Sukses

Penyakit Pernapasan yang Disebut Pneumonia Misterius Bikin Unit Anak di RS China Kebanjiran Pasien

Meski unit layanan kesehatan anak semakin penuh, pihak berwenang China mengimbau agar masyarakat tetap tenang.

Liputan6.com, Jakarta Pasien anak dengan keluhan penyakit pernapasan yang akhir-akhir ini disebut pneumonia misterius telah membanjiri unit anak di rumah sakit kota di China.

Meski unit layanan kesehatan anak semakin penuh, pihak berwenang China mengimbau agar masyarakat tetap tenang.

Menurut pemberitaan media Tiongkok, saat ini banyak bangsal rumah sakit yang dipenuhi pasien. The Guardian mengutip data dari Global Times yang melaporkan bahwa pada Selasa (28/11), rumah sakit Anak Beijing menerima hingga 9.378 pasien dalam sehari. Dan telah memenuhi kapasitas penuh selama dua bulan terakhir.

Dikatakan juga bahwa klinik rawat jalan, klinik anak, dan departemen pernapasan di beberapa rumah sakit di Beijing telah dipesan setidaknya selama tujuh hari.

Foto dan video daring serta media pemerintah menunjukkan ruang tunggu yang penuh sesak dengan tempat tidur berjejer di lorong rumah sakit di Hebei. Salah satu orangtua pasien di Jinan mengatakan bahwa yang sakit bukan hanya anaknya, tapi juga separuh dari teman sekelasnya.

Di tengah situasi ini, sebuah video viral di media sosial. Video ini menunjukkan anak-anak di China tetap mengerjakan PR sambil diinfus dan mengenakan masker.

Video ini memicu peringatan dari pejabat setempat bahwa sekolah tidak boleh memaksa anak-anak untuk mengerjakan PR saat mereka sakit. Di Hangzhou, salah satu orangtua mengatakan kepada media bahwa kelas-kelas telah dihentikan sementara waktu karena begitu banyak anak yang tidak dapat menghadiri kelas akibat penyakit pernapasan.

2 dari 4 halaman

Pihak Berwenang Kaitkan Kondisi Ini dengan Awal Musim Flu

Pekan lalu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pihaknya memantau peningkatan pneumonia yang tidak terdiagnosis di rumah sakit anak di Beijing, Liaoning, dan tempat lain di Tiongkok.

Data yang tersedia menunjukkan penyakit mirip flu itu meningkat dua kali lipat dibandingkan beberapa tahun terakhir. Namun, pihak berwenang mendesak masyarakat untuk tetap tenang, dan mengaitkan peningkatan kasus ini dengan awal musim flu pertama sejak pembatasan pandemi dicabut.

Pada konferensi pers pada hari Minggu, komisi kesehatan nasional mendesak pemerintah daerah untuk membuka lebih banyak klinik demam, memperpanjang jam layanan, dan meningkatkan pasokan obat-obatan.

“Kami juga mengingatkan semua orang untuk mematuhi kebiasaan higienis dengan memakai masker, sering menggunakan ventilasi, dan sering mencuci tangan, serta mendorong kelompok-kelompok penting seperti lansia dan generasi muda untuk secara aktif menerima vaksin yang relevan,” kata Wang Huaqing, kepala imunisasi CDC mengutip The Guardian, Kamis (30/11/2023).

“Mereka yang dapat divaksinasi harus berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan vaksinasi untuk mencegah terjadinya penyakit menular,” tambahnya.

3 dari 4 halaman

Peningkatan Kasus Bukan karena Patogen Baru

Pihak berwenang China juga mengatakan bahwa peningkatan kasus ini tidak didorong oleh patogen baru. Melainkan oleh penyebaran bakteri seperti mycoplasma pneumoniae dan patogen umum termasuk influenza, rhinovirus, adenovirus, dan RSV.

Pihak berwenang Tiongkok menanggapi permintaan informasi WHO dalam waktu 24 jam. Dan selama telekonferensi, pihak Tiongkok memberikan data yang menurut WHO mengindikasikan peningkatan konsultasi dokter dan rawat inap anak-anak karena mycoplasma pneumoniae sejak bulan Mei. Ada pula kontribusi dari virus RSV, adenovirus, dan influenza sejak bulan Oktober.

Dikatakan bahwa hal ini bukanlah hal yang aneh mengingat faktor-faktor yang berkontribusi, dan tidak merekomendasikan pembatasan perjalanan atau perdagangan apa pun.

4 dari 4 halaman

Situasinya Seperti Satu atau Dua Tahun Lalu

Pejabat direktur departemen epidemi, kesiapsiagaan dan pencegahan pandemi WHO Maria Van Kerkhove, mengatakan peningkatan kasus ini sejalan dengan “apa yang dihadapi sebagian besar negara satu atau dua tahun lalu”.

China adalah salah satu negara terakhir yang mencabut pembatasan ketika secara resmi mengakhiri kebijakan nol-COVID pada bulan Januari. Negara-negara lain mengalami lonjakan penyakit pernapasan setelah berakhirnya pembatasan COVID-19.

“Fenomena keluarnya gelombang infeksi pernapasan akibat lockdown ini kadang-kadang disebut sebagai hutang imunitas,” kata Prof Francois Balloux, dari University College London, kepada Independent.

“Karena Tiongkok mengalami lockdown yang jauh lebih lama dan lebih ketat dibandingkan negara lain mana pun di dunia, maka gelombang keluar dari lockdown tersebut diperkirakan akan sangat besar di Tiongkok.”

Beberapa negara tetangga telah menyatakan keprihatinannya, mengingat kurangnya transparansi pemerintah Tiongkok mengenai wabah sebelumnya, khususnya COVID-19. Beberapa negara memantau wabah ini dengan cermat, termasuk di Taiwan. Di mana CDC mengeluarkan peringatan bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memantau kebersihan dan gejala, mengingat tingginya volume perjalanan dan pertukaran antar wilayah.