Sukses

Belajar Apa Saja Anak Autis di Sekolah?

Ada banyak sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia, salah satunya SLB Sarana Terpadu yang berlokasi di Graha Simatupang Tower dua, lantai dua, Jakarta Selatan.

Ada banyak sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Indonesia, salah satunya SLB Sarana Terpadu yang berlokasi di Graha Simatupang Tower dua, lantai dua, Jakarta Selatan. Sekolah yang berdiri sejak lima tahun lalu ini diperuntukkan bagi anak autisme, downsyndrome, cerebral palsy, serta slowlearner.

Mereka yang bersekolah di sini berusia antara 6-12 tahun. Ada lima kelas yang dibedakan berdasar warna Merah A, Merah B, Hijau, Biru, dan Kuning. Setiap anak yang baru masuk pasti memasuki kelas Merah A lebih dulu. Di kelas tersebut anak diobservasi sejauh mana kemampuannya selama satu semester. Setelah itu, anak ditentukan lanjut ke kelas apa.

Untuk anak-anak yang lebih sulit, dimasukkan ke kelas Merah B lebih dulu, yaitu kelas khusus. Dan jika kemampuan anak sudah tinggi bisa masuk ke kelas hijau. Meski kemampuannya sudah melebihi kelas hijau, tetap tidak bisa langsung ke kelas biru ataupun kuning. Harus digodok dulu selama tiga atau bahkan enam bulan.

Kelas Merah A, Merah B, dan Hijau pembelajarannya kurang lebih pada tahap pengenalan hingga penyamaan (angka dengan gambar, warna dengan benda). Misalnya mengenal sapu. Tapi, hanya satu bentuk sapu saja. Namun, tidak menutup kemungkinan mengenalkan sapu yang berbeda bentuk. Tergantung kemampuan anak.

Sedangkan kelas Biru dan Kuning tetap pengenalan tapi ditambah penggunaan. Misalnya pengenalan mencuci lalu diajarkan mencuci kaus kaki itu seperti apa. Bahkan sudah mulai menulis dan menjumlahkan.

Pembagian kelasnya selain ditentukan kemampuan juga ditentukan usia. Semua yang diajarkan sama, yang membedakan hanya tingkat kesulitan saja. Dan agar anak bisa lebih mudah beradaptasi, ditentukan usia teman sekelasnya sama atau hanya beda 1-2 tahun.

Biasanya anak yang belajar di SLB Sarana Terpadu setiap dua tahunnya ada perpanjangan. Tapi itu tergantung keinginan orangtua apakah ingin lanjut atau pindah ke sekolah lain. Jika ingin lanjut maka harus melakukan per panjangan tiap dua tahun. Sejauh ini, anak-anak kebanyakan terus lanjut hingga perpanjangan ke dua, yaitu sudah empat tahun.

Jika anak usia di atas 12 tahun ingin masuk ke SLB Sarana Terpadu, dilihat dulu kemampuannya seperti apa, lalu langsung dimasukkan ke kelas kejuruan. Minimal sudah bisa mereson. Karena usianya sudah di atas 12 tahun jadi dimasukkannya ke kelas kejuruan. Jika kemampuannya belum bisa masuk ke kelas kejuruan, boleh masuk kelas yang di Graha Simatupang. Tapi hanya pernah ditemui satu kasus pada anak usia 17 tahun. Hanya sekarang anaknya sudah keluar dari sekolah.

Kelas kejuruan sendiri berlokasi di Halimun, Rawamangun, Jakarta Timur. Kelas kejuruannya ada tiga, yaitu Kejuruan A, Kejuruan B, dan Kejuruan C. Kejuruan A untuk yang basic, B untuk yang cukup, dan C untuk yang mahir.

Di sekolah kebutuhan khusus ini tidak ditentukan lulusnya berapa lama. Tapi, jika perkembangan anak sudah bagus bisa diajukan untuk pindah ke sekolah umum.


Kelas terapi


Tidak seperti sekolah umum, sekolah ini memiliki terapi yang diberlakukan untuk anak autis, seperti terapi SI (sensori integrasi) juga terapi wicara.

Terapi yang didapat ini sensori integrasi sama terapi wicara. Yang mendukung terapi ini ada remedial (untuk menguatkan), kemudian ada olahraga, kemudian ada kejuruan. Kejuruan ini berlaku pada anak usia 10 tahun ke atas.

Yang ingin dikenalkan dari akademik dasar, seperti membaca, menulis, juga matematika. Tapi, tidak menutup kemungkinan kalau bisa IPA, bisa dikuatkan.

"Sebenarnya secara tidak langsung ketika ada kegiatan kejuruan atau kegiatan bersama sebenarnya sudah mengandung unsur IPA atau IPS. Misalnya kita mau bkin tempe goreng, kan ada panas ada dingin jadi dimasukkan tentunya ke dalam kegiatan itu. Tinggal nanti di programnya ditentukan ini lebih ke IPA atau ke IPS," kata Frans Spsi, selaku kepala sekolah SLB Sarana Terpadu saat ditemui di SLB Sarana Terpadu.

