Sukses

Kata Menkes Budi Banyak Wanita Takut Cek Kanker Payudara Sejak Dini

Masih banyak wanita di Indonesia takut mengecek kanker payudara sejak dini.

Liputan6.com, Jakarta Pemeriksaan atau skrining dini kanker payudara masih menjadi tantangan lantaran banyaknya wanita yang takut. Hal ini karena ada rasa takut menerima kenyataan bila terdeteksi kanker payudara.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menilai wanita tak perlu cemas untuk melakukan skrining kanker payudara. Apabila ditemukan sejak awal ada kanker payudara atau berisiko kanker, maka perawatan dan pengobatan dapat segera dilakukan.

Terlebih lagi, kasus kanker payudara di Inddonesia terbilang tinggi sebagai penyumbang kematian di kalangan perempuan.

"Paling banyak kanker sekarang kan kanker payudara yang meninggal. Nah, itu wanita-wanita di Indonesia takut ngecek, takut menerima kenyataan," ucap Budi Gunadi di sela-sela acara ‘Ayo Sehat Festival’ di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta Pusat pada Sabtu, 11 November 2023.

"Padahal, kanker payudara itu kalau diketahui dini, 90 persen bisa sembuh."

Edukasi Harus Lebih Banyak

Masih banyak wanita yang takut skrining kanker payudara, menurut Budi Gunadi, perlu ada edukasi lebih banyak.

Sebab, bisa saja ada wanita yang kanker payudara tapi tidak ketahuan dari awal, sehingga datang berobat sudah kondisi parah.

"Di Indonesia, enggak ketahuan karena banyak wanita enggak berani ngecek. Harus lebih banyak lagi edukasinya," terang Menkes Budi.

2 dari 4 halaman

Penting Hidup Sehat, Jangan sampai Sakit

Permasalahan kesehatan, lanjut Budi Gunadi Sadikin, sebaiknya tidak hanya dilihat soal pengobatan dan penyembuhan penyakit saja.

"Sebenernya bukan itu. Masalah kesehatan itu misalnya, soal gaya hidup kita, rajin berolahraga, makannya diatur, rajin ngecek kesehatan," katanya.

"Kami ingin mengedukasi masyarakat, bahwa yang penting hidup sehat, jangan sampai sakit. Rajin-rajin berolahraga dan jaga makan supaya tidak sakit."

3 dari 4 halaman

Rajin Skrining Tes Darah

Menkes Budi Gunadi Sadikin juga berpesan kepada masyarakat agar rajin skrining kesehatan. Misalnya, cek kolesterol dan tekanan darah.

"Mesti rajin skrining tes darah, kolesterolnya, darah tingginya, gulanya," pesannya.

"Jadi, bagaimana agar masyarakat bisa hidup sehat, mulai dari ibu hamil, balita, anak anak, remaja sampai lansia. Definisi sehat kan bukan hanya sehat fisik, tapi sehat mental juga menjadi penting."

Takut Tahu Penyakit yang Dialami

Pada acara lokakarya bersama APAC WCC bekerja sama dengan Roche, dan UNFPA, Budi Gunadi mengatakan, masyarakat Indonesia takut untuk menerima kenyataan dirinya sakit. Khususnya deteksi kanker payudara dan kanker serviks.

Oleh karena itu, mereka takut untuk melakukan skrining.

“Masyarakat Indonesia mereka sangat takut menerima kenyataan mereka sakit. Mereka takut untuk melakukan skrining dan tahu mengenai penyakitnya,” kata Budi Gunadi di Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Menurut Menkes, skrining sejak dini membuat peluang kesembuhan lebih tinggi.

“Kami sudah menyiapkan fasilitasnya, tapi hal ini kembali lagi dengan orang tersebut apakah mau melakukan skrining atau tidak,” sambungnya.

4 dari 4 halaman

Tentang Masyarakat yang Cari Pengobatan Alternatif

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Eva Susanti menerangkan, edukasi kepada masyarakat adalah hal utama.

“Edukasi adalah hal utama, memberi pemahaman bahwa kanker itu apabila ditemukan awal, tata laksana lebih baik, tingkat kesembuhannya lebih bagus,” terangnya.

Selain takut deteksi dini, sebagian orang yang sudah terdiagnosis juga malah memilih pengobatan alternatif ketimbang menemui dokter ahli.

“Memang ada beberapa masyarakat, ketika ditemukan di awal (kankernya) terus mereka lari ke pengobatan lain (alternatif). Nah, sebenarnya itu yang perlu kita kasih tahu bahwa kita sudah memiliki layanan pengobatan untuk tatalaksana kanker termasuk di layanan primer,” jelas Eva.

Terapi Lesi Kanker

Jika kanker ditemukan di awal, maka lesi kanker bisa diterapi langsung dengan krioterapi. Kemenkes telah menyediakan layanan rujukan di kabupaten/kota di mana masyarakat itu berada.

“Jadi ada yang bisa melayani di level dasar, kemudian ada yang bisa melayani di level madya dan ada yang memang sudah di level paripurna. Jadi setiap layanan rujukan itu sudah sesuai dengan yang mereka bisa akses,” imbuh Eva.