Sukses

Kepala BKKBN Ingatkan Jarak Kelahiran Terlalu Dekat, Bisa Bikin Anak Stres

Dampak jarak kelahiran terlalu dekat antara satu anak dengan anak lain.

Liputan6.com, Cimahi - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengingatkan kepada para pasangan suami istri agar mengatur jarak kelahiran dan kehamilan. Hal ini lantaran dapat berdampak psikis terhadap anak.

Jarak kelahiran yang terlalu dekat justru bisa membuat anak stres. Salah satunya, soal terbaginya perhatian yang tidak seimbang antara kakak dan adik.

"Ingat, bahwa anak yang dlahirkan dengan jarak terlalu dekat, stres anak itu. Ya kakaknya stres juga karena perhatiannya terbagi pada adiknya. Adiknya juga stres karena tidak mendapat perhatian sepenuhnya karena jaraknya (dengan kakaknya) terlalu dekat," tutur Hasto saat ditemui Health Liputan6.com pada puncak peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2023 di Lapangan Rajawali, Kota Cimahi, Jawa Barat, Senin (23/10/2023).

"Ada yang anak baru umur 1,5 tahun, ibunya sudah hamil (lagi) satu tahun, inilah yang kita cegah betul."

Berisiko Stunting

Akibat jarak kelahiran dan kehamilan yang dekat pun membuat anak berisiko stunting. Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan alat kontrasepsi.

"Peran kontrasepsi dan stunting sangat sentral, karena apa? Semakin dekat jarak anak, maka semakin stunting. Jadi interveal hamil menentukan tinggi rendah stunting," lanjut Hasto.

2 dari 4 halaman

4,8 Juta Kehamilan Tiap Tahun

Berdasarkan data BKKBN, terdapat 4,8 juta kehamilan di Indonesia tiap tahun. Angka tersebut sama dengan jumlah penduduk satu negara Singapura.

"Sehingga bangsa kita melahirkan seolah-olah satu negara tiap tahunnya. Sungguh besar. Dari jumlah itu, yang nikah juga luar biasa. Tiap tahun rata-rata 1,9 juta pernikahan di Indonesia," Hasto Wardoyo membeberkan.

"Dari 1,9 juta yang nikah, yang hamil di tahun bersamaan 80 persennya 1,6 juta yang hamil dari orang nikah baru dan yang menjadi stunting dari 4,8 juta itu, stuntingnya 20 persen, yaitu sekitar 1,2 juta stunting baru setiap tahun lahir di antara anak-anak kita, cucu-cucu kita."

3 dari 4 halaman

Harus Kontrasepsi

Menilik 4,8 juta kehamilan dan risiko stunting dari pasangan menikah baru, menurut Hasto Wardoyo, apabila tidak melakukan pencegahan, maka stunting yang lama teratasi, lalu stunting yang baru lahir kembali.

"Inilah Bapak/Ibu sekalian perlu kita sadari sehingga penting kontrasepsi pasca persalinan sangat luar biasa. Semua yang hamil 4,8 juta tadi, harapan saya mereka harus kontrasepsi," ucapnya.

"Karena kalau yang 4,8 juta lahir di Indonesia, ketika ditanya, apakah Anda hamil lagi di tahun ini? Jawabannya, tidak. Tapi ketika ditanya, apakah pakai kontrasepsi? Jawabannya juga tidak. Ini masalah."

Rata-rata Kelahiran di Jawa Barat

Hasto mencontohkan seperti di Jawa Barat, kehamilan tiap tahunnya kurang lebih 800.000. Ini menjadikan Jawa Barat juara se-Indonesia karena jumlah penduduk yang ada di Jawa Barat terbesar di seluruh Indonesia.

"Akan tetapi, Alhamdulillah, Jawa Barat total fertility rate, angka rata-rata perempuan melahirkan di Jawa Barat sudah di bawah 2,2 persen," tuturnya.

"Dan juga Jawa Barat adalah provinsi dengan penurunan stunting mencapai 4 persen dari tahun 2021 ke 2022. Jadi ibu-ibu tim pendamping keluarga, kami ucapkan terima kasih atas kerja keras ibu-ibu, yang kemudian penurunan stunting menjadi kenyataan."

 

4 dari 4 halaman

Masih Ada Ibu Bersalin Belum ber-KB

Hasto Wardoyo sebelumnya menekankan, pentingnya KB Pasca persalinan (KBPP) untuk menurunkan kebutuhan ber-KB yang belum terpenuhi (unmet need) dan mencegah lahirnya bayi stunting.

Hal tersebut disampaikannya saat membuka kegiatan Penguatan KB Pasca Persalinan dalam rangka penurunan 'Unmet Need KB' secara virtual pada Selasa, 3 Januari 2022.

“KBPP adalah pelayanan KB yang diberikan setelah persalinan sampai dengan kurun waktu 42 hari, dengan tujuan mengatur jarak kelahiran, jarak kehamilan, dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga setiap keluarga dapat merencanakan kehamilan yang aman dan sehat,” kata Hasto.

Berdasarkan data hasil New Siga, capaian KBPP masih sangat rendah yakni 15,8 persen, sehingga masih ada 85 persen ibu bersalin belum menggunakan KBPP.

Padahal, selain mencegah kelahiran bayi yang berisiko stunting, KBPP sangat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu dan anak. Melihat capaian KBPP yang rendah, maka para pengelola program KB dan fasilitas kesehatan di lapangan diharapkan dapat memberikan promosi dan konseling terhadap pasangan usia subur karena mereka mempunyai pengaruh yang besar dalam meningkatkan motivasi ber-KB.

“Untuk itu, diperlukan upaya untuk peningkatan promosi dan konseling KBPP secara komprehensif untuk memperkuat peran dan dukungan dari pengelola program KB dan Faskes dalam meningkatkan cakupan pelayanan KBPP,” imbau Hasto.