Sukses

Menkes Budi Blak-blakan Sulitnya Cari Dokter Spesialis untuk Rumah Sakit di IKN Nusantara

Tidak mudah mencari dokter spesialis untuk ditempatkan di rumah sakit di IKN Nusantara.

Liputan6.com, Jakarta - Empat rumah sakit, yang terdiri atas tiga rumah sakit swasta dan satu rumah sakit milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di IKN Nusantara ditargetkan selesai pada tahun 2024. Pembangunan keempat rumah sakit ini terus dikebut sebagaimana arahan dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kendala penyelesaian pembangunan rumah sakit di Ibu Kota Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur ini. Utamanya adalah sulit mencari dokter spesialis yang mau ditempatkan di sana.

"Saya baru groundbreaking rumah sakit di IKN, itu Juli 2024 nanti selesai. Nah, yang paling besar masalahnya bukan soal sarana dan prasarana. Kalau masalah alat sebenarnya itu bukan masalah susah, kalau serius dikerjain, cepet selesai," ungkap Budi Gunadi di Hotel Grand Mercure Jakarta, ditulis Senin (6/11/2023).

"Yang masalah susah ya orangnya (dokternya). Itu pas groundbreaking rumah sakit di IKN, semua pemilik yang punya rumah sakit pede bahwa rumah sakitnya akan selesai bulan Juli. Yang enggak pede, nyari dokternya."

Masalah Produksi dan Distribusi Dokter Spesialis

Indonesia masih bermasalah dengan produksi dan distribusi dokter spesialis. Tak semua daerah, khususnya daerah terpencil punya dokter spesialis.

"Apalagi di IKN, di tengah hutan belantara, nyari orangnya susah, dokter spesialis lagi. Itulah sebabnya, saya bilang transformasi pilar kesehatan sumber daya manusia ini penting sekali. Karena kita punya masalah jumlah produksi,"

"Dan saya selalu menekankan, bukan hanya di distribusi saja, masalah paling besarnya itu produksi dokter spesialis."

2 dari 4 halaman

Disejajarkan dengan Tonga dan Bangladesh

Budi Gunadi Sadikin membandingkan produksi dokter spesialis setahun dengan Australia dan Inggris.

"Australia setahun produksinya 2.000, populasinya 25 juta. Kalau kita sepersepuluhnya lah ya. Inggris, produksinya setahun 9.200, populasi 60 juta, itu 4,5 kali kita. Kalau saya pakai perbandingan dua negara itu aja, kan kira-kira produksi dokter kita harus di atas 30.000 dan kita sekarang 12.000 so far, jauh," tuturnya.

"Kalau kita bandingkan whatever any matrix, levelnya kita kalau saya ngomong sama sesama menteri Kesehatan di G20, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), saya disejajarkan sama Tonga, Bangladesh, malu juga ya. Itu kira-kira soal status kesiapan tenaga kesehatan Indonesia, sedih kan saya jadi Menteri."

Disejajarkan dengan Tonga dan Bangladesh lantaran jumlah tenaga kesehatan di Indonesia masih jauh mencukup kebutuhan 270 juta populasi.

"Jangankan sama Vietnam dan Filipina, ini Tonga, Bangladesh, ya karena tenaga kesehatan kita tuh under (di bawah) jumlahnya," sambung Menkes Budi.

3 dari 4 halaman

Persebaran Dokter Tak Merata

Menkes Budi Gunadi Sadikin kembali menekankan, problem terbesar adalah masalah produksi dokter spesialis. Ada juga masalah persebaran dokter yang tak merata.

"Nomor satu, kita punya masalah dari sisi produksi, itu the biggest problem. Nomor 2 soal distribusi, itu juga masalah sekali. Lalu kita masalah di quantity, yang mana enggak merata antara satu sama lain, dan masalah lagi di gaji atau kompensasi," jelasnya.

"Kalau soal gaji atau kompensasi ini biasa keluarnya duluan, tapi kalau kita lihat dari sisi kita sebagai orang kesehatan, kondisi masyarakat masyarakat lihatnya kuantitas, jumlahnya dulu. Itu masalah karena mereka enggak bisa akses."

Terobosan Hospital Based

Oleh karena itu, produksi dokter spesialis sudah ada terobosan dengan pendidikan kedokteran berbasis rumah sakit atau hospital based.

"Kalau bisa nanti 300 rumah sakit tipe A, tipe B dalam waktu yang cepat bisa produksi spesialis. Ini juga selain menjawab produksi sekaligus menjawab distribusinya, karena nanti mereka akan bekerja di rumah sakit yang bersangkutan," tambah Budi Gunadi.

"Kalau bisa diutamakan adalah pegawai dari rumah sakit yang ada di sana, sehingga memudahkan juga menyelesaikan masalah distribusi dari dokter spesialis yang sekarang sangat langka."

Adanya hospital based diharapkan Budi Gunadi, biayanya menjadi jauh lebih murah.

"Karena dia tidak usah berhenti bekerja, tidak perlu membayarkan uang kuliah karena dia akan dianggap bukan kuliah sebagai dokter spesialis," sambungnya.

4 dari 4 halaman

Pasien BPJS dapat Dilayani

Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam laporannya memastikan sejumlah pembangunan rumah sakit yang saat ini sedang berlangsung di IKN rampung sesuai target, yakni pada pertengahan tahun 2024. Dengan begitu, rumah sakit tersebut sudah bisa digunakan sebelum ibu kota negara resmi pindah.

“Rencananya, sebelum nanti 17 Agustus, ada 4 rumah sakit yang ditargetkan rampung yakni 1 rumah sakit vertikal dan 3 rumah sakit swasta. Saya sudah sampaikan kepada semua pemilik rumah sakit kalau RS harus rampung sebelum kawasan IKN dihuni,” katanya saat mendampingi Presiden Jokowi meletakkan batu pertama (groundbreaking) pembangunan Mayapada Hospital Nusantara (MHNS), Rabu (31/10/2023).

Tiga rumah sakit swasta di IKN yang dimaksud, yaitu RS Abdi Waluyo, Mayapada Hospital, dan RS Hermina Nusantara.

Budi Gunadi juga menitipkan nantinya pasien BPJS juga bisa dilayani di rumah sakit tersebut. Masyarakat juga bisa mendapatkan manfaat dari layanan kesehatan kelas internasional.

“Kepada Mayapada terima kasih sudah mulai, saya titip lagi selain (layanan yang hebat-hebat) kasih juga kelas untuk BPJS,” titip Menkes.

Video Terkini