Lima area dalam program itu satu perilaku, komunikasi, pre akademik, sosialisasi, keterampilan bina diri.

Anak-anak ini setiap jam 12.30 ke atas, itu siap-siap untuk keterampilan bina diri. Keterampilan bina diri mulai 12.30 ke atas sampai 14.30. Proses pembelajaran dengan yang di halimun (kejuruan) sama.

Terapi tambahannya terapi perilaku serta terapi okupasi misalnya komunikasi sama remedial. Untuk kurikulum lanjutannya kalau ke kejuruan lebih ke pengenalan program kerja. Program kejuruannya ada komputer, memasak, seni, administrasi sama keterampilan komunikasi dan keterampilan sosialisasi. Itu saja diulang-ulang, hanya lebih di spesifikasi. Itu kurang lebih untuk programnya.

Jadi setiap anak itu, begitu masuk tahun ajaran baru semester satu kita akan berikan program, itu di-follow up per anak. Follow up-nya per 30 menit, kita panggil orangtuanya. Kami duduk bersama dengan satu tim. Jadi kita udah kaya rapat direksi, ada koordinator sekolah dan guru kelasnya, ada koordinator terapisnya, koordinator SI beserta terapisnya itu duduk bersama. Nah ketika udah dikasih follow up kurang lebih seminggu, tergantung orang tua ingin apa, targetnya apa. Tapi itu dipertimbangkan dulu, anaknya udah punya kmampuan basicnya belum. MIsalnya ibunya pengen membaca,klo belum ngenalin huruf gimana bisa baca.

Guru mengajarkan anak-anak autis dengan visual. Kalau anak normal saling berbicara, pasti akan saling mengerti. Tapi kalau anak autis dengan gangguan perkembangan kognitif, perkembangan persepsi, perkembangan komunikasi, perkembangan perilaku. Dengan ini diharapkan bahwa anak bisa mengerti apa yang diajarkan.

Tidak seperti sekolah umum yang setiap semesternya memelajari banyak mata pelajaran dengan bab yang berbeda-beda. SLB Sarana Terpadu hanya memberikan satu tema setiap semesternya dan di dalamnya ada beragam hal yang dipelajari.

"Setiap semesternya, pelajaran ditentukan satu tema. Untuk semester ini, anak-anak belajar dengan tema kebersihan rumah. Item yang digunakan seperti tisu dan tempat sampah. Tapi hal-hal basik seperti angka juga warna tetap di ajarkan," kata Yadi.

Yadi guru di SLB Sarana Terpadu, mengajarkan anak dengan menggunakan dua buah item, yaitu tisu dan tempat sampah. Kemudian memberi tahu anak kalau benda itu adalah tisu dan tempat sampah. Setelah itu ia memegang keduanya di masing-masing tangan dan mengatakan salah satu nama benda lalu menyuruh anak menunjuknya. Dilakukan berulang hingga anak menunjuk dengan benar. Ia juga mengambil salah satu benda dan menyuruh anak menyebut nama benda itu, diulang sampai anak menyebutnya dengan benar.

Setelah itu, guru menaruh dua buah foto benda yang sudah dilihat anak tadi di meja. Lalu, guru memberikan foto benda yang sama dengan warna dan bentuk berbeda satu per satu. Anak diminta menyamakan foto tersebut dengan foto benda yang dilihatnya tadi. Misalnya diberikan foto tempat sampah tapi dengan warna dan bentuk agak berbeda. Anak akan berpikir menaruh di mana. Jika mempelajarinya sudah lama maka anak akan sebentar saja mengidentifikasi.

Tapi, jika dalam waktu 10 detik anak diam atau malah memainkan foto berarti anak tidak mengerti. Dan guru harus langsung mengatakan tidak atau mengulangi lagi.

Selain itu, disela-sela pembelajaran, anak selalu diingatkan tentang anggota keluarganya, seperti nama ayah dan ibu, adiknya, pengasuhnya, rumahnya di mana, nomor telepon rumah berapa supaya mereka mampu mengingat untuk mengantisipasi kalau terjadi hal yang tidak diinginkan di luar rumah.

"Jadi misalnya seorang anak tertinggal dimana, kalau ada yang tanya nama dan rumahnya ia bisa jawab itu bisa menjadi petunjuk yang berarti," kata Yadi guru SLB Sarana Terpadu.

Dan untuk mengolah kemampuan motorik halus dalam kontak mata, Yadi mencoba mengangkat handphonenya setinggi mata anak lalu digerakkan ke kanan dan ke kiri. Karena ada anak yang tidak mampu menggerakkan bola matanya saja dan harus menggerakkan kepalanya juga.

