Liputan6.com, Jakarta Indonesia akan mendapat kiriman 2.000 dosis vaksin cacar monyet atau monkeypox dari ASEAN. Vaksin tambahan ini direncanakan datang dalam waktu dekat.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan, kiriman 2.000 dosis vaksin cacar monyet itu termasuk bantuan dari ASEAN.
Baca Juga
"Kemarin malam, kami mengadakan rapat dengan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes). Ini kan karena vaksinnya terbatas, tapi kita dapat bantuan ASEAN, ada 2.000-an dosis," ungkap Maxi saat Konferensi Pers: Update Penanganan kasus Mpox di Indonesia, Kamis (26/10/2023).
Advertisement
"Katanya itu untuk dikirim ke Indonesia. Saya kira dalam waktu dekat, kita ada 2.000-an vaksin."
Minimal Ada 6.500 Vaksin Cacar Monyet
Maxi melanjutkan, usulan ketersediaan stok vaksin cacar monyet setidaknya dapat mencapai 6.500 dosis. Jumlah ini melihat dari prediksi kasus cacar monyet atau Mpox di Indonesia yang diperkirakan mencapai 3.600 dalam setahun.
"Seperti yang saya katakan, perkiraan kami itu 3.600 kasus Mpox, sehingga kami mengusulkan vaksinnya itu kan (penyuntikan) dikali 2 dosis, maka menyiapkan minimal ada 6.500. Dirjen Farmalkes lagi mengusahakan cari vaksinnya," katanya.
Baru Tersedia 1.000 Vaksin Cacar Monyet
Hingga per 27 Oktober 2023, penerima vaksinasi cacar monyet di DKI Jakarta sudah mencapai 251 orang dari target 495 orang. Pemberian vaksin juga memprioritaskan kelompok berisiko Mpox.
"Kita masih memprioritaskan kelompok berisiko, karena vaksin kita baru 1.000 dosis sekarang. Dirjen Farmalkes lagi memesan vaksinnya lagi. Jadi kita masih batasi dengan menggunakan kriteria sasaran," Maxi Rein Rondonuwu menerangkan.
"Yang pertama, kelompok yang berhubungan berhubungan seks Lelaki Sama Lelaki (LSL). Dan tempat-tempat vaksinasinya baru terbatas di DKI, ya di Puskesmas."
Advertisement
Edukasi ke Komunitas Berisiko
Salah satu penanganan cacar monyet atau Mpox yakni Kemenkes terus melakukan komunikasi risiko.
"Ya kami melakukan sosialisasi ke tenaga kesehatan dan masyarakat, membuat surat edaran kepada Dinas Kesehatan, dan mitra kerja di komunitas, termasuk media dan lain-lain," Maxi Rein Rondonuwu melanjutkan.
"Kemudian penyampaian media komunikasi. Kita tentu menggunakan atau memberdayakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang terutama terkait HIV/AIDS untuk mendekati mereka melakukan edukasi."
Kerja Sama dengan LSM
Menurut Maxi, kerja sama dengan LSM sangat penting lantaran jangkauan mereka lebih luas.
"Teman-teman dari mitra HIV/AIDS ini dikenal lebih dekat dengan kelompok populasi-populasi kunci sehingga edukasi harus masif, terutama bagaimana vaksinasi," ucapnya.
"Lalu, bagaimana mengedukasi supaya mereka punya pola hidup bersih sehat dan tentu hubungan seksual aman menggunakan kondom."
Satu Kasus Probable Pernah Bergejala
Kemenkes juga sudah melakukan pertemuan dengan para pimpinan darah untuk memperkuat surveilans. Surveilans ini berbasis petugas kesehatan dan berbasis masyarakat.
"Kami tentu mengimbau kelompok komunitas dapat mengedukasi mereka yang berisiko terkena Mpox. Kalau ada gejala kan bisa cepat ditangani langsung, lapor ke Puskesmas atau klinik dokter praktik," terang Maxi Rein Rondonuwu.
Untuk kasus Mpox yang terdeteksi di DKI Jakarta pada Oktober 2023, Kemenkes sudah mengurutkan siapa saja yang kena pertama kali semenjak ditemukan kasus pada Agustus 2022. Bahwa ada satu kasus probable yang pernah bergejala.
Akan tetapi, Kemenkes agak sulit mengambil sampel.
"Dalam pengakuan kasus, dia berhubungan dengan kasus yang pertama. Kasus yang pertama itu kan dia pernah ke luar negeri, ke Singapura. Tapi kami belum pastikan lagi, karena dia kategori probable," sambung Maxi.
"Dia pernah ada gejala dan kontak dengan kasus kedua, tapi tidak mau diambil sampel dan sekarang sudah sembuh dan ada di rumah."
Advertisement