Sukses

5 Fakta Nyamuk Wolbachia yang Bikin Geger Publik, Riset Perlihatkan Ampuh Tekan Kasus DBD

Fakta-fakta seputar nyamuk wolbachia untuk menekan penularan Demam Berdarah Dengue atau DBD.

Liputan6.com, Jakarta Implementasi nyamuk wolbachia sedang bertahap dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sebagai bagian penanggulangan dengue. Nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri wolbachia ini, sebagaimana hasil penelitian Universitas Gadjah Mada (UGM) terbukti menekan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).

Namun, pilot project pelepasan nyamuk ber-wolbachia untuk mencegah DBD seperti di Bali diwarnai penolakan masyarakat. Di media sosial, ramai ajakan penolakan setop penyebaran telur nyamuk wolbachia dalam sepekan ini.

Berbagai narasi pun muncul, mulai wolbachia disebut-sebut senjata pembunuh, misi Bill Gates, berdampak pada kerusakan otak sampai mengubah genetik manusia menjadi LGBT. Tak ayal, masyarakat dibuat cemas dan bingung.

Menjawab semua pertanyaan dan keresahan publik, seperti apa sebenarnya fakta di balik wolbachia? Amankah inovasi ini bagi kesehatan dan lingkungan masyarakat?

1. Benarkah wolbachia itu rekayasa genetik?

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Wiku Adisasmito menjelaskan, wolbachia bukan hasil rekayasa genetik. Wolbachia adalah bakteri yang sudah ada pada tubuh serangga, khususnya nyamuk.

"Bukan rekayasa genetik, itu genetikanya enggak diubah. Hanya saja, bakteri wolbachia itu ditambahin di dalam nyamuknya yang memang sudah ada wolbachia-nya," jelas Wiku saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat (17/11/2023).

"Kalau diperbanyak (bakteri wolbachia), dia akan berkompetisi dengan virusnya (virus dengue), sehingga virusnya enggak berkembang di dalam nyamuk."

Merujuk informasi UGM tentang teknologi wolbachia, bakteri wolbachia bukanlah bakteri transgenik. Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga.

Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue.

2 dari 5 halaman

Wolbachia untuk Pengendalian Dengue

2. Seberapa penting penerapan wolbachia?

Virus dengue mudah bereplikasi pada nyamuk Aedes aegypti. Hal ini berujung terjadinya peningkatan delapan kali lipat kasus DBD di dunia pada tahun 2000-2022, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

DBD meningkat dari 500.000 kasus menjadi 4,2 juta. Bahkan dikatakan, jika setengah dari populasi dunia berisiko terkena demam berdarah, yang mana penyakit ini telah menyerang sekitar 129 negara. 

Menilik kondisi global, penerapan nyamuk wolbachia menjadi harapan pengendalian penularan dengue.

"Aedes aegypti merupakan vektor utama dari demam berdarah karena virusnya mudah bereplikasi di nyamuk dan memang banyak pada manusianya," terang Wiku Adisasmito.

"Kalau kena dengue, bisa menyebabkan pecah-pecah pembuluh darah atau perdarahan, kencing berdarah, mimisan atau shock syndrome karena semuanya (pembuluh darah) pecah. Jadi, wolbachia itu intinya cara mengendalikan (dengue) secara dunia."

Perlu Penelitian Dampak Jangka Panjang Wolbachia

Di sisi lain, perlu ada penelitian terhadap dampak jangka panjang terhadap penerapan wolbachia.

"Untuk dampak jangka panjang tentunya perlu penelitian ya dan ini PR-nya seluruh dunia juga termasuk di Amerika. Apakah dengue ada di Amerika (bagian utara)? Enggak ada, tapi nyamuknya sudah mulai ada ke daerah utara karena climate change," tutur Wiku yang mendalami dengue.

"Namun, di Amerika bagian selatan udah mulai ada (kasus dengue). Meksiko ada kasusnya banyak, Kuba dan Amerika Latin banyak, Pacific Islands banyak sekali. Lalu, Indonesia, Asia sampai Vietnam ada juga kasusnya udah lama sekali."

3 dari 5 halaman

Virus Dengue Tidak Bereplikasi Lagi

3. Nyamuk wolbachia berisiko membuat virus bermutasi, benarkah?

Wiku Adisasmito menekankan, penambahan bakteri wolbachia ke dalam nyamuk Aedes aegypti tidak akan membuat virus dengue bereplikasi. Jumlah virus dengue pada nyamuk justru akan semakin kecil.

