Liputan6.com, Jakarta Jagad media sosial sedang ramai dengan adanya ajakan penolakan pelepasan nyamuk wolbachia. Ajakan ini mencuat sejak munculnya jumpa pers pada Minggu, 12 November 2023 yang dihadiri mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari terkait setop penyebaran jutaan nyamuk yang mengandung bakteri wolbachia.
Kekhawatiran dampak nyamuk ber-wolbachia berimbas terhadap ditundanya pelepasan tersebut di Denpasar, Bali yang rencananya disebar pada Senin (13/11/2023).
Baca Juga
Bahkan dikabarkan, jutaan telur nyamuk wolbachia itu dihancurkan setelah penundaan pelepasan.
Advertisement
Lantas, bagaimana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyikapi adanya penolakan nyamuk wolbachia? Padahal, teknologi wolbachia sudah masuk ke dalam salah satu strategi penanganan dengue di Indonesia.
Edukasi kepada Masyarakat
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menyampaikan, pihaknya akan terus memberikan edukasi dan informasi soal penerapan wolbachia.
"Kita akan edukasi dan menjelaskan kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, bukan hoax," ujar Syahril saat dihubungi Health Liputan6.com pada Kamis, 16 November 2023.
Teknologi wolbachia merupakan salah satu inovasi yang melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Strategi Nasional.
Sebagai pilot project, dilaksanakan di lima kota yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan dengue.
Tidak Ada Risiko Perubahan Genetik Nyamuk
Mohammad Syahril menegaskan, teknologi wolbachia sudah terbukti dilakukan di sejumlah negara di dunia. Sebut saja, Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuathu, Mexico, Kiribathi, New Caledonia, Sri Lanka.
Selain itu, wolbachia juga tidak ada risiko perubahan genetik nyamuk karena bakteri wolbachia merupakan bakteri alami pada serangga.
"Bukti beberapa negara dilakukan juga sudah ada. Bakteri wolbachia adalah bakteri alami yang ada juga di beberapa serangga selama ini, sehingga tidak ada risiko terkait (perubahan) genetik," tegas Syahril.
"Sudah ada juga studi faktor risiko yang dilakukan peneliti."
Sebelumnya, uji coba penyebaran nyamuk ber-wolbachia telah dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul pada tahun 2022. Hasilnya, di lokasi yang telah disebar Wolbachia terbukti mampu menekan kasus demam berdarah hingga 77 persen, dan menurunkan proporsi dirawat di rumah sakit sebesar 86 persen.
Advertisement
Disebut Nyamuk Bionic Wolbachia
Salah satu yang menyuarakan untuk menolak penyebaran nyamuk wolbachia adalah akun @MprAldo. Pada 16 November 2023 akun tersebut menyuarakan penolakan terhadap pelepasan nyamuk ber-wolbachia. Bahkan dikatakan sebagai 'nyamuk bionik wolbachia.'
Â
SIMAK PENJELASAN KOMJEN POL DHARMA P !!RAKYAT WAJIB L4W4N !!JANGAN DIAM !!
TOLAK PENYEBARAN NYAMUK BIONIK WOLBACHIA !!
demikian keterangan unggahan @MprAldo.
Bila merujuk keterangan Kemenkes, metode wolbachia menggunakan bakteri di dalam tubuh serangga yang tergolong alami, bukan bakteri transgenik.
Kampanye Tolak Nyamuk Wolbachia
Unggahan lain ada dari akun @LinggarPras pada 16 November 2023 yang menuliskan untuk kampanyekan penolakan pelepasan nyamuk wolbachia. Unggahannya disertai taggar #tolaknyamukwolbachia.
Â
Ayo!!!!! Kampanyekan tolak pelepasan nyamuk wolbachia, atau kita masuk pandemi lagi setelah covid
#tolaknyamukwolbachia
#tolaknyamukwolbachia
#tolaknyamukwolbachia
demikian unggahan dari akun @LinggarPras
Akun @AzamJavas pada 12 November 2023 juga turut menyuarakan penolakan nyamuk wolbachia.
Tolak penyebaran nyamuk terpapar bakteri WOLBACHIA!!!!!!!!!!
Advertisement