Frans mengatakan jika anak mampu melewati semester ini maka akan meningkat ke semester selanjutnya. Tapi, jika belum sampai satu semester anak sudah mampu, bisa langsung lanjut ke semester berikutnya.

Dan kalau anak dalam satu semester masih belum mampu, akan tetap tinggal di semester itu. Sampai anak mampu atau sampai orangtua masih mau menyekolahkannya di tempat itu. Karena sekolah ini tidak seperti sekolah umum, tidak ada jangka waktu lulusnya.

Jadi, ketika dalam pembelajaran ditemukan satu hal yang disukai anak maka sekolah akan langsung mengarahkannya dalam hal itu.

"Apabila si anak menyukai komputer, maka diarahkan langsung ke sana agar tidak membuang waktu. Bukan berarti pula mengesampingkan akademik. Sekolah tetap mengenalkan basik (akademik), seperti angka, huruf, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan akademik," kata Frans GS, Spsi, selaku kepala sekolah SLB Sarana Terpadu.

Sekolah juga tidak akan berlama-lama dengan suatu hal yang tidak menunjukkan perubahan pada anak atau tidak disukai anak. Para guru ditugaskan untuk mencari tahu apa yang disukai atau dikuasai si anak. Atau cara lain yang bisa menunjukkan perubahan pada si anak.

"Ketika si anak stuck (terhenti) dalam satu materi atau kegiatan itu, Kita tidak mau berlama-lama. Cari lagi, itu tugas guru. Misalnya si anak tidak bisa matematika atau angka, tapi dalam bentuk gadget atau komputer kan ketemu angka juga. Dia baru mau. Jadi ada yang mau merespon tapi medianya apa dulu," jelas Frans.

Penggunaan media juga ikut memengaruhi respon anak. Beberapa anak ada yang tidak mau merespon ketika diminta membaca atau mengenal huruf, tapi begitu dikenalkan dengan komputer atau media lainnya baru merespons.


Kurikulum disesuaikan


Sekolah-sekolah umum yang di Indonesia biasanya menggunakan kurikulum untuk keseluruhan murid tanpa memandang seperti apa kemampuannya. Tentu ini agak sulit jika diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus. Pada SLB Sarana Terpadu, kurikulum atau programnya disesuaikan untuk individu, dengan pendekatan klasikal (bersama-sama di dalam kelas). Jadi setiap masing-masing anak mempunyai program individu, tapi areanya tetap sama dengan yang lain. Meski setiap anak mempunyai area yang sama, tapi target yang ditentukan berbeda.

"Misalnya target perilaku untuk satu anak adalah duduk tenang, satu anak lagi tidak boleh banyak jalan-jalan, dan satu anak lagi harus mengenal teman-temannya. Itu beda-beda," kata Frans GS, Spsi, selaku kepala sekolah SLB Sarana Terpadu saat ditemui di SLB Sarana Terpadu.

Penggunaan pendekatan klasikal agar anak yang satu saling mengenal anak kebutuhan khusus lainnya, meskipun sulit. Anak kebutuhan khusus, terutama autis, cenderung sendiri dan hanya ingin beraktivitas sendiri.

"Kita tidak bisa menjamin setahun atau dua tahun mereka bisa kenal temannya. Yang aware ya aware, yang tidak tetap tidak. Tapi tetap harus dibiasakan," lanjut Frans.

Di SLB Sarana Terpadu, program kelasnya berlangsung dari hari Senin hingga Kamis. Sedangkan setiap hari Jumat, seluruh kelas akan digabung untuk melakukan kegiatan di luar kelas. Itu dilakukan untuk program komunikasi dan sosialisasi.

"Kadang kegiatan dilakukan di luar sekolah tapi kadang di luar kelas (masih area sekolah). Dalam sebulan bisa dua kali keluar yang di outdoor (luar sekolah). Dan kalau tidak di outdoor, Kita buatkan satu kegiatan tapi tidak di dalam kelas. Nah kita kumpul bersama," jelas Frans.

Dalam kesempatan itu, sekolah melakukan tukaran guru untuk setiap kelasnya. Hal itu supaya anak tidak hanya kenal dan terbiasa dengan satu guru.

"Anak autis kan kalau dikenalkan dengan satu pola inginnya pola itu terus. Jadi, kalau sudah tahu guru A dia maunya sama guru A terus. Itu kelihatan kalau sudah hari Jumat, mereka pada gelisah. Karena kan gurunya ganti-ganti," ungkap Frans.

Rotasi guru tidak hanya dilakukan setiap hari Jumat saja, tapi juga per minggu setiap snack dan makan siang. Selain supaya anak tidak terpaku dengan satu guru, tapi juga agar si guru merasakan bagaimana memegang anak kelas lain. Karena anak kelas lain pasti memiliki kemampuan dan sifat yang berbeda. Jadi, agar guru saling tahu dan tidak hanya sekedar mendengar dari guru lain. (Zul/Abd)

 
    EnamPlus