Tatkala nyamuk mengisap manusia, maka virus dengue yang dibawa pada air liur nyamuk menjadi tidak efektif.

Seperti diketahui, transmisi demam berdarah terjadi saat air liur nyamuk yang mengandung virus masuk ke tubuh host baru ketika nyamuk menghisap darah berikutnya.

"Bukan (membuat virus bermutasi), wolbachia itu berkompetisi dengan replikasinya virus. Karena ada wolbachia membuat virusnya tidak multiplikasi, enggak bisa beranak pinak sehingga dia enggak bisa bereplikasi lagi," imbuh Wiku yang pernah menjabat sebagai Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19.

"Kemudian jumlah virus di dalam nyamuknya makin kecil sehingga dia enggak berefektif menularkan di air liur."

Pelepasan Jutaan Telur Nyamuk Wolbachia

Terpisah, peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta Riris Andono Ahmad memaparkan, saat nyamuk jantan ber-wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa wolbachia, maka telurnya tidak akan menetas.

Namun, bila nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-wolbachia seluruh telurnya akan menetas. Selanjutnya, bila nyamuk betina ber-wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-wolbachia, maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung wolbachia.

"Pelepasaan jutaan telur nyamuk wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti berpotensi untuk menekan penularan virus dengue atau Demam Berdarah Dengue," papar Riris pada keterangan resmi, Jumat (17/11/2023),

4 dari 5 halaman

Wolbachia Tidak Menginfeksi Manusia

4. Bagaimana kalau nyamuk wolbachia ini malah timbulkan penyakit baru?

Ada pula kekhawatiran sebagian masyarakat yang menyebut, wolbachia dapat menimbulkan penyakit baru.

Riris Andono Ahmad menegaskan, nyamuk wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain, bahkan wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik.

Penelitian teknologi wolbachia sudah dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun sejak 2011, mulai dari tahapan penelitian fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022).

Di dunia, lanjut Riris, studi pertama Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT).

Turunkan Kasus Dengue 77,1 Persen

Hasil studi AWED menunjukkan, nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77,1 persen dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86 persen.

Lalu, hasil studi tersebut dan di beberapa negara lain yang menerapkannya dari World Mosquito Program (WMP), teknologi Wolbachia untuk pengendalian dengue telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group sejak 2021.

Hasil penelitian UGM dari hasil pengumpulan sampel darah di area intervensi Bantul sebelum dan pasca establishment Wolbachia (2015) dan pemeriksaan ELISA untuk antibodi Wolbachia (anti-Wolbachia Surface Protein/WSP) menunjukkan hasil negatif.

Artinya, tidak terdeteksi antibodi wolbachia pada manusia.

5 dari 5 halaman

Risiko Wolbachia dapat Diabaikan

5. Aman atau tidak sih penerapan teknologi wolbachia ini?

Peneliti Universitas Gadjah Mada Adi Utarini mengatakan, risiko buruk terhadap manusia dan lingkungan dapat diabaikan.

“Wolbachia secara alami terdapat pada lebih dari 50 persen serangga, dan mempunyai sifat sebagai simbion (tidak berdampak negatif) pada inangnya," kata Uut, sapaan akrabnya pada keterangan resmi, Sabtu (18/11/2023).

"Selain itu, analisis risiko yang telah dilakukan oleh 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan, bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan."

Uut melanjutkan, bakteri wolbachia maupun nyamuk sebagai inangnya bukanlah organisme hasil dari modifikasi genetik yang dilakukan di laboratorium.

"Secara materi genetik, baik dari nyamuk maupun bakteri wolbachia yang digunakan, identik dengan organisme yang ditemukan di alam," sambungnya.

Profil Keamanan Nyamuk Wolbachia

Berikut ini hasil penelitian keamanan wolbachia yang dilakukan UGM:

  • Tidak ada transmisi horizontal ke serangga lain (2015-2016)
  • Tidak ada infeksi ke manusia (2015)
  • Tidak mengubah populasi nyamuk (2016-2017)
  • Tidak mengubah karakter nyamuk (2016)
  • Kemungkinan cause more harm (menyebabkan kerugian) adalah negligible risk (risiko dapat diabaikan) (2016)
Video Terkini