Liputan6.com, Jakarta - XDI (Cross Dependency Analysis) merilis laporan terbaru yang menyebut bahwa Indonesia berada di peringkat kelima dalam daftar negara-negara dengan rumah sakit berisiko tinggi sedunia pada 2100.
Bahkan, Indonesia berada di bawah India, China, Jepang, dan Korea Selatan. XDI menganalisis 3.628 rumah sakit di Indonesia.
Baca Juga
Hasilnya, sebanyak 509 rumah sakit berisiko tinggi mengalami penutupan sebagian atau total pada tahun 2050.
Advertisement
Jumlah ini akan bertambah menjadi 696 rumah sakit pada tahun 2100.
XDI juga menemukan bahwa jika negara-negara gagal memangkas emisi bahan bakar fosil, satu dari 12 rumah sakit di dunia dapat mengalami penutupan sebagian atau total akibat peristiwa cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Akibatnya, masyarakat yang kerap dilanda bencana alam seperti angin topan, badai, banjir, kebakaran hutan dapat terputus dari layanan darurat di rumah sakit ketika mereka sangat membutuhkan.
Tidak hanya itu, negara-negara berpendapatan rendah dan menengah juga menjadi kelompok yang paling berisiko.
Direktur Sains dan Teknologi XDI, Dr Karl Mallon, mengatakan, perubahan iklim semakin berdampak pada kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
"Apa yang terjadi jika cuaca buruk mengakibatkan penutupan rumah sakit juga? Analisis kami menunjukkan bahwa tanpa penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara cepat, risiko terhadap kesehatan global akan semakin buruk karena ribuan rumah sakit tidak mampu memberikan layanan selama krisis," kata Karl dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 6 Desember 2023.
Â
Rumah Sakit Wilayah Asia Tenggara
Secara umum, lanjut Karl, wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah dengan rumah sakit yang berisiko tinggi mengalami penutupan sebagian atau total dalam rentang tahun 2020Â hingga 2100.
Data XDI menunjukkan bahwa pada rentang tahun 1990 s.d 2020, angka risiko rumah sakit di Asia Tenggara sebesar 67 persen.
Namun, diperkirakan dalam rentang 2020-2100, angka risiko tersebut akan melonjak drastis hingga 358 persen (dengan skenario emisi tinggi RCP8.5) atau 129 persen (dengan skenario emisi rendah RCP2.6).
Khusus di Indonesia, persentase kenaikan risiko kerusakan pada infrastruktur rumah sakit dalam rentang tahun 2020-2100 dengan skenario emisi tinggi RCP8.5 mencapai 367 persen.
Dijelaskan Karl, hal yang paling jelas mengurangi risiko ini terhadap rumah sakit dan menjaga keamanan masyarakat adalah dengan mengurangi emisi.
Pemerintah, kata Karl, memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk memastikan pemberian layanan penting secara berkelanjutan.
"Jika masing-masing negara tidak mengambil tindakan terhadap informasi ini, atau jika komunitas global tidak memberikan dukungan kepada pemerintah yang butuh bantuan," katanya.
"Hal ini merupakan tindakan yang mengabaikan kesejahteraan warga negaranya," pungkasnya.
Advertisement