Liputan6.com, Jakarta Kreator konten Siskaeee menjadi buah bibir di media sosial usai mengaku telah berhubungan seksual dengan 216 pria.
"Iya, itu sebelum saya masuk penjara. Sekarang mungkin 215, 16 kemarin, ya 216," kata pemilik nama lengkap Fransiska Candra Novitasari dalam program yang dipandu Nikita Mirzani dikutip Kamis (9/11/2023).
Baca Juga
Warganet pun ramai berkomentar soal body count yang merujuk pada jumlah orang yang pernah disetubuhi.
Advertisement
"Buset body count sampe 216, kalah bates maksimal apply CV di Jobstreet per bulan," kata pengguna Twitter.
Sebelum Siskaeee, istilah body count sudah sempat viral di TikTok. Berbeda dengan arti yang dikenal warganet, istilah body count khususnya dalam dunia medis merujuk pada berapa banyak orang yang telah meninggal dalam situasi tertentu.
Ini adalah ungkapan yang sering dikaitkan dengan tentara atau tindakan perang di mana jumlah korban jiwa akan muncul setelah peristiwa.
Sebagaimana dikutip dari Dictionary yang menjelaskan bahwa body count adalah jumlah prajurit yang terbunuh dalam periode tertentu atau dalam aksi militer tertentu.
Perempuan Berhubungan Seksual hingga 216 Sangat Jarang Terjadi
Terkait kecenderungan perempuan dalam melakukan seks bebas dengan banyak pria, seksolog Haekal Anshari mengatakan hal seperti ini sangat jarang terjadi.
“Sangat-sangat jarang perempuan seperti ini, dan juga tidak semua laki-laki seperti ini," kata Haekal.
"Dorongan seksual seseorang (laki dan perempuan) dipengaruhi oleh hormon, rangsangan seksual yang diterima dan pengalaman seksual sebelumnya serta pandangan terhadap seksualitas itu sendiri,” kata pria yang karib disapa dokter Haekal kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, Kamis (9/11/2023).
“Ada orang yang memiliki gangguan seksual hiperseks, namun tidak mudah menegakkan diagnosanya,” tambahnya.
Dia menambahkan, bila hubungan seks dilakukan tanpa pengaman dan obat, maka meningkatkan risiko tertular penyakit seksual.
“Jika dilakukan tanpa menggunakan kontrasepsi kondom dan obat oral Profilaksis prapajanan (PrEP) atau post exposure (PEP) HIV, maka berisiko tertular infeksi menular seksual, mulai dari GO, sifilis hingga HIV,” ujar dokter sekaligus presenter itu.
Berisiko Picu Kanker Serviks
Senada dengan Haekal, dokter spesialis kebidanan dan kandungan Boyke Dian Nugraha mengatakan bahwa seks bebas meningkatkan risiko terkena penyakit menular seksual.
Menurutnya, jika salah satu dari 216 pria itu memiliki penyakit menular seksual maka perempuan tersebut akan tertular. Tak cuma penyakit menular seksual, seks bebas juga picu risiko kanker serviks.
“Hubungan seks bebas seperti itu selain penyakit menular seksual, risikonya kanker serviks kalau ada HPV-nya (human papillomavirus). Jika perempuannya tertular kemudian melakukan lagi dengan pria lain, ya dia tertular,” ujar Boyke kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (9/11/2023).
Advertisement
Risiko Penyakit Menular Seksual Tetap Ada meski Pakai Pengaman
Dokter Boyke menambahkan, ancaman penularan penyakit seks tetap ada meski aktivitas seksual dilakukan dengan menggunakan pengaman.
“Kalau pakai pengaman emang 100 persen aman? Tidak ada satu kondom pun yang dinyatakan 100 persen aman. Profesor dari Amerika mengatakan bahwa kondom itu berpori-pori dan pori-porinya lebih besar daripada virus HIV,” ujarnya.
“Jadi kalau virus HIV diumpamakan sebagai jeruk nipis maka pori-porinya sebesar jeruk Bali. Jadi tidak 100 persen aman,” ujar dokter spesialis kebidanan dan kandungan itu.
Di sisi lain, virus yang berkaitan dengan penyakit menular seksual bukan hanya HIV tapi banyak virus lain, misalnya herpes yang juga disebabkan oleh virus.
Tetap Berisiko Jika Tak Menggunakan Obat Oral
Hal ini diaminkan oleh Haekal, menurutnya, risiko tertular penyakit menular seksual tetap ada meski sudah menggunakan pengaman.
“Tetap ada risiko apabila tidak menggunakan obat oral Profilaksis prapajanan (PrEP) atau post exposure (PEP) HIV, maka berisiko tertular HIV.”
Lebih lanjut dia mengatakan, jangankan dengan ratusan orang, berhubungan seksual dengan satu orang yang sama pun tetap memiliki risiko tertular penyakit.
“Apakah hubungan seksual dengan satu orang yang sama sudah dapat dipastikan aman? Belum tentu, kecuali sudah terbukti secara hasil lab tidak mengandung bakteri, parasit dan virus menular seksual minimal hasilnya tiga bulan dari hubungan seksual yang terakhir,” ujarnya.
Advertisement