Liputan6.com, Jakarta Kondisi stunting pada anak ternyata dapat berdampak terhadap bonus demografi Indonesia. Bonus demografi yang terjadi rentang 2030-2040 bisa saja tidak maksimal bilamana problem stunting tidak tertangani dengan baik.
Deputi Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amich Alhumami mengatakan, stunting berkaitan erat dengan prestasi belajar anak. Dalam hal ini, dampak stunting pada perkembangan otak anak dapat berbahaya.
Baca Juga
Anak-anak yang mengalami stunting cenderung mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa dan motorik halus, memiliki skor IQ yang lebih rendah, serta memiliki performa akademik yang lebih buruk. Demi mempersiapkan bonus demografi, kondisi anak juga mesti bagus kesehatan anak.
Advertisement
"Status kesehatan harus bagus. Anak-anak di bawah 5 tahun dicegah supaya jangan stunting. Karena kan kondisi itu bisa kerusakan otak permanen dan kondisi stunting terkait prestasi belajar sehingga kalau stunting, maka bonus demografi tidak akan maksimal," kata Amich dalam acara 'International Symposium Early Childhood Education and Development (ECED) 2023' di Grand Sahid Jaya, Jakarta pada Kamis, 16 November 2023.
Pendidikan dan Gizi Anak Menjadi Penting
Indonesia harus dapat optimal memanfaatkan bonus demografi. Oleh karena itu, pendidikan dan gizi anak menjadi penting.
"Bonus demografi akan sampai di titik terendah. Jadi 8-10 tahun mendatang, kita punya waktu emas itu tahun 2027-2037. Kondisi anak untuk pendidikan, kesehatan, gizi menjadi penting. Ini kebutuhan esensial periode tumbuh kembang," lanjut Amich.
1000 Hari Pertama Itu Menentukan
Berdasarkan data Bappenas, Indonesia memiliki angka angkatan kerja produktif kira-kira 70-72 persen dari total penduduk. Untuk total sekarang sekitar 275 juta penduduk.
"Jadi kognitif skill, critical times itu di kesehatan 1000 hari pertama kehidupan itu menentukan dan di sini critical period," Amich Alhumami melanjutkan.
"Untuk pendidikan usia dini itu ada kognitif skill mencakup ability, soal berbahasa, sosial emosional termasuk membangun spiritual ability. Social skill dan soft skill akan membantu anak tumbuh maksimal selama mereka masa periode pendidikan dasar dan lanjutan."
Advertisement
Dampak Stunting Terhadap Capaian Pembelajaran
Amich Alhumami memaparkan, tahun awal 2000-an terdapat sekitar 21,1 juta anak. Dari jumlah tersebut, sebesar 7,7 juta di antaranya mengalami kurang gizi dan stunting,
"Kalau kita lihat prevalensi stunting tinggi seperti Filipina dan Indonesia atau sebagian Brunei Darussalam. Nah, Singaura tidak mengalami masalah stunting sehingga capaian pembelajaran sangat tinggi. Sama juga di Korea Selatan," paparnya.
"Ini kaitan dengan status kesehatan pra sekolah dan pembelajaran pra sekolah. Pengalaman anak pra sekolah selama satu tahun itu dapat menyumbang (kemampuan) literasi yang sangat bagus. Ini studi empiris yang bisa menjadi rujukan agar kita berinvestasi pada anak-anak usia dini untuk kesehatan maupun Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)."
Bonus Demografi Akan Sia-sia Jika Stunting Tak Ditangani Baik
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh sebelumnya menekankan, bonus demografi yang dinikmati Indonesia akan menjadi sia-sia kalau stunting tidak ditangani dengan baik. Ini karena stunting akan menghasilkan generasi yang serba kekurangan.
“Kenapa stunting sangat berbahaya? Kalau anak sudah stunting hingga usia dua tahun, ia tidak bisa disembuhkan. Kondisi ini dapat mengganggu bukan hanya menghambat perkembangan fisik tapi juga intelektualitas dari anak tersebut,” kata Nihayatul dalam keterangan pada September 2023.
Ancaman Stunting
Kondisi stunting dikhawatirkan akan membuat generasi berikutnya menjadi tidak berkualitas dan tidak mampu memimpin negara.
"Bayangkan di Indonesia kalau terdapat sekitar 20 persen bayi dengan kondisi stunting saat ini, maka 30 tahun lagi 20 persen anak mudanya tidak bisa memimpin negeri ini karena tidak berkualitas akibat stunting. Mari, kita bersama bahu membahu untuk memerangi stunting di Indonesia,” ucap Nihayatul Wafiroh yang akrab disapa Neng Niek.
Neng Niek pun menjelaskan bagaimana ancaman yang diberikan stunting pada tercapainya bonus demografi.
“Indonesia sampai tahun 2035 akan mengalami bonus demografi di mana umur 16-60 tahun lebih banyak dari pada usia 65 tahun ke atas. Generasi produktifnya lebih banyak daripada non produktif," tutupnya.
“Bila generasi produktif ini tidak berkualitas, bisa kita bayangkan bagaimana bangsa ini bisa mendapat manfaat dari bonus demografi."
Advertisement