Sukses

Liputan6.com Terima Penghargaan Circle of Excellence sebagai Media yang Berdedikasi pada Perkembangan Anak Indonesia

Circle of Excellence merupakan penghargaan yang diberikan kepada individu maupun instansi yang dinilai sangat istimewa karena menjadi wajah dan suara untuk Wahana Visi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Liputan6.com mendapat penghargaan Circle of Excellence dari organisasi kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI).

Circle of Excellence merupakan penghargaan yang diberikan kepada individu maupun instansi yang dinilai sangat istimewa karena menjadi wajah dan suara untuk Wahana Visi Indonesia.

Penghargaan ini diberikan kepada pihak yang telah memanfaatkan pengaruhnya di tengah masyarakat untuk menyebarkan kasih dan harapan sebagai duta-duta harapan, tokoh publik dan media yang menyuarakan pekerjaan-pekerjaan Wahana Visi Indonesia.

Menurut WVI, Liputan6.com menjadi salah satu penerima penghargaan ini karena telah berkomitmen, berdedikasi dan berkontribusi kepada perkembangan anak di Indonesia serta turut membatu mempublikasikan pekerjaan-pekerjaan Wahana Visi Indonesia.

Penghargaan diberikan dalam momen ulang tahun WVI ke-25 dan diterima langsung oleh Pemimpin Redaksi Liputan6.com, Irna Gustiawati.

Selain Liputan6.com, ada empat media lain yang mendapat penghargaan yang sama yakni:

  • Harian Kompas
  • The Jakarta Post
  • Kompas.com
  • IDN Media.

Penghargaan diberikan langsung oleh Direktur Manajemen Strategi WVI Candra Wijaya di J.S. Bach Recital Hall, Calvin Tower, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis malam (16/11/2023).

Mengenal WVI

Wahana Visi Indonesia (WVI) adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang melayani dan berkolaborasi dalam pemberdayaan anak, keluarga dan masyarakat yang paling rentan.

Pelayanan dilakukan melalui pendekatan pengembangan masyarakat, advokasi dan tanggap bencana untuk membawa perubahan yang berkesinambungan tanpa membedakan agama, ras, suku, dan gender.

2 dari 4 halaman

Tantangan Tersulit Adalah Jadi Agen Perubahan yang Terus Bertransformasi

Organisasi ini berdiri sejak 19 November 1998 dan kini telah berusia 25. Dalam peringatan hari ulang tahun ke-25 sekaligus pemberian penghargaan pada Liputan6.com, Direktur Nasional WVI Angelina Theodora mengungkap tantangan terbesar WVI.

“Kalau menurut saya, secara besaran, tantangan terbesar Wahana Visi Indonesia saat ini adalah bagaimana kita bisa menjadi agen perubahan yang terus bertransformasi juga,” kata Angelina.

Transformasi dinilai penting lantaran program pendampingan, pengembangan, pemberdayaan anak, keluarga, dan masyarakat semakin perlu bentuk program yang semakin beragam.

“Karena permasalahan sosial semakin kompleks, semakin kontekstual juga, semakin banyak yang perlu kita hadapi. Dan pada saat yang bersamaan juga kapasitas negara semakin baik juga. Jadi bagaimana kita bisa terus memaksimalkan serta mengedepankan peran aktif semua pihak sehingga lebih berdampak,” tambahnya.

3 dari 4 halaman

Tantangan di Lapangan terkait Disabilitas

Di hari yang sama, tepatnya di pagi hingga siang sebelum malam penganugerahan penghargaan tersebut, WVI juga membuka sesi konferensi pers.

Dalam kesempatan tersebut, Candra Wijaya memaparkan terkait tantangan yang dihadapi penyandang disabilitas di Indonesia.

“Masalah utama dari anak-anak maupun orang dewasa yang disabilitas adalah bagaimana mereka ikut terlibat di dalam proses perencanaan pembangunan,” kata Candra Wijaya kepada Disabilitas Liputan6.com dalam konferensi pers Hari Ulang Tahun WVI ke-25 di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

Dia mengaku tak berpengalaman langsung menangani anak disabilitas. Namun, dia sempat terlibat dalam program HIV/AIDS. Meski begitu, ia melihat ada situasi yang sama antara isu disabilitas dengan HIV/AIDS.

“Dulu di program HIV/AIDS sering kali kita yang tidak terinfeksi HIV membuat program terkait HIV dan AIDS, intervensi, dan segala macam, tanpa melibatkan orang-orang dengan HIV.”

Tidak melibatkan orang-orang dengan HIV/AIDS dalam program yang bertujuan untuk merespons kondisi tersebut membuat program itu tak berjalan optimal.

“Sehingga kami belajar bahwa saudara-saudara kita yang HIV dan AIDS itu perlu ikut terlibat dalam program yang memang dilakukan untuk merespons HIV/ AIDS,” tambah Candra.

“Saya melihat kesamaannya dengan orang-orang yang berkebutuhan khusus, mereka perlu dilibatkan,” imbuhnya.

4 dari 4 halaman

Pemetaan Data Disabilitas Tak Berjalan

Angelina juga menyampaikan bahwa salah satu alasan terjadinya masalah pada penyandang disabilitas adalah tak berjalannya pemetaan.

“Masalah kasus ini sebetulnya karena pemetaan disabilitas di Indonesia tidak berjalan. Sebetulnya disabilitas ini kan spektrumnya besar dan kalau di desa-desa biasanya yang dikatakan sebagai disabilitas tuh kalau memang sudah parah atau sangat terlihat disabilitasnya.”

Dalam hal ini, pemetaan dini tidak terjadi sehingga rehabilitasi dini pun tidak terlaksana. Ini karena sistemnya tidak jalan dari hulu ke hilir.

Sebetulnya, lanjut Angelina, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) punya panduan untuk memetakan data. Sayangnya, kader-kader posyandu tidak dilatih, sehingga mereka tak mengetahui cara membantu proses pemetaan.

“Dan kalau sudah dipetakan pun, menghubungkan dengan layanan publiknya ini (yang jadi tantangan).“

Misalnya di Lombok, tempat-tempat rehabilitasi adanya di Mataram. Artinya, orang yang dari desa harus menempuh jarak jauh ke Mataram. Hal ini tentu menyulitkan keluarga yang rentan dan yang kurang mampu untuk mengakses layanan rehabilitasi dan sebagainya.

“Jadi masalahnya adalah bagaimana kita menghubungkan dari hulu ke hilir, dari pusat sampai ke pelayanan publiknya juga,” pungkasnya.