Sukses

HEADLINE: Waspada Peningkatan Kasus COVID-19 Varian JN.1 di Indonesia, Seberapa Bahaya?

Varian JN.1 yang merupakan turunan dari Omicron BA.2.86 kini bertambah menjadi 41 kasus di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melaporkan per 19 Desember 2023, kasus COVID-19 yang disebabkan oleh varian JN.1 kini telah mencapai 41 di Indonesia.

"Per tanggal 19 Desember 2023, yaitu penemuan JN.1 di Indonesia sudah ada 41 kasus," kata Maxi pada Kamis, 21 Desember 2023.

Sebagian besar kasus COVID-19 varian JN.1 berada di DKI Jakarta.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Ani Ruspitawati turut mengonfirmasi hal tersebut. Menurutnya, sudah ditemukan 38 pasien COVID-19 dengan subvarian JN.1.

"Varian JN.1 ada, kita sudah ada. Sudah ditemukan. JN.1 itu dari hasil genome sequencing (pengurutan)-nya di Jakarta sejak awal 2023 sudah ditemukan 38 pasien," tutur Ani di Balai Kota DKI, Kamis (21/12), dikutip Antara.

Pengambilan sampel kasus positif tanggal 6 - 23 November 2023 = 5 kasus

  • 2 kasus dari Jakarta Utara
  • 1 kasus dari Jakarta Selatan
  • 1 kasus dari Jakarta Timur
  • 1 kasus dari Batam

Pengambilan sampel tanggal 1 - 12 Desember 2023 = 36 kasus

  • 29 kasus dari Jakarta Selatan
  • 2 kasus dari Jakarta Timur
  • 2 kasus dari Jakarta Utara
  • 3 kasus dari Batam

Ani mengatakan, gejala yang muncul pada pasien COVID-19 varian JN.1 sama seperti gejala COVID-19 lainnya. Namun, penularannya dinilai lebih cepat.

Oleh karena itu, selain di Indonesia, diketahui virus SARS-CoV-2 turunan varian Omicron ini pun telah tersebar di 12 negara lain di dunia, termasuk Spanyol dan Amerika Serikat.

Bahkan, subvarian ini diketahui menjadi biang kerok lonjakan kasus COVID-19 di negara tetangga, Singapura.

Demikian pula dengan di AS. JN.1 menjadi kontributor utama kasus baru COVID-19 di negara tersebut. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS atau CDC, JN.1 bertanggung jawab atas 21,4 persen kasus infeksi baru di Negeri Paman Sam.

2 dari 6 halaman

Puncak Kasus Varian JN.1 Diprediksi Terjadi di Januari 2024

Di Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, prediksi puncak kasus COVID varian JN.1 akan terjadi pada Januari 2024. Prediksi ini dilihat dari jumlah kenaikan kasus varian JN.1 yang terus naik menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.

"Yang varian JN.1 memang (jumlah kasusnya) 43 persen dari total sampel yang kita ambil di minggu ke-2 Desember ini. Kita ada 77 sampel di minggu ke-2 ini yang masuk, dari 77 sampel itu 43 persennya varian JN.1," ujar Budi Gunadi saat ditemui Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Jakarta pada Jumat, 22 Desember 2023.

Dari sekuens yang dicatat oleh Kemenkes, varian JN.1 mendominasi varian COVID yang menyebar di Indonesia. Temuan varian JN.1 pun terbilang pesat.

"Nah, kalau diprediksi puncaknya, kita lihat karena 43 persen dan itu naik dari 19 persen di minggu pertama Desember 2023. Kenaikannya dia pesat, artinya dia mendominasi varian yang ada. Kalau pengalaman kita di sebelum-sebelumnya, begitu dia sampai 80 persem, di atas 80 persen itu peak-nya (puncak) tercapai," jelas Menkes Budi Gunadi.

"Sekarang kita lihat 19 persen ke 43 persen itu kan naiknya hampir 20 persen lebih ya. Kalau kita hitung 20 persen lagi minggu depan, gitu 60 kasus, (naik) 20 persen lagi minggu depannya lagi udah 80 kasus. Harusnya di Januari itu peak-nya sudah dicapai."   

Apabila puncak kasus COVID varian JN.1 diprediksi terjadi pada Januari 2024, maka penurunan puncak diperkirakan pada Februari 2024.

"Nah, peak-nya berapa lama? Peak-nya paling 2 minggu sampai 4 minggu maksimal, kemudian terjadi penurunan," terang Menkes Budi Gunadi Sadikin.

"Jadi, mudah-mudahan nanti kita lihat, kalau misalnya peak-nya terjadi di Januari, itu harusnya sih Februari Insya Allah, ini sudah turun kembali."

3 dari 6 halaman

Gejala Varian JN.1

Sebelumnya, Maxi Rein mengatakan, gejala pasien COVID-19 yang terpapar varian JN.1 terhitung ringan.

"Gejalanya sama, ringan," tambahnya.

Gejala varian JN.1 tidak berbeda jauh dengan 'anakan' Omicron lainnya. Informasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika, gejala umum Omicron, yakni:

  • Demam atau menggigil
  • Batuk
  • Sesak napas atau kesulitan bernapas
  • Kelelahan
  • Nyeri otot atau badan
  • Sakit kepala
  • Tak mampu mencium
  • Sakit tenggorokan
  • Hidung tersumbat atau meler
  • Mual atau muntah
  • Diare    

Budi Gunadi pun mengatakan, varian JN.1 severity atau tingkat keparahannya dan hospitalisasinya rendah.

