Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sedang berupaya mendapatkan pendanaan dari luar negeri yang digunakan untuk pengadaan alat kesehatan, termasuk revitalisasi faskes atau fasilitas kesehatan dan pembangunan laboratorium kesehatan masyarakat.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, jumlah pendanaan dari luar negeri ini senilai sekitar 3,9 miliar dolar AS. Proses untuk memeroleh pendanaan masih terus dilakukan dan diharapkan pada akhir tahun 2023 dapat disetujui.
Baca Juga
"Kita sekarang udah dalam proses. Mudah-mudahan, di akhir tahun ini bisa kita peroleh persetujuannya untuk revitalisasi Puskemas, Posyandu, rumah sakit, pembangunan laboratorium kesehatan masyarakat di seluruh provinsi," ungkap Budi Gunadi saat diwawancarai Health Liputan6.com di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
Advertisement
"Dananya itu mungkin sekitar 3,9 milliar dollar."Â
Pendanaan dari Luar Negeri
Untuk pendanaan sendiri direncanakan diperoleh dari World Bank, Islamic Development Bank (IsDB), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dan Asian Development Bank (ADB).
"Itu ada dari World Bank, IsDB, AIIB, dan ADB," lanjut Menkes Budi.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo pada rilis 13 Oktober 2023 mengatakan, pelaksanaan pendanaan atau pinjaman harus dilakukan sesuai regulasi. Selain itu, ditekankan agar tidak mematikan perkembangan industri alat kesehatan nasional.
Pendanaan Harus Sesuai UU Kesehatan
Bamsoet, sapaan akrabnya mengatakan, pelaksanaan pendanaan atau pinjaman harus dilakukan sesuai regulasi juga ditekankan agar tidak mematikan perkembangan industri alat kesehatan nasional.
Pelaksanaan pinjaman luar negeri tersebut harus dilakukan sesuai UU Kesehatan serta regulasi terkait lainnya yang berlaku, dengan tetap memastikan aspek keamanan, kualitas, kinerja, dan ketersediaan.
Lebih penting lagi, jangan sampai mematikan tumbuh kembangnya industri alat kesehatan nasional yang kini sedang masif dilakukan oleh dunia usaha anak bangsa.
"Sebagai dukungan terhadap Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo untuk mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri dan pengurangan pemakaian produk impor di segala bidang, termasuk bidang farmasi dan alat kesehatan," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Jumat (13/10/23).
Â
Advertisement
Penyaluran Pendanaan ke RS sampai Lab
Bamsoet menjelaskan, pelaksanaan pendanaan dari luar negeri yang digunakan untuk pengadaan alat kesehatan tersebut direncanakan akan disalurkan ke rumah sakit, posyandu hingga laboratorium.
Lebih rinci, yakni 20 rumah sakit nasional, 49 rumah sakit provinsi, dan 489 rumah sakit kota/kabupaten. Ada juga untuk 10.322 Puskesmas, 48.442 Poskesdes, dan 1.500.000 Posyandu. Ditambah 514 tier-2 labs, 38 tier-3 labs, 12 tier-4 labs, dan 2 tier-5 labs.
"Menurut Gakeslab Indonesia, beberapa unit alat kesehatan yang akan disiapkan di berbagai pelayanan kesehatan tersebut sudah bisa diproduksi dari dalam negeri. Sehingga tidak perlu impor, karena dikhawatirkan akan mematikan perkembangan industri alat kesehatan nasional," jelas Bamsoet.
"Kalaupun ada yang diimpor melalui skema pinjaman/pendanaan dari luar negeri, ada baiknya dilakukan dengan menggandeng partner lokal dari Indonesia."
70 Persen Suplai Alat Kesehatan Masih Impor
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI itu juga menerangkan reformasi sistem kesehatan nasional merupakan agenda besar Kementerian Kesehatan. Kemandirian farmasi dan alat kesehatan merupakan kebijakan bagian dari pilar ketiga transformasi sistem ketahanan kesehatan yang harus senantiasa didukung.
Berdasarkan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI, hingga awal tahun 2023, sebanyak 70 persen suplai alat kesehatan di Indonesia masih dipenuhi oleh alat kesehatan impor, baik dari segi bahan baku maupun teknologi yang digunakan.
Pertumbuhan Industri Alat Kesehatan Meningkat
Pertumbuhan industri alat kesehatan di Indonesia diakui Bamsoet sebenarnya terus melesat. Tahun 2021 tercatat ada 891 perusahaan yang memproduksi alat kesehatan.
"Meningkat pesat dibanding tahun 2015 yang hanya tercatat 123 perusahaan. Pertumbuhan ini harus terus didukung dengan berbagai kebijakan yang pro terhadap industri alat kesehatan nasional," imbuhnya.
"Sehingga kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan perekonomian nasional juga semakin besar."
Advertisement