Sukses

Jamu Itu Tidak Sama dengan Obat Fitofarmaka, Perbedaannya?

Jamu biasanya berdasarkan resep turun temurun. Tidak memerlukan studi dan uji klinik seperti obat fitofarmaka.

Liputan6.com, Jakarta Jamu merupakan ramuan berasal dari tanaman atau tumbuhan kemudian diolah lalu dikonsumsi karena diyakini mampu membuat kondisi kesehatan seseorang lebih baik. Sementara itu, ada juga obat fitofarmaka yang berasal dari bahan alam tapi lewat studi panjang.

"Ini masih membingungkan bagi masyarakat Indonesia karena kenyataannya masyarakat masih belum memahami sepenuhnya," kata Kepala Instalasi Farmasi RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. apt. Rina Mutiara, M.Pharm mengutip Antara.

"Masyarakat beranggapan jamu adalah obat, padahal ada perbedaan mendasar antara jamu dan fitofarmaka dalam dunia medis," kata Rina dalam diskusi secara daring pada Senin, 4 Desember 2023.

Rina menjelaskan bahwa jamu biasanya berdasarkan resep turun temurun. Tidak memerlukan studi dan uji klinik dalam membuat jamu.

Berbeda halnya dengan fitofarmaka. Berasal dari bahasa Yunani, phyto yang berarti tanaman dan pharmakon yang berarti obat. 

Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra-klinik dan uji klinik, bahan baku, dan produk jadi terstandardisasi.

Meski begitu, Rina mengatakan bahwa penggunaan fitofarmaka tetap dapat melibatkan aspek sosial dan budaya yang perlu dipertimbangkan, termasuk keyakinan lokal dan praktik tradisional.

 

 

2 dari 3 halaman

BPOM Beri Izin Edar 24 Obat Fitofarmaka

Rina menuturkan bahwa sejauh ini pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan 24 jenis obat fitofarmaka di Indonesia.

Berikut diantaranya obat fitofarmaka di Indonesia:

  • obat imunomodulator
  • obat tukak lambung
  • obat antidiabetes untuk menurunkan gula darah
  • obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah
  • obat untuk melancarkan sirkulasi darah supaya tidak terjadi sumbatan di pembuluh darah
  • obat untuk meningkatkan albumin bagi pasien yang membutuhkan protein seperti pasien haemodialisa/cuci darah.

 

3 dari 3 halaman

Standardisasi dan Kualitas Berdasarkan Asal Tanaman

Penggunaan fitofarmaka di Indonesia, Rina melanjutkan, harus mengacu pada standardisasi dan kualitas yang bervariasi berdasarkan asal tanaman, metode pengolahan, dan formulasi.

Lalu, fitofarmaka memiliki tantangan terkait pencarian bahan baku yang berkualitas tinggi, terutama dalam hal konsistensi kandungan senyawa aktif dan minimalisasi kontaminan.

"Fitofarmaka sering kali diproduksi dalam bentuk tradisional dan konsistensi produk bisa menjadi masalah. Perlu diatasi dengan standardisasi proses produksi untuk memastikan keefektifan dan keamanan," kata dia.

Rina menambahkan bahwa interaksi obat fitofarmaka dengan obat-obatan konvensional sering kali belum sepenuhnya dipahami. Umumnya, pasien menggunakan lebih dari satu jenis obat sehingga risiko interaksi obat antara fitofarmaka dan obat-obatan konvensional harus dipahami dengan baik.

“Tantangan terbesar adalah masalah regulasi, standardisasi, dan keamanan. Diperlukan regulasi yang jelas untuk mengatur produksi, distribusi, dan penggunaan fitofarmaka. Ini mungkin tidak dapat sepenuhnya menggantikan terapi konvensional, namun dapat menjadi tantangan terutama dalam kasus penyakit kronis atau serius,” kata Rina mengakhiri penjelasan.