Sukses

Wacana Vaksin Polio Suntik IPV Gantikan Tetes OPV, Kemenkes Ungkap Syaratnya

Syarat khusus soal wacana vaksin polio suntik IPV akan menggantikan vaksin tetes OPV.

Liputan6.com, Jakarta Untuk mencegah polio, Indonesia saat ini menggunakan dua jenis vaksin polio, yakni vaksin tetes (Oral Poliovirus Vaccine) dan vaksin suntik (Inactivated Poliovirus Vaccine). OPV menggunakan virus polio yang dilemahkan, sedangkan IPV menggunakan virus yang dimatikan.

Ke depannya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan wacana terkait pengalihan penggunaan sepenuhnya, dari vaksin OPV ke IPV untuk imunisasi polio rutin.

Meski begitu, ada syarat khusus yang harus dipenuhi.

Syaratnya adalah cakupan pemberian vaksin tetes OPV di daerah-daerah harus tinggi. Apabila cakupan OPV sudah tinggi, maka Indonesia dapat beralih sepenuhnya dengan menggunakan vaksin IPV.

"Kalau IPV itu virus yang dimatikan, makanya nanti pelan-pelan, kalau vaksin cakupan daerah OPV polio tinggi, nanti akan kita alihkan ke IPV," ungkap Maxi di Hotel Manhattan Jakarta pada Rabu, 17 Januari 2024.

Cakupan Suntik OPV Harus Bagus Dulu

Ditegaskan kembali oleh Maxi, rencana imunisasi polio rutin ke depan dapat beralih menggunakan vaksin polio suntik IPV bila cakupan OPV baik.

"OPV kan yang virus dilemahkan, kita akan ganti ke IPV, tapi kan harus cakupannya (OPV) bagus dulu," terangnya.

 

2 dari 4 halaman

Tidak Dalam Jangka Waktu Dekat

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi membenarkan adanya rencana terkait pengalihan sepenuhnya vaksin tetes polio ke vaksin suntik dalam imunisasi polio rutin.

Walau begitu, Nadia menegaskan, rencana tersebut tidak dalam jangka waktu dekat. Sebab, masih butuh kajian dan melihat cakupan imunisasi polio, utamanya OPV di daerah-daerah.

"Tapi belum jangka waktu dekat ya," terangnya saat dikonfirmasi Health Liputan6.com pada Kamis, 18 Januari 2024.

3 dari 4 halaman

Mengapa OPV Harus Diganti dengan IPV?

Lantas, mengapa vaksin polio OPV harus diganti dengan IPV?

Pada artikel berjudul, Eradikasi Polio dan IPV (Inactivated Polio Vaccine) yang diunggah Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 4 Tahun 2010 menyebut, penggunaan OPV yang terus menerus akan dapat menimbulkan banyak masalah.

OPV adalah virus vaksin yang hidup, selain dapat menimbulkan kelumpuhan pada penerima vaksin, penggunaan yang lama akan menyebabkan virus yang lemah dapat bermutasi menjadi ganas yang biasa disebut dengan VDPV (vaccine derived polio virus).

Selain itu virus tersebut dapat menimbulkan outbreak paralytic poliomyelitis. Outbreak yang disebabkan oleh VDVP telah terjadi di beberapa negara termasuk di Indonesia (Madura dan Bondowoso). Oleh karena itu setelah sertifikasi bebas polio secara global tercapai, maka penggunaan OPV harus dihentikan.

Penghentian OPV, Kekebalan Harus Cukup Tinggi

Penghentian imunisasi dengan OPV memerlukan strategi waktu yang tepat guna, yaitu harus dilakukan pada saat kekebalan populasi cukup tinggi dan surveillance mempunyai sensitifitas yang tinggi.

Salah satu strategi yang dapat diambil untuk mempertahankan status kekebalan populasi tetap tinggi adalah dengan mengganti OPV dengan IPV (Inactivated Polio Vaccine).

Imunisasi dengan IPV telah banyak dilakukan di negara maju dengan iklim subtropic dengan hasil yang sangat baik. Namun, penggunaan IPV di negara berkembang dengan iklim tropis masih sangat terbatas dan belum ada informasi efektifitasnya.

4 dari 4 halaman

Kelebihan dan Kekurangan IPV

Kelebihan dari IPV

  1. Memberikan serokonversi yang sangat tinggi.
  2. Pemberiannya dapat dikombinasi dengan antigen/vaksin lain (DPT-HB-IPV).
  3. Virus mati, sehingga tidak menularkan kepada anak yang kontak.
  4. Tidak menyebabkan kelumpuhan (VAPP) pada penerima vaksin/kontaknya.
  5. Tidak akan terjadi mutasi virus vaksin menjadi ganas (VDVP)
  6. Menimbulkan mucosal immunity pada oropharynx.

Kekurangan dari IPV

  1. Harga mahal
  2. Pemberiannya lebih sulit karena harus disuntikkan.
  3. Tidak/sedikit menimbulkan mucosal immunity pada intestinum (85 persen anak masih mengexcresi virus "challenge").
  4. Tidak dapat memberikan kekebalan alami kepada anak yang kontak dengan penerima vaksin.

Mucosal immunity atau imunitas mukosa adalah komponen terbesar dari keseluruhan sistem kekebalan tubuh.