Sukses

Rokok Eceran Berhubungan dengan Tahap Coba-Coba pada Remaja, Cikal Bakal Jadi Perokok Aktif

Produk tembakau dijual dengan harga sangat murah dan bahkan bisa diecer. Ini berhubungan dengan tahap coba-coba para remaja di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Banyak penelitian mengungkap bahwa keterjangkauan rokok menjadi tantangan utama dalam upaya menurunkan prevalensi perokok muda di Indonesia.

Produk tembakau dijual dengan harga sangat murah dan bahkan bisa diecer. Hal ini disampaikan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).

Organisasi non profit itu mendapati 70 persen koresponden riset yang terdiri dari siswa SMP-SMA mengaku membeli rokok batangan saat mencoba rokok pertama kali.

Pembelian rokok batangan oleh remaja berhubungan dengan kebiasaan merokok tidak rutin serta merokok lima batang atau kurang per hari.

“Dengan pola merokok ini, dapat dikatakan konsumsi rokok batangan berhubungan dengan tahap eksperimen pada remaja, sebuah tahapan yang menggiring seseorang menjadi pecandu dan rutin merokok,” kata Chief of Research and Policy CISDI, Olivia Herlinda dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (14/12/2023).

Riset menunjukkan bahwa remaja tergoda untuk membeli rokok terus-menerus karena rokok dijual batangan, dipromosikan secara masif, dan tersedia di lingkungan sekitar.

Hasil focus group discussion (FGD) dengan 49 remaja menunjukkan, mereka memperoleh rokok di kios-kios sekitar sekolah dengan harga paling rendah sekitar Rp1.000 per batang.

Pembelian rokok batangan murah secara berulang membuat remaja akhirnya mengeluarkan uang antara Rp30.000 hingga Rp200.000 setiap minggu.

2 dari 4 halaman

Beli Rokok dengan Uang Jajan

Jumlah uang jajan yang dikeluarkan pelajar untuk membeli rokok setara dengan separuh pengeluaran per kapita mingguan rata-rata penduduk Indonesia.

“Penjualan rokok batangan membuat remaja bisa membeli rokok dengan uang jajan harian. Rokok yang sudah murah menjadi lebih terjangkau lagi karena diecer. Bayangkan betapa besarnya alokasi untuk belanja rokok. Padahal, mereka seharusnya bisa menggunakan dana ini untuk kebutuhan esensial seperti membeli makanan bergizi,” ucap Olivia.

Mudahnya remaja mendapatkan rokok batangan adalah akibat tidak adanya aturan pelarangan penjualan secara eceran. Dan lemahnya kepatuhan serta penegakan hukum tentang pelarangan penjualan kepada anak di bawah 18 tahun.

Sebagian besar kios tidak melakukan pengecekan identitas pembeli rokok. Itu tergambar dari pengakuan remaja yang jarang diminta menunjukkan kartu tanda pengenal atau identitas saat membeli rokok di warung, kios, toserba bahkan minimarket.

Akibatnya, anak di bawah umur pun bisa bebas membeli dan mengkonsumsi rokok.

3 dari 4 halaman

Kenaikan Harga Rokok Bisa Percepat Seseorang Berhenti Merokok

Lebih lanjut Olivia mengatakan, kenaikan harga jual rokok bisa mempercepat seseorang berhenti merokok.

Sebab, terdapat hubungan sangat kuat antara harga jual rokok dengan keputusan perokok untuk berhenti. Peningkatan harga rokok yang signifikan atau tinggi dapat menekan prevalensi merokok di Indonesia.

Melalui penerapan kebijakan kenaikan cukai, pemerintah bisa “mengerek” harga jual rokok di pasaran. Sayangnya, kebijakan kenaikan harga rokok yang naik selama ini, tidak cukup efektif.

Contohnya, perhitungan relative income price atau proporsi GDP per kapita untuk membeli 100 bungkus rokok menunjukkan harga rokok pada 2021 justru 3,6 kali lebih terjangkau dibandingkan 1998.

Ini artinya, terdapat ruang sangat luas bagi pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok lebih tinggi lagi.

4 dari 4 halaman

Struktur Cukai Rokok Rumit

Di samping itu, lanjut Olivia, struktur cukai rokok di Indonesia yang rumit, juga membuat kenaikan cukai tidak berdampak signifikan terhadap konsumsi rokok. Karena konsumen bisa beralih ke produk yang lebih murah ketika terjadi kenaikan cukai.

Sebagai tambahan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 menjelaskan cukai hasil tembakau hingga hari ini terdiri atas delapan lapisan tarif.

Di sisi lain, masih ditemukan juga potensi konsumen beralih membeli rokok batangan ataupun rokok ilegal.

Berdasarkan catatan di atas, CISDI merekomendasikan:

  • Tingkatkan kenaikan cukai rokok dengan signifikan. Survei yang dilakukan PRAKARSA pada 2018 menyebutkan 32 persen perokok akan berhenti merokok ketika kenaikan harga jual rokok mencapai 100 persen.
  • Sederhanakan struktur tarif cukai. Penyederhanaan akan mencegah perokok beralih ke rokok lebih murah dalam struktur tarif yang berbeda.
  • Larang penjualan rokok batangan. Larangan akan mencegah perokok beralih ke rokok batangan ketika terjadi kenaikan harga.
  • Tegakkan dan berikan sanksi atas pelanggaran penjualan produk tembakau pada remaja di bawah usia 18 tahun. Indonesia sudah memiliki aturan jelas mengenai pelarangan penjualan produk tembakau bagi remaja berusia di bawah 18 tahun yang tidak dipatuhi oleh penjual.
  • Wajibkan penjual memiliki lisensi. Berkaca dari negara lain, penerapan lisensi efektif dapat mengontrol ketat penjualan rokok di level akar rumput.
  • Lawan peredaran rokok ilegal. Rokok ilegal buruk bagi pemasukan negara dari cukai dan karena murah mendorong perokok untuk tetap merokok.
  • Promosikan program berhenti merokok. Gunakan cukai rokok dan berbagai lini komunikasi untuk mengedukasi dampak buruk konsumsi rokok dan konseling untuk berhenti merokok.