanker dan perkembangan intervensi pencegahan kanker," pungkasnya.
Advertisement