Liputan6.com, Jakarta Salah satu permasalahan kesehatan yang kerap menyerang perempuan adalah inkontinensia urine. Permasalahan kesehatan tersebut merupakan kondisi di mana seseorang mengalami kebocoran urine tanpa dapat mengendalikannya.
Walau bisa menimpa siapa saja, tapi kaum perempuan lah yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami inkontinensia urine. Untuk itu, dr. Maulidina Medika Rahmita, Sp.U dari RS EMC Cibitung pun menjelaskan bagaimana penyebab, pencegahan, pengobatan, serta langkah-langkah praktis untuk pasien yang mengalami inkontinensia urine.
Baca Juga
dr. Maulidina mengatakan bahwa inkontinensia urine bukan sekadar masalah medis dan dapat berdampak pada kualitas hidup secara keseluruhan.
Advertisement
"Perempuan yang mengalami kondisi ini mungkin merasa malu, cemas, dan bahkan mengalami penurunan harga diri. Dampak psikologis ini dapat membatasi partisipasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk kegiatan sosial dan pekerjaan," katanya.
"Selain itu, efek fisik dari inkontinensia urine dapat menyebabkan ketidaknyamanan fisik dan bahkan masalah kesehatan lainnya jika tidak diatasi dengan baik," jelas dr. Maulidina.
Oleh karena itu, dirinya pun menganjurkan kepada setiap perempuan untuk menyadari signifikansi kondisi tersebut dan memiliki pemahaman yang baik untuk pencegahan yang lebih efektif.
Penyebab Inkontinensia Urine
dr. Maulidina membeberkan apa saja yang menjadi penyebab inkontinensia urine dapat terjadi pada perempuan. Dirinya menyebut, mulai dari kelemahan otot pelvic floor hingga penyakit kronis dapat menyebabkan kondisi tersebut.
"Kelemahan Otot Pelvic Floor menjadi salah satu penyebab utama inkontinensia urine pada perempuan. Faktor-faktor seperti kehamilan, persalinan, dan menopause dapat melemahkan otot-otot ini, menyebabkan kurangnya dukungan untuk kandung kemih,” bebernya.
“Menopause juga bisa menjadi penyebab karena penurunan kadar estrogen selama menopause dapat mengakibatkan penurunan elastisitas jaringan di sekitar uretra dan kandung kemih, menyebabkan inkontinensia urine,” jelas dr. Maulidina.
Ia pun menyebut bahwa obesitas atau berat badan berlebihan dapat meningkatkan tekanan pada kandung kemih dan uretra serta menyebabkan kebocoran urine. Selain itu, dr. Maulidina mengatakan, kebiasaan merokok juga dapat merusak otot-otot di sekitar saluran kemih dan meningkatkan risiko inkontinensia urine.
“Kehamilan dan persalinan memberikan stres fisik yang signifikan pada otot pelvic floor dan saraf di sekitar kandung kemih. Ini dapat menyebabkan kerusakan struktural dan menimbulkan risiko inkontinensia urine, terutama setelah melahirkan,” sebut dr. Maulidina.
“Beberapa penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit Parkinson dapat mempengaruhi fungsi saraf dan otot yang terlibat dalam pengendalian kandung kemih,” jelasnya.
Advertisement
Pencegahan Inkontinensia Urine
Setelah mengetahui beberapa penyebab inkontinensia urine, dr. Maulidina juga menjelaskan apa saja langkah-langkah pencegahan permasalahan kesehatan tersebut. Ia mengungkapkan, mulai dari latihan kegel hingga perawatan diabetes bisa menjadi langkah pencegahan inkontinensia urine.
“Latihan otot panggul, yang dikenal sebagai latihan Kegel, dapat memperkuat otot-otot yang mendukung kandung kemih,” jelasnya.
