Liputan6.com, Jakarta Oknum guru Sekolah Dasar (SD) di Yogyakarta diduga melakukan kekerasan seksual terhadap 15 muridnya.
Guru mata pelajaran kreator konten ini dilaporkan melakukan pelecehan seksual sejak Agustus hingga Oktober 2023.
Baca Juga
Dugaan ini didapat dari hasil koordinasi tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Yogyakarta.
Advertisement
Menurut tim tersebut, guru berinisial NB melakukan tindak kekerasan seksual dengan menyodorkan senjata tajam ke korban. Selain itu, korban juga dipertontonkan video dewasa dan mengajarkan siswa menggunakan aplikasi yang menyediakan layanan pekerja seks komersial.
Terkait kasus ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru berusia 22 itu.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyatakan perbuatan pelaku dikhawatirkan dapat menimbulkan trauma panjang bagi para korban.
"Kami sangat prihatin dengan terjadinya kasus ini. Dari hasil koordinasi Tim Layanan SAPA 129 dengan UPTD PPA Yogyakarta, korban berjumlah 15 (lima belas) siswa, sementara yang saat ini berani melapor hanya 4 (empat) siswa,” kata Nahar mengutip keterangan resmi, Kamis (11/1/2023).
Nahar menambahkan, usia korban berkisar 11 hingga 12 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Akibat tindakan pelaku yang diduga melakukan kekerasan seksual sekaligus kekerasan fisik, beberapa korban terindikasi mengalami trauma.
“Kami berharap pihak aparat kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini dan mendalami korban-korban lainnya,” harap Nahar.
Pastikan Korban Dapatkan Layanan Pendampingan
Nahar menambahkan, Tim Layanan SAPA 129 akan terus melakukan koordinasi dan memastikan para korban mendapatkan layanan pendampingan yang dibutuhkan.
Tim Layanan SAPA 129 dan UPTD PPA Yogyakarta telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta. Kerja sama juga dilakukan dengan Dinas Pendidikan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta.
“Rencananya akan dilakukan pembahasan tindak lanjut kasus kekerasan seksual yang terjadi bersama pihak sekolah dan kuasa hukum dari sekolah,” ujar Nahar.
Advertisement
Upayakan Korban Dapat Layanan Pendampingan Psikologis
KemenPPPA juga mengupayakan agar para korban mendapatkan layanan pendampingan psikologis.
“Korban yang mengalami tindak kekerasan seksual, akan rentan merasa rendah diri, merasa takut, cemas, hingga depresi. Hal ini akan berpengaruh pada aspek belajar serta bersosialisasi di lingkungan.”
“Korban juga akan rentan mengalami secondary trauma terutama jika adanya stigmatisasi dari masyarakat yang lebih cenderung akan menyalahkan korban,” jelas Nahar.
Koordinasi dengan UPTD PPA Yogyakarta akan memastikan agar para korban mendapatkan pendampingan psikologis dan hukum. Pendampingan psikolog dapat membantu korban untuk mengatasi dampak psikologis yang dialaminya. Sementara, pendampingan hukum dapat membantu korban untuk mendapatkan keadilan dan hak-haknya.
Ancaman Hukuman Pelaku
Lebih lanjut Nahar mengatakan, pelaku dapat dikenakan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp5 miliar.
Jika dalam hal ini dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, atau pengasuh anak dan juga mencabuli lebih dari 1 (satu) orang, maka dapat dikenakan tambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.
Hukuman ini berdasarkan pasal 82 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016. Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016. Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Nahar mendorong penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dilakukan di luar proses peradilan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Dia mengimbau institusi pendidikan agar lebih berhati-hati dalam mengambil tenaga bantu pendidikan di sekolah, bisa dengan melakukan pendampingan selama proses belajar mengajar.
Belajar dari peristiwa ini, perlu dipikirkan juga bagi sekolah melakukan edukasi terkait isu seksualitas bagi siswa di sekolah. Sosialisasi dan psikoedukasi ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman siswa tentang seksualitas, sehingga mereka dapat terhindar dari kekerasan seksual.
Advertisement