Liputan6.com, Depok Ketersediaan perawat onkologi di Indonesia masih jauh minim dibanding negara-negara lain. Bahkan pendidikan keperawatan spesialis onkologi bisa dibilang baru mulai dijajaki di Indonesia seperti halnya di Universitas Indonesia (UI) yang baru menghasilkan lulusan angkatan pertamanya.
Terkini, Universitas Gadjah Mada (UGM) sedang bersiap membuka program studi keperawatan onkologi. Kendala perawat onkologi juga masih belum banyak universitas dan kampus yang membuka program studi khusus tersebut.
Baca Juga
Lantas, berapa jumlah kebutuhan ketersediaan perawat onkologi di Indonesia?
Advertisement
Direktur Utama Pusat Kanker Nasional RS Kanker Dharmais Soeko Werdi Nindito tidak menjawab secara detail jumlah pasti perawat onkologi yang dibutuhkan di tiap daerah atau rumah sakit di Indonesia.
Namun, secara perhitungan, dalam 20-30 bed pasien kanker membutuhkan satu orang perawat onkologi.
"Ke depannya, kalau kita lihat preferensi yang ada, memang dibutuhkan satu spesialis onkologi buat 100-150 bed. Khusus perawat onkolgi sendiri itu dibutuhkan buat 20-30 bed. Jadi 20-30 bed itu butuh satu perawat onkologi. Kalau perawat yang biasa, lebih banyak lagi," tutur Soeko saat diwawancarai Health Liputan6.com di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/12/2023).
Spesialis Onkologi Masih Sangat Sedikit
RS Kanker Dharmais Jakarta termasuk pengampu layanan kanker di Indonesia.
"Kami punya tugas dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menjamin layanan kanker di daerah, khususnya rumah sakit agar berjalan baik," lanjut Soeko.
"Memang biasanya kita mengukur kebutuhan perawat itu melihat dari jumlah pelayaan kanker di daerah. Untuk spesialis onkologi sendiri jumlahnya masih sangat sedikit."
Baru Ada 125 Perawat Onkologi Dasar
Kemitraan multipihak publik dan swasta, yakni Pusat Kanker Nasional Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD), Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK-UI), Himpunan Perawat Onkologi Indonesia (HIMPONI) dan Roche Indonesia sejak tahun 2021 melakukan penguatan kompetensi tenaga perawat onkologi.
Tercatat per Agustus 2023, kemitraan itu menghasilkan 125 perawat bersertifikat keperawatan onkologi dasar dan 25 pelatih bersertifikat ToT Basic Oncology Nursing Training, serta 56 orang perawat penerima beasiswa spesialis keperawatan onkologi.
Empat orang di antaranya, telah menyelesaikan pendidikan spesialis Keperawatan Onkologi di Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia pada akhir Juli 2023.Â
Kemitraan yang sama kemudian diperluas dengan melibatkan Fakultas Kedokteran, Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat (FKKMK) Universitas Gadjah Mada untuk membuka program studi spesialis keperawatan onkologi di UGM.
Advertisement
Lama Waktu Pendidikan Perawat Onkologi
Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia Cosphiadi Irawan menuturkan lama pendidikan keperawatan onkologi di Indonesia.
"Berapa lama mendidik seorang perawat untuk menjadi spesialis onkologi? Pertama S1 dulu, lalu onkologi magister dua tahun, spesialis satu tahun ya. Ya cukup lama untuk menghabiskan waktu mendidik seorang (perawat) spesialis onkologi," tutur Cosphiadi.
Kehadiran pendidikan keperawatan onkologi bagi Cosphiadi sangat luar biasa.
"Khusus untuk perawat onkologi ini, saya melihat suatu kesempatan yang luar biasa. Kenapa? Tugasnya pertama adalah mendesain, bagaimana permasalahan yang kita hadapi," sambungnya.
"Kemudian soal komunikasi dan koordinasi dengan teman-teman di farmasi, radio nuklir, teman-teman diagnostik. Itu selalu teman-teman perawat berperan sangat besar."
Butuh Perawat Khusus
Peran perawat onkologi juga penting dalam berhadapan dengan pasien.
"Bagaimana perannya, kita bicara masalah onkologi anak ada, bicara onkologi pada orang yang lebih dewasa, kemudian soal terapi pada organ transplantasi. Itu membutuhkan perawat yang khusus," pungkas Cosphiadi.
Ada 340 Ribu Kanker Baru di Indonesia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengupayakan percepatan ketersediaan perawat spesialis onkologi di Indonesia guna mendukung pelayanan onkologi berjalan maksimal.
"Karena kita tidak mau semakin banyak orang pergi ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan onkologi dan kalau mereka bisa dirawat di sini tentu banyak masyarakat Indonesia yang bisa kita bantu," kata Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI Arianti Anaya di Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Percepatan ketersediaan perawat spesialis onkologi juga diperlukan mengingat angka kasus kanker yang tinggi di Indonesia.
Ada sekitar 340.000 kasus kanker baru -- dari segala jenis kanker -- di Indonesia sehingga peningkatan jumlah tenaga kesehatan menjadi penting demi mendukung program Pemerintah untuk mencegah sekaligus mengobati pasien kanker.
"Program penanganan kanker kita mulai bukan saja kuratif, tetapi juga promotif melalui vaksinasi, dengan meningkatnya dokter onkologi yang sekarang kita pacu. Tentunya ,juga harus dilakukan dengan peningkatan tenaga-tenaga kesehatan lainnya," lanjut Ade, sapaan akrabnya.
Advertisement