Liputan6.com, Jakarta - Papeda, makanan khas dari wilayah Indonesia Timur muncul dalam Google Doodle hari ini, Jumat, 20 Oktober 2023.
Kemunculan ilustrasi bubur sagu dari Papua Barat di laman pencarian Google bukan tanpa alasan. Hal ini berkaitan dengan tanggal 20 Oktober delapan tahun silam ketika Papeda secara simbolis ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 186/M/2015.
Baca Juga
Sebetulnya, keputusan Papeda ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda jatuh pada 16 Oktober 2015 oleh Anies Baswedan yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Tak hanya papeda, ada 120 Warisan Budaya Takbenda dari seluruh provinsi di Indonesia yang juga ditetapkan pada hari itu. Namun, penetapan secara simbolis dengan penyerahan sertifikat pada masing-masing daerah dilakukan pada 20 Oktober 2015 di Gedung Kesenian Jakarta.
Advertisement
Dilansir dari laman Indonesia.go.id, papeda adalah makanan khas masyarakat Papua, Maluku dan beberapa daerah di Sulawesi. Berbahan dasar sagu, tekstur papeda menyerupai lem atau gel berwarna bening.
Dalam bahasa Inanwatan atau bahasa Papua, papeda dikenal dengan sebutan 'doo'. Sajian ini memiliki cita rasa tawar sehingga cocok jika disajikan dengan sup ikan tongkol kuah kuning. Selain itu, papeda juga kerap dinikmati dengan olahan sayur daun melinjo muda yang disebut sayur ganemo.
Kuliner khas Papua dan Maluku yang muncul di Google Doodle ini diketahui memiliki berbagai manfaat yang berguna bagi kesehatan. Selain kaya serat, papeda juga rendah kolesterol dan bernutrisi. Ada kandungan nutria esensial seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, dan lainnya. Rutin mengonsumsi papeda disebut bisa meningkatkan kekebalan dan daya tahan tubuh seperti mengurangi risiko kanker usus hingga membersihkan paru-paru.
Â
Bernilai Sejarah
Warisan kuliner masyarakat Indonesia Timur ini memiliki nilai sejarah dan tradisi. Masyarakat adat Papua sangat menghormati sagu. Bahkan suku-suku di Papua mengenal mitologi sagu dengan kisah penjelmaan manusia.
Peristiwa memanen sagu juga menjadi hal istimewa sehingga kerap digelar upacara khusus sebagai rasa syukur dan penghormatan akan hasil panen yang melimpah. Hal ini khususnya berlaku pada masyarakat Raja Ampat.
Lalu, bubur papeda juga kerap muncul dalam upacara adat Watani Kame yang menjadi simbol berakhirnya siklus kematian seseorang. Dalam upacara ini, papeda dibagikan paling banyak pada realsi yang sangat membantu upacara Watani Kame itu.
Sementara, di Inanwatan, papeda juga jadi makanan wajib yang disajikan saat upacara kelahiran anak pertama. Di daerah itu, papeda dikonsumsi oleh para perempuan ketika menjalani proses pembuatan tato. Dipercaya mengonsumsi papeda bisa membantu menahan rasa sakit.
Di Pulau Seram, Maluku, Nuaulu mengonsumsi papeda dalam ritual perayaan masa pubertas seorang gadis. Papeda yang dikenal sebagai sonar monne dilarang dimasak oleh perempuan yang tengah haid karena proses merebus sagu dianggap tabu.
Advertisement
Berbagai Olahan Sagu
Kini, papeda mulai sulit ditemukan. Bahkan di daerah asalnya pun sudah mulai jarang dihidangkan sebagai santapan sehari-hari.
Sagu yang menjadi bahan dasar papeda berasal dari pohon sagu atau Metroxylon sagu Rottb yang bentuk pohonnya menyerupai pohon palma. Pohon sagu kerap tumbuh di tepian sungai atau wilayah lain dengan kadar air yang cukup tinggi seperti rawa dan semacamnya. Tinggi pohon sagu mencapai 30 meter. Para petani dapat menghasilkan 150 hingga 300 kilogram tepung sagu dari satu pohon sagu.
Masyarakat Indonesia Timur biasa mencari sendiri pohon-pohon sagu ke hutan dan pelosok rawa-rawa demi mendapatkan tepung sagu berkualitas baik. Mereka yang tinggal di pelosok biasa memproduksi sagu sendiri. Sedangkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan mendapat sagu di pasar-pasar dekat pemukiman.
Selain diolah menjadi papeda, sagu juga seringkali dijadikan produk makanan seperti sagu lempeng, sagu bakar kelapa, dan sagu bakar apatar.