"Sampai sekarang kan kita lihat rumah sakit-rumah sakit kita sih masih relatif kosong (untuk pasien COVID).  Bed Occupancy Ratio (BOR) masih relatif kosong.  Memang ada beberapa kematian, sekitar berapa ini  27 orang,"

"Tapi 27 orang ini ada komorbidnya. Jadi dia masuk, sakit, biasanya sakit jantung atau dia stroke. Begitu dites, dia positif COVID. Jadi enggak semuanya meninggalnya gara-gara positif COVID, tapi gara-gara penyakit lainnya."

Hal senada juga disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Imran Pambud dalam kesempatan berbeda. Imran mengatakan, kenaikan kasus COVID-19 varian JN.1 masih terkendali mengingat belum banyak pasien yang memerlukan ruang perawatan intensif atau ICU.

"Jumlah yang dirawat di ICU masih enggak banyak, orang yang sakit saat ini masih belum membutuhkan ICU," tutur Imran. 

Imran mengatakan, varian JN.1 sebenarnya adalah galur dari varian Omicron. Dengan demikian belum ada mutasi baru virus COVID-19.

4 dari 6 halaman

JN.1 Diklasifikasikan sebagai Variant of Interest

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan varian JN.1 sebagai variant of interest (VOI) karena memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Memiliki mutasi yang diduga atau diketahui menyebabkan perubahan signifikan dari strain aslinya.
  2. Menyebar luas di banyak tempat atau banyak negara.

Berdasarkan bukti yang ada, risiko kesehatan masyarakat global yang ditimbulkan oleh JN.1 saat ini masih dinilai rendah. Meskipun demikian, dengan dimulainya musim dingin di Belahan Bumi Utara, JN.1 dapat meningkatkan beban infeksi saluran pernapasan di banyak negara.

WHO terus memantau bukti-bukti dan akan memperbarui evaluasi risiko JN.1 jika diperlukan.

Sementara itu, CDC mengatakan, JN.1 terkait erat dengan varian BA.2.86 yang merupakan keturunan Omicron yang pertama kali muncul di AS pada musim panas lalu. CDC menyebut kedua varian itu disebut hampir identik, kecuali pada protein lonjakannya yang memungkinkan untuk menyerang sel manusia.

Fakta bahwa JN.1 bertanggung jawab atas semakin banyaknya infeksi menunjukkan bahwa virus ini lebih menular atau lebih baik dalam melewati pertahanan kekebalan tubuh kita dibandingkan virus sebelumnya, kata CDC.

Namun tidak ada bukti bahwa varian itu menyebabkan penyakit yang lebih parah.

WHO mengatakan bahwa vaksin yang ada saat ini terus memberikan perlindungan terhadap penyakit parah dan kematian akibat JN.1 dan varian SARS-CoV-2 lainnya yang beredar.

WHO juga mengingatkan, COVID-19 bukan satu-satunya penyakit pernapasan yang beredar saat ini. Ada pula ancaman lain yakni influenza, RSV, dan pneumonia pada anak-anak yang sedang meningkat.

5 dari 6 halaman

Cegah Penularan JN.1

Guna mencegah infeksi dan keparahan akibat varian JN.1, WHO menyarankan masyarakat untuk mengambil tindakan seperti:

  • Mengenakan masker saat berada di tempat yang ramai, tertutup, atau berventilasi buruk, dan jaga jarak aman dari orang lain, jika memungkinkan.
  • Meningkatkan kualitas ventilasi.
  • Menerapkan etika pernapasan yakni menutup batuk dan bersin.
  • Membersihkan tangan secara teratur.Tetap ikuti perkembangan vaksinasi terhadap COVID-19 dan influenza, terutama jika berisiko tinggi terkena penyakit parah.
  • Tetap di rumah jika sakit.Lakukan tes jika memiliki gejala, atau mungkin pernah terpapar seseorang yang mengidap COVID-19 atau influenza.

Sedangkan bagi tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, WHO menyarankan:

  • Pemakaian masker universal di fasilitas kesehatan, serta masker, respirator, dan alat pelindung diri (APD) lainnya yang sesuai untuk petugas kesehatan yang merawat pasien suspek dan konfirmasi COVID-19.
  • Meningkatkan ventilasi pada fasilitas kesehatan.
6 dari 6 halaman

Anjuran Vaksinasi COVID-19

WHO Tecnical Lead's, Maria Van Kerkhove menyarankan agar masyarakat mendapatkan vaksinasi COVID-19 agar terlindungi dari virus Corona. 

"Lindungi diri Anda dari infeksi. Namun, pastikan juga bahwa jika Anda terinfeksi, Anda mendapatkan perawatan klinis dan mendapatkan vaksinasi ketika giliran Anda untuk mencegah penyakit parah dan kematian," katanya.

"Semua vaksin COVID-19 terus memberikan perlindungan terhadap penyakit parah dan kematian, dan ini termasuk semua varian yang beredar, termasuk JN.1," dia menambahkan.

Di Indonesia, vaksinasi COVID-19 masih bisa didapat di fasilitas kesehatan seperti di puskesmas.

"Untuk sekarang vaksinnya masih ada di Puskesmas-puskesmas untuk bisa mendapatkan vaksin tambahan, setidaknya bisa mengurangi keparahan kalau misalnya kena COVID-19," tutur Menkes Budi Gunadi Sadikin.

Video Terkini