“Obesitas dapat menjadi faktor risiko utama inkontinensia urine. Oleh karena itu, menjaga berat badan sehat melalui pola makan yang seimbang dan olahraga teratur dapat menjadi langkah penting dalam pencegahan,” kata dr. Maulidina.
Dirinya pun menyebut, Manajemen konsumsi cairan yang cerdas dapat membantu mencegah iritasi pada kandung kemih dan mengurangi frekuensi buang air kecil yang tidak perlu. Pasalnya, pemahaman tentang jenis cairan yang dikonsumsi dan kapan sebaiknya diminum dapat berkontribusi pada pencegahan inkontinensia urine.
“Merokok tidak hanya memiliki dampak buruk pada kesehatan paru-paru dan kardiovaskular, tetapi juga dapat memengaruhi kandung kemih. Zat-zat kimia dalam rokok dapat merusak jaringan kandung kemih dan meningkatkan risiko inkontinensia urine,” sebut dr. Maulidina.
“Jika Anda memiliki diabetes, menjaga gula darah tetap terkontrol dapat membantu mengurangi risiko inkontinensia urine,” imbuhnya.
Pengobatan Inkontinensia Urine
dr. Maulidina mengatakan bahwa terdapat beberapa terapi pengobatan yang bisa dilakukan oleh pasien inkontinensia urine agar bisa sembuh. Ia menyebut, terapi fisik dapat membantu melatih otot-otot pelvic floor dan memberikan teknik-teknik relaksasi.
“Berbagai obat-obatan telah dikembangkan untuk membantu mengatasi gejala inkontinensia urine. Dari antimuskarinik hingga agonis reseptor beta-3, obat-obatan ini memiliki tujuan berbeda dalam meningkatkan kontrol kandung kemih,” katanya.
“Intervensi bedah dapat menjadi pilihan bagi perempuan dengan inkontinensia urine yang parah dan tidak responsif terhadap pengobatan konservatif. Beberapa prosedur bedah, seperti sling uretra atau kolposuspensi, dirancang untuk memperkuat struktur penyangga kandung kemih,” jelas dr. Maulidina.
Dirinya pun mengungkapkan, terapi hormonal juga relevan pada perempuan yang mengalami inkontinensia urine sebagai hasil dari perubahan hormonal selama menopause.
“Terapi hormonal dapat membantu memperbaiki elastisitas dan kepadatan jaringan di sekitar kandung kemih,” ungkap dr. Maulidina.
“Pilihan pengobatan untuk inkontinensia urine dapat sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan penyebab kondisi tersebut,” imbuhnya.
Advertisement
Langkah Praktis yang Bisa Dilakukan
dr. Maulidina mengungkapkan bahwa ada beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan oleh pasien inkontinensia urine. Pertama, ia menyebut, langkah yang krusial dalam mengatasi inkontinensia urine adalah meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang kondisi ini.
“Pasien perlu memahami gejala, penyebab, serta dampak kondisi ini pada kualitas hidup mereka,” ungkapnya.
“Latihan Kegel bukanlah latihan yang kompleks dan dapat diintegrasikan ke dalam rutinitas sehari-hari dengan mudah, jelas dr. Maulidina.
Selain itu, dirinya juga menyebut, setiap individu memiliki kebutuhan yang unik dan konsultasi dengan spesialis urologi adalah langkah berikutnya yang sangat penting.
“Melalui langkah-langkah praktis ini, diharapkan pasien dapat mengambil peran aktif dalam manajemen inkontinensia urine mereka,” sebut dr. Maulidina.
“Kesadaran, latihan rutin, dan kolaborasi dengan spesialis urologi merupakan fondasi untuk perbaikan kualitas hidup dan pemulihan kontrol kandung kemih yang optimal,” imbuhnya.
Nah, jika memiliki permasalahan inkontinensia urine, kamu bisa berkonsultasi dengan dr. Maulidina Medika Rahmita, Sp.U dari RS EMC Cibitung agar mendapatkan penanganan yang tepat.
(*)