Masalah anak pendek karena kekurangan gizi di Indonesia masih terbilang tinggi. Rata-rata jumlahnya 4 dari 10 anak Sekolah Dasar.
Hal ini disampaikan Kasubdit Bina Gizi Klinis Kementerian Kesehatan Andry Harmami ada acara peluncuran Program Terpadu Intervensi Perbaikan Gizi dan Pemberdayaan Komunitas, di Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, seperti dikutip dari Antara, Selasa (26/3/2013).
"Saat ini masalah orang pendek atau anak pendek sangat tinggi sekali, di mana Indonesia masih 35,8 persen," kata Andry Harmami.
Dia mengatakan dengan persentase tersebut artinya secara rata-rata dari 10 anak sekolah dasar, empat diantaranya mengalami masalah pendek karena asupan gizi kurang baik.
Menurutnya, saat ini tingkat gizi kurang di Indonesia 17,9 persen. Dari total tersebut 4,7 persennya mengalami gizi buruk. Padahal, prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kemenkes 2010-2014 adalah perbaikan faktor gizi masyarakat. Di mana secara jangka panjang perbaikan gizi diterapkan untuk menurunkan tingkat gizi kurang.
"Sedangkan sasaran jangka menengah yang ingin kita capai pada 2014 dalam hal perbaikan gizi adalah menurunkan persentase gizi kurang menjadi 15 persen dari saat ini yang sebesar 17,9 persen. Serta mengurangi persentase anak pendek menjadi 32 persen dari saat ini 35,8 persen," ujar dia.
Andry menjelaskan, upaya pencegahan gizi kurang oleh pemerintah sejauh ini dilakukan secara rutin mulai dari posyandu melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan dengan dilakukan penimbangan terhadap balita tiap bulan, penyuluhan gizi khususnya konseling ASI ekslusif dan pemberian makanan bayi/anak, penggunaan garam beryodium, serta pemberian pelayanan kesehatan dasar.
Dia mengatakan apabila dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan mengindikasikan anak terkena gizi buruk, maka anak perlu dirujuk secepatnya melalui puskesdes, puskesmas pembantu atau puskesmas.
Apabila anak menyandang penyakit penyerta yang sulit disembuhkan maka anak dapat dirujuk ke puskesmas rawat inap. "Anak yang menderita gizi kurang dan diberikan makanan tambahan khusus selama maksimal 90 hari, dengan pemantauan tepat akan pulih layaknya penderita gizi kurang lainnya. Tapi jika dalam 90 hari belum pulih maka harus segera didiagnosa, pasti ada penyakit penyertanya, dan harus diberikan upaya tata laksana gizi buruk di rumah sakit," ujarnya.
Dia menekankan, sejauh ini puskesmas telah mendapatkan bantuan operasional kesehatan dari pemerintah melalui APBN non-gaji. Oleh karena itu dia mengharapkan puskesmas dapat senantiasa meningkatkan kinerja dengan melakukan pendekatan ke masyarakat terutama terkait masalah gizi kurang dan buruk, mulai dari kegiatan pelacakan, berkunjung ke rumah dan pendampingan.
Gizi buruk bisa terjadi pada semua kelompok umur, namun yang patut diperhatikan adalah pada bayi, terutama pada periode emas atau sepanjang usia 1.000 hari.
"'Almarhumah' Menkes RI Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan ada 1.000 hari untuk anak negeri, artinya selama 1.000 hari usia anak itu harus menjadi prioritas pemberian gizi, dan tidak bisa digantikan pada masa setelahnya," kata dia. (Mel/Abd)
Hal ini disampaikan Kasubdit Bina Gizi Klinis Kementerian Kesehatan Andry Harmami ada acara peluncuran Program Terpadu Intervensi Perbaikan Gizi dan Pemberdayaan Komunitas, di Universitas Terbuka, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, seperti dikutip dari Antara, Selasa (26/3/2013).
"Saat ini masalah orang pendek atau anak pendek sangat tinggi sekali, di mana Indonesia masih 35,8 persen," kata Andry Harmami.
Dia mengatakan dengan persentase tersebut artinya secara rata-rata dari 10 anak sekolah dasar, empat diantaranya mengalami masalah pendek karena asupan gizi kurang baik.
Menurutnya, saat ini tingkat gizi kurang di Indonesia 17,9 persen. Dari total tersebut 4,7 persennya mengalami gizi buruk. Padahal, prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kemenkes 2010-2014 adalah perbaikan faktor gizi masyarakat. Di mana secara jangka panjang perbaikan gizi diterapkan untuk menurunkan tingkat gizi kurang.
"Sedangkan sasaran jangka menengah yang ingin kita capai pada 2014 dalam hal perbaikan gizi adalah menurunkan persentase gizi kurang menjadi 15 persen dari saat ini yang sebesar 17,9 persen. Serta mengurangi persentase anak pendek menjadi 32 persen dari saat ini 35,8 persen," ujar dia.
Andry menjelaskan, upaya pencegahan gizi kurang oleh pemerintah sejauh ini dilakukan secara rutin mulai dari posyandu melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan dengan dilakukan penimbangan terhadap balita tiap bulan, penyuluhan gizi khususnya konseling ASI ekslusif dan pemberian makanan bayi/anak, penggunaan garam beryodium, serta pemberian pelayanan kesehatan dasar.
Dia mengatakan apabila dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan mengindikasikan anak terkena gizi buruk, maka anak perlu dirujuk secepatnya melalui puskesdes, puskesmas pembantu atau puskesmas.
Apabila anak menyandang penyakit penyerta yang sulit disembuhkan maka anak dapat dirujuk ke puskesmas rawat inap. "Anak yang menderita gizi kurang dan diberikan makanan tambahan khusus selama maksimal 90 hari, dengan pemantauan tepat akan pulih layaknya penderita gizi kurang lainnya. Tapi jika dalam 90 hari belum pulih maka harus segera didiagnosa, pasti ada penyakit penyertanya, dan harus diberikan upaya tata laksana gizi buruk di rumah sakit," ujarnya.
Dia menekankan, sejauh ini puskesmas telah mendapatkan bantuan operasional kesehatan dari pemerintah melalui APBN non-gaji. Oleh karena itu dia mengharapkan puskesmas dapat senantiasa meningkatkan kinerja dengan melakukan pendekatan ke masyarakat terutama terkait masalah gizi kurang dan buruk, mulai dari kegiatan pelacakan, berkunjung ke rumah dan pendampingan.
Gizi buruk bisa terjadi pada semua kelompok umur, namun yang patut diperhatikan adalah pada bayi, terutama pada periode emas atau sepanjang usia 1.000 hari.
"'Almarhumah' Menkes RI Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan ada 1.000 hari untuk anak negeri, artinya selama 1.000 hari usia anak itu harus menjadi prioritas pemberian gizi, dan tidak bisa digantikan pada masa setelahnya," kata dia. (Mel